28. Luapan Emosi

226 34 1
                                    

Suara para siswa yang sedang memesan makanan masih terdengar di kantin sekolah. Lea mengaduk-aduk makanannya tidak berselera. Sesekali ia melirik ke arah meja lain. Di sampingnya, Ayana sedang makan dengan perlahan. Ia juga sedang memikirkan sesuatu. Saat ini, mereka hanya duduk berdua, tidak seperti biasanya. Di meja yang tidak jauh darinya, ada Kala dan Raga yang duduk bersama. Dua laki-laki itu terlihat masih akrab satu sama lain.

"Na, mereka sebenernya kenapa sih?" tanya Lea kepada Ayana.

"Nggak tau. Tapi, pasti ada yang terjadi sama mereka," jawab Ayana seraya menghentikan kegiatan makannya.

"Masa tadi pagi Raga tiba-tiba bilang kalo dia nggak tulus temenan sama gue, padahal gue sama Raga itu udah temenan lama banget. Lucu," ucap Lea seraya terkekeh kosong.

Ayana tahu bagaimana perasaan Lea. Namun, Ayana pun belum bisa membantu sama sekali. Ia sendiri tidak tahu penyebab perubahan sikap Raga dan Kala.

"Lo tenang aja, pasti nanti semuanya bakal balik lagi," balas Ayana berusaha menenangkan.

Lea hanya mengangguk-angguk saja. Lea mendengus kesal ketika Raga sama sekali tidak melirik ke arahnya. Sepertinya, laki-laki itu benar-benar tidak menganggapnya seperti dulu lagi.

"Oh iya, Na. Kok akhir-akhir ini pembunuh misterius kayaknya nggak berulah lagi, ya?" tanya Lea yang menyadari sesuatu.

Ayana mengangguk membenarkan. "Gue curiga masalah Kala sama Raga ini ada kaitannya sama pembunuh itu, atau bisa jadi, Aldi."

Lea diam seraya berusaha mencerna perkataan Ayana. Saat Lea hendak membalas ucapan Ayana, Ayana sudah tidak ada di sampingnya. Lea melihat Ayana berlari kecil, mengikuti Nava dan teman-temannya yang keluar dari kantin.

***

"Tunggu!"

Nava beserta teman-temannya berhenti ketika mendengar suara dari belakang. Rezi menaikkan sebelah alisnya seraya menatap Ayana dengan tatapan bertanya. Saat ini, mereka sedang berada di koridor yang sepi.

Ayana menatap Nava, Rezi, Hela, serta Jupiter secara bergantian. Kemudian, tatapannya berhenti di Nava dan Rezi. "Apa yang kalian lakuin ke Kala sama Raga?" tanya Ayana.

"Kita nggak ngelakuin apapun," jawab Nava datar.

Rezi maju satu langkah mendekati Ayana. Ia tersenyum sinis. "Kenapa? Lo lagi berantem sama mereka? Atau, mungkin aja pertemanan lo sama mereka akan hancur?"

Nava terkekeh pelan. "Udah gue duga, lo itu nggak pantes ditemenin. Hubungan lo sama Kala, nggak akan bertahan lama."

Ayana mengangkat dagunya seraya menatap Nava. "Kenapa? Kenapa gue nggak pantes ditemenin?"

"Karena lo pembunuh," balas Nava dengan cepat.

"Bukannya, yang pembunuh itu kalian?" ucap Ayana seraya melirik Rezi.

Hela dan Jupiter mengernyit heran. "Maksud lo apa? Siapa yang lo bilang pembunuh?" tanya Hela. Rupanya, baik Hela maupun Jupiter belum mengetahui siapa Nava dan Rezi sebenarnya.

"Lo nggak usah ngomong macem-macem, Na." Nava menatap sengit kepada Ayana.

"Yang gue omongin itu fakta, lalu kenapa kalian bilang kalo gue pembunuh? Gue itu bukan pembunuh!" tegas Ayana.

Nava menghela napas panjang. Ia menatap Ayana dengan kilatan emosi yang terlihat dari tatapan matanya.

"Kalo aja waktu itu lo nggak ninggalin Freya sendirian, Freya sekarang mungkin masih ada."

Ayana memutar bola matanya malas. Nava mengungkit-ungkit lagi kejadian masa lalu itu. Padahal, Ayana sama sekali tidak bersalah.

"Jadi, lo masih nyalahin gue?" tanya Ayana dengan tatapan datar. Ia sudah muak disalahkan. Ayana ingin, bahwa Nava dan yang lain juga menyadari kesalahan mereka.

"Lo emang salah," sahut Jupiter.

"Ya, harusnya lo nggak mentingin diri lo sendiri, Na. Harusnya lo nggak ninggalin Freya sendirian demi urusan lo sendiri. Kita waktu itu nganggep lo sebagai sahabat. Harusnya, lo bisa memposisikan diri sebagai sahabat yang baik. Bukan fokus ke masalah sendiri," ujar Nava seolah Ayana lah yang paling salah di sini. Inilah yang Ayana benci dari seorang Nava.

Ayana tertawa pelan. Lalu, sedetik kemudian ekspresinya berubah datar. Sungguh, Ayana ingin muntah mendengar ucapan Nava itu.

"Oh ya? Lo bilang gue mentingin diri sendiri? Waktu itu gue dapet kabar kalo kakak gue meninggal, dan Mama gue sendirian waktu itu. Apa gue nggak boleh mentingin keluarga gue sendiri? Otak kalian di mana? Udah jelas-jelas kalo kematian Freya itu bukan karena gue. Karena nyatanya, kalian pun sibuk sendiri waktu itu kan?"

"Dan kalo kalian nganggep gue sahabat waktu itu, kalian di mana waktu gue butuh? Nggak ada kan? Kalian juga egois. Maunya di ngertiin, tapi kalian nggak bisa ngertiin kondisi gue. Oh, mungkin kalian cuma mau deket sama Freya, karena dia keliatan sempurna. Nyatanya enggak. Gue yang paling tahu kehidupan dia kayak gimana. Kalian itu, cuma orang baru yang masuk ke persahabatan Freya dan berujung ngencurin semuanya! Gue yang paling deket sama Freya. Jadi, jangan merasa paling tersakiti karena kematian Freya."

"Dan kalian denger sendiri waktu polisi bilang, Freya meninggal karena tenggelam dan di kaki ada bekas gigitan ular. Dari rekaman cctv di gedung sekitar, Freya ngeliat ular waktu lagi main di pinggir danau, terus Freya nggak sadar kalo dia lari ke arah danau, akhirnya dia sampai ke tengah danau dan tenggelam. Sayangnya, ular itu juga berhasil gigit kakinya Freya. Apa kalian masih kurang paham sampai masih nyalahin gue?"

Ayana mengatur napasnya yang tidak teratur. Ia meluapkan semua yang ia pendam selama ini. Sudah sejak lama Ayana ingin mengucapkan kalimat-kalimatnya itu. Ayana sudah tidak tahan lagi.

"Gue harap kalian ngerti. Dan lo, Nava sama Rezi, gue akan pastikan kalian bertanggung jawab atas pembunuhan yang kalian lakuin ke papa gue, dan orang-orang yang jadi korban kalian." Ayana pergi meninggalkan Nava, Rezi, Hela, dan Jupiter yang masih terdiam.

Hela dan Jupiter menatap Nava dan Rezi dengan tatapan tidak percaya.

"Apa bener yang dibilang Ayana? Kalian bunuh papanya Ayana?"

Nava menghela napas berat. "Masa kalian percaya sih sama dia? Itu cuma omong kosongnya aja. Mana mungkin gue berani bunuh orang. Iya nggak, Zi?" Nava menyenggol lengan Rezi.

"Iya bener. Lagian nggak ada buktinya juga, kan? Udahlah, kalian nggak usah mikirin ucapan cewek nggak jelas itu," ucap Rezi dengan santai agar kedua temannya itu percaya.

Hela menghela napas panjang. Masih merasa ragu dengan Nava dan Rezi. Namun, ia juga tidak bisa mempercayai sepenuhnya ucapan Ayana.

"Gue harap, nggak ada yang kalian sembunyiin dari kita."

***

Spam next untuk lanjut👉

Jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kamu, ya!

Terima kasih atas perhatiannya 😊

See you next part<3

The Mysterious Killer (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang