20.

458 38 0
                                    

Danu tersenyum paksa ketika melihat kakaknya berdiri tepat di belakang tempatnya duduk tadi. Lalu dengan tergesa mendekat.

"Kok Mas di sini?" tanya Danu dengan ekspresi bingungnya.

"Seharusnya Mas yang tanya kok bisa ikut lomba menggambar? Mana Bu Guru?" Damar celingukan mencari siapapun yang bertanggung jawab atas adiknya.

Belum juga sempat menjawab, seorang anak lelaki yang jauh lebih tinggi dari Danu menginterupsi pembicaraan. "Dan, tunggu sampai pengumuman ya?"

Pandangan Danu beralih dari Damar ke temannya.

"Gambaranmu bagus sekali, nanti pasti menang."

Damar memindai anak lelaki yang tengah berbicara dengan adiknya. Meski sama-sama memakai seragam SD biasa, tetapi perbedaan warna sangat mencolok. Wajahnya juga putih bersih dengan tampang rupawan. Di pergelangan tangan terdapat jam tangan yang sudah pasti tidak murah. Dia juga sempat melihat crayon  berukuran besar di samping Danu.

"Aku pulang dulu saja, ya. Ada Masku."

Danu segera memakai sepatu dan mengambil tas. Tanpa menunggu jawaban temannya, dia berjalan menuju Damar yang tak tahu apa yang terjadi. "Pulang yuk, Mas." Dia langsung menggandeng tangan Damar pergi.

Baru beberapa langkah, Damar berhenti. "Katakan pada Mas, bagaimana bisa kamu sampai sini? Lalu kenapa bisa ikut lomba menggambar?"

"Teman Dan yang tadi daftarin aku, Mas. Udah yuk pulang, paling juga aku gak menang." Cepat-cepat Danu mengubah topik pembicaraan dan menarik tangan Damar. Sayang, anak lelaki itu justru mengikuti.

"Dan, jangan pulang dulu. Aku masih punya janji sama kamu. Nanti kalau menang hadiahnya buat kamu." Leon menarik tangan Danu agar kembali duduk.

Danu terdiam sesaat. Bingung menentukan apa yang harus dilakukan karena Leon justru menariknya kembali. "Gak usah. Hadiahnya buat kamu saja. Kemarin 'kan udah." Dia memutar tubuh dan menatap Damar.

"Temani aku, Ayah Ibuku belum datang." Leon mengiba seraya memegang pergelangan tangan Danu.

Mendengar hal itu, Danu menatap kakaknya. "Mas tadi antar pesanan ya? Gak dicariin Pak Wahyudin? Aku di sini bentar, nanti di rumah Dan jelasin deh." Entah mengapa dia tak bisa menolak permintaan temannya. Mungkin karena sedikit tahu bagaimana perasaan Leon.

Seketika Damar teringat jika memang harus kembali ke kios, mengantar uang. Namun, dia masih dirundung rasa penasaran. Demi menuntaskan keinginantahuannya terpaksa mengikuti permintaan walau ada tanda tanya besar di kepala. "Ya sudah, nanti sampai rumah harus kamu jelaskan sama Mas."

Damar melangkah pergi sampai ke tempat parkir. Namun, begitu adiknya kembali duduk di tempat semula dengan teman yang baru diketahuinya sekarang, diam diam dia kembali lagi ke padepokan. Mencari tempat di balik tumbuhan agar tak kelihatan. Hanya sekedar penasaran apakah adiknya akan menjadi juara.

Lima belas menit menunggu dan hanya berisi game antara pembawa acara juga peserta. Karena hasil gambaran tengah diproses untuk penilaian pemenang. Dia mulai gelisah, apakah harus menunggu pengumuman atau kembali ke toko. Beruntung panitia lain segera datang dan membisikkan pada rekannya jika sudah didapat hasil lomba.

Damar mendesak maju di antara para orang tua yang berdiri menunggu dan matanya berhasil menjangkau Danu yang menatap Leon. Ya, temannya itu mendapat sebuah pelukan dari orang tuanya yang baru saja datang. Seketika perasaan aneh menelusup dalam dada. Sakit. Perih. Ingin rasanya dia berlari dan memberikan dekapan. Namun, urung dilakukan karena suara mic pembawa acara mengalihkan atensinya.

Pengumuman nama pemenang lomba tentu saja dimulai dari juara harapan. Tak ada nama adiknya yang dipanggil. Ah, tak masalah. Yang penting sudah mencoba. Namun ketika matanya menangkap teman Danu berdiri di depan dengan gambaran yang jelas-jelas dibuat adiknya. Seketika dia melongo. Bagaimana bisa bukan nama adiknya yang dipanggil tetapi justru temannya.

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang