part 2

859 51 7
                                    

Anak lelaki berusia 8 tahun begitu asyik menikmati pemandangan sore. Ditemani semilir angin juga air yang mengalir di depannya. Pandangannya tertuju pada gumpalan awan yang berarak di langit.

Pandangan bocah bermata belo itu kini beralih pada ember kecil di sampingnya. "Lumayan," gumamnya bangga melihat hasil ikan tangkapannya. Ada dua ekor ikan bethik dengan gabus. Ini jauh lebih dari harapannya. "Pulang sekarang saja apa, ya? Nanti ndak ketahuan Mas kalau aku mancing di kali lagi."

Anak lelaki itu merapat ke bibir sungai, mengambil joran pancing yang terbuat dari bambu. Mengangkat apakah ada ikan yang berhasil terkena jebakannya. Sayang, justru cacing sudah ludes tak tersisa. Menyisakan mata kail saja.

"Asyem kok." Dia jongkok, berniat mengaitkan mata kail di ujung pancingnya agar tak terinjak atau terkena tangan. Namun, sesosok bayangan yang dilihat membuatnya langsung menoleh.

"Dibilang jangan ke pantai, malah sekarang keluyuran nang kali."

Danu cengengesan melihat keberadaan Damar sudah di belakangnya. Melihat tubuh kakaknya mendekat, dia tahu apa yang akan terjadi. Telinganya akan dijewer.

"Pulang!"

"Aduh, Mas. Sakit!" Danu berusaha melepaskan tangan Damar dari telinganya. Panas dan sedikit nyeri. Dia mengusap-usap dengan bibir mengerucut ketika kakaknya melepaskan mendengar rengekannya. "Budeg aku nanti, Mas."

"Disuruh di rumah saja kok ngeyel!" Damar berkacak pinggang dengan raut yang sudah pasti jengkel. Pulang dalam kondisi lelah dan tak melihat adiknya di rumah sungguh membuatnya murka dan bingung. Sebagai kakak yang bertanggung jawab, tentu dia tak mau terjadi sesuatu. Namun, adiknya benar-benar bandel. Selalu keluyuran.

"Ya, tadi Danu juga di rumah kok." Danu beralasan tanpa rasa bersalah. Dia jongkok mengambil pancingnya yang terlepas dan juga ember berisi ikan.

"La ini sekarang malah mancing." Damar menuding ember ikan dengan geram.

"Yang penting kan tadi di rumah. 'Kan gak salah, Mas."

Hal yang kerap kali membuat jengkel dari Danu adalah pintar membuat alasan dan memutar balikkan omongan. Heran. Dari mana mendapatkan kemampuan berbicara seperti itu. Apakah sinetron yang sering diputar tetangga adalah penyebabnya. Ah, bisa saja. Anak kecil memang peniru ulung. Bukan begitu? "Kamu itu! Kalau dikasih tahu mbok didengerin. Suruh di rumah saja kok malah keluyuran."

"Bagian mana sih Danu gak dengerin? Danu lo dengerin." Bukannya diam, mendengarkan omelan kakaknya. Dia justru terus saja membuat alasan.

"Ini sekarang buktinya malah mancing. Gimana kalau kecemplung, hah!"

"Kan Mas bilangnya gak boleh ke laut. Ya sudah Dan ke sungai saja. Lagipula aku juga dengerin kok walau gak bilang mau menuruti." Danu tak menghiraukan kakaknya yang terus mengomel dan naik ke embong.

Di belakang, Damar dibuat tak habis pikir. Mengapa adiknya tak bisa menurut padanya. Selalu saja beralasan. Terkadang dia heran. Apakah adiknya jelmaan wanita?

"Mas ini ganggu kenikmatan mancing wae. Waktunya pulang nanti aku juga pulang kok. Gak usah dicari."

Danu sama sekali tak menunjukkan raut penyesalan, walau sudah membuat Damar kelimpungan. Dia berjalan menyusuri jalan setapak di pinggir sawah.

"Apa kenikmatan mancing? Malah bikin ngantuk."

"Iso ngelamun ta, Mas." Danu menoleh lalu cengengesan kembali.

Damar mengambil ranting yang tergeletak bersiap menyabet pantat, tetapi Danu sudah berlari terlebih dahulu. Dia tahu kakaknya hanya bercanda saja, tidak sungguh-sungguh.

My Beloved Brother (Danu dan Damar)  Spin Off Arga ; Repihan RasaWhere stories live. Discover now