34. Human Trafficking

182 27 2
                                    


Happy Reading—

*****

Laras terduduk di rumahnya dengan lesu. Matanya memandangi foto-foto keluarganya. Sudah 2 hari sejak hilangnya Ayana. Ia selalu meyakinkan dirinya bahwa Ayana pasti akan kembali, tapi nyatanya belum ada tanda-tanda sampai sekarang. Laras merasa bahwa harapan yang ada di dalam dirinya perlahan akan redup. Laras tak mau putus asa, tapi ia merasa bahwa ia akan sendirian.

Bagaimana jika Ayana benar-benar pergi? Ayana pernah berkata bahwa gadis itu akan baik-baik saja. Namun nyatanya, Ayana memang tak pernah bisa mengendalikan dunia sesuai keinginannya. Laras tak akan sanggup jika harus hidup sendirian. Sampai sekarang belum ada kabar dari Kala yang mencari Ayana mati-matian.

"Tuhan, kalau Ayana memang pergi, tolong izinkan aku untuk pulang juga."

***

"Zi, kayaknya ada yang aneh, deh."

Rezi menoleh pada Nava yang duduk di tepi kasur milik gadis itu. Sedangkan Rezi sekarang bersandar pada balkon seraya memikirkan sesuatu.

"Kenapa Ayana bisa hilang? Aldi kan udah dipenjara. Terus siapa lagi pelakunya?" tanya Nava bingung.

Rezi mengangguk. Ia pun memikirkan hal yang sama. "Gue rasa banyak hal yang terjadi di luar rencana kita. Ada aja orang yang ikut campur di sini," katanya.

Nava menggigit bibir bawahnya. Ada sesuatu yang janggal. Namun Nava tak mengetahuinya. "Ini bahaya, Zi. Kita udah dituduh sama Kala. Gue juga ngerasa ada beberapa kejahatan yang bikin kita tersudut, padahal bukan kita pelakunya. Contohnya pembunuhan bundanya Lea. Kita jelas bukan pelakunya, tapi di TKP ditemuin bunga higanbana yang bikin orang ngira kalo pelakunya itu kita, Mysterious Killer," jelasnya panjang lebar.

Rezi menghela napas berat. Lalu melangkah pelan ke arah Nava, duduk di sebelah gadis itu. "Nah, itu yang gue pikirin. Ada yang manfaatin kesempatan populernya kasus Mysterious Killer buat ngebunuh orang, dan akhirnya kita yang kena."

Nava akhirnya mengedikkan bahu. "Nggak papa deh, gue seneng karena berita hilangnya Ayana. Semoga dia nggak pernah ketemu, mati aja sekalian." Nava tersenyum puas.

Rezi ikut tersenyum tipis, meski sebentar karena ia dikejutkan dengan suara sirine polisi yang menghantui mereka. Rezi dan Nava sontak berdiri. Panik.

"Kala nggak main-main sama ucapannya. Mereka mau nangkap kita!"

Rezi menggandeng tangan Nava dan berlari keluar dari kamar. Mereka menuju pintu belakang rumah. Setelah pintu terbuka, langkah mereka tiba-tiba berhenti dengan tegang yang merambat ke sekujur tubuh.

Kala berdiri di depan mereka dengan tatapan tajamnya, serta dua orang polisi di sampingnya yang sudah menodongkan senjata pada mereka.

***

Sebuah kapal besar berlayar di tengah laut, menuju ke suatu pulau terpencil yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Ayana melangkah pelan tanpa alas kaki, bersembunyi di belakang kotak-kotak kayu besar yang entah apa isinya. Bajunya masih sedikit basah setelah tercebur ke laut dan akhirnya tertangkap oleh orang-orang sialan itu. Suara teriakan, jeritan, tangisan, serta permohonan orang-orang sudah Ayana dengar di sini.

Ayana tengah berada di kapal bagian luar. Angin kencang menerpa rambutnya. Ia memasang telinganya baik-baik seraya mendengarkan beberapa orang bicara tak jauh darinya. Ia memandang sengit dua remaja seumurannya yang tengah berbicara dengan pria dan wanita paruh baya yang merupakan sepasang suami istri. Ayra mengenal mereka. Sangat mengenalnya.

"Bagus, setelah berhasil menukar jenazah Freya dan memalsukan kematiannya, kalian membawa seseorang yang sangat istimewa. Para pembeli pasti menyukai Ayana. Mereka ingin sekali mendapatkannya," ucap pria paruh baya yang Ayra kenal sebagai... ayah kandung dari sahabatnya—Freya.

"Gila. Orang tua macam apa yang tega ngejual anaknya sendiri? Nggak waras!" batin Ayra.

"Iya dong, nggak ada yang curiga sama kita. Bahkan Kala sekalipun, mereka nggak akan tau Ayana di sini," ucap gadis yang sekarang berambut panjang. Dia Hela. Hela Fayyana.

"Mereka semua bodoh. Bahkan Nava dan Rezi, yang ngakunya pembunuh misterius pun nggak bisa ngedeteksi pergerakan kita dari awal," sahut Jupiter.

"Mereka lebih gila dari yang gue duga," batin Ayana.

Wanita paruh baya yang Ayana kenal sebagai ibu kandung dari Freya itu terkekeh pelan. "Ya ya ya, kami mengakui kehebatan kalian. Jangan lupa bawa barang yang lebih bagus, nanti kalian dapat hasil yang lebih besar."

Ayana mundur perlahan. Sekarang ia tahu sedang berada dalam situasi apa. Inilah yang namanya perdagangan manusia. Dan Ayana tak pernah menyangka akan berada di lingkaran hitam ini. Ayana bisa saja pergi dari sini. Namun, ada hal yang menahannya untuk pergi. Ayana harus menyelesaikan sesuatu di sini.

Ayana berniat melangkahkan kakinya ke dalam kapal. Berniat mencari suatu ruangan. "Gue harap di sini ada laptop sama flashdisk, atau minimal kamera deh," batinnya.

Namun baru beberapa langkah berjalan, seorang cowok seusianya berdiri tegak di hadapannya. Cowok itu tersenyum miring dengan ekspresi yang menyebalkan. Ayra tak mengenalnya, tetapi ia yakin bahwa cowok ini berbahaya.

"Mau kabur, ya? Nggak bakal bisa deh, kayaknya."

***

Haloo, bentar lagi bakal ending, nih! Thanks buat kalian yang udah mau nunggu walaupun updatenya lama bangett. Maaf dan terima kasih <3

Spam for next!

The Mysterious Killer (End)Where stories live. Discover now