19. Cerita Panjang

286 40 4
                                    


Di sebuah ruang tamu beraroma vanilla, sekarang sedang diisi oleh 4 remaja yang masih menggunakan seragam SMA yang sudah tidak rapi lagi. Mereka duduk melingkari meja ruang tamu yang mereka gunakan sebagai tumpuan untuk menulis jawaban dari pertanyaan di lembar soal yang guru mereka berikan. Mereka adalah Lea, Raga, Ayana, dan juga Kala yang menjadi pemilik rumah untuk mengerjakan tugas bersama hari ini.

Mereka berempat kompak berhenti menulis setelah mereka selesai dengan tugasnya. Lea dan Raga menghela napas lega, lalu meminum jus buatan mereka sendiri. Lea yang mengusulkan untuk mengerjakan tugas di rumah Kala. Dan untuk mengajak Ayana pun tidak mudah. Lea berkali-kali harus membujuk gadis itu untuk ikut.

Hari-hari di sekolah pun seperti biasanya. Mereka sepakat untuk bersikap biasa saja kepada Nava dan Rezi, meskipun mereka sudah menaruh kecurigaan besar yang diperkuat dengan kode deretan angka yang mereka pecahkan kemarin.

"Capek banget gue," keluh Lea seraya menyenderkan punggungnya ke sofa di belakangnya.

"Alah, nyontek doang capek," ejek Raga.

"Apa lo bilang? Nyontek? Gue nggak nyontek semuanya, ya! Gue juga ikut mikir!" Lea melotot tidak terima.

"Iya-iya, Kanjeng Ratu mah selalu bener," Raga akhirnya mengalah saja karena sedang lelah untuk melanjutkan perdebatan.

Lea melirik Raga dengan sinis, lalu kembali menatap Ayana dan Kala yang sedari tadi menatap ia dan Raga dengan tatapan datar.

"Lo berdua jangan gitu dong ngeliatinnya, gue jadi gimana gitu," ucap Lea seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Kala menghela napas malas. Ia meraih gelasnya yang berisi jus alpukat, lalu meminumnya. Sedangkan Ayana sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia bersyukur, hari ini Kala belum menagih ucapannya semalam yang akan menceritakan tentang persahabatannya dengan Nava. Sepertinya, Kala sendiri tidak akan memaksa dan membiarkan Ayana sendiri yang siap untuk bercerita.

"Na, lo mau ngomong sesuatu?" tanya Lea yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik dan ekspresi Ayana.

"Lo kalo mau curhat, curhat aja, Na. Tenang, kita itu pendengar yang baik kok, nggak akan adu nasib," sahut Raga dengan senyum manisnya. Lea yang mendengar ucapan Raga pun melirik sinis karena ia masih kesal dengan laki-laki itu.

Ayana menghela napas berat. Memang sempat terlintas di kepalanya, apakah ia akan bercerita juga kepada Lea dan Raga. Namun jika dipikir-pikir lagi, Lea dan Raga bisa dipercaya. Entah kenapa, kehadiran Kala, Lea, dan Raga bisa mengubah tekadnya yang tidak akan berteman dengan siapapun lagi.

"Apa kalian penasaran tentang Freya, tentang hubungan gue sama Nava sebelumnya?" tanya Ayana terlebih dahulu.

"Jujur nih, gue penasaran banget, tapi gue nggak mau banyak nanya sama lo, karena takutnya nanti lo malah risih dan gak nyaman. Terus akhirnya, nanti lo ngejauh dari kita," jawab Lea yang diangguki setuju oleh Raga.

Setiap malam Lea selalu memikirkan bagaimana caranya agar Ayana bisa lebih dekat dengannya, bagaimana caranya mencairkan Ayana yang sedingin es batu, bagaimana caranya agar Ayana merasa nyaman berteman dengannya.

"Udah dari lama, gue mutusin nggak akan gampang percaya ke siapapun. Jadi, saat gue berani cerita ke kalian, itu artinya gue percaya sama kalian," ucap Ayana dengan ekspresi serius, membuat ketiga orang di depannya terdiam.

"Gue udah lama sahabatan sama Freya, bahkan sejak kecil. Dan rumah Kala yang sekarang ini, dulunya adalah rumah Freya. Gue sama Freya selalu sekolah di sekolah yang sama. Kita berdua masuk ke SMA Gemintang sama-sama. Dan sejak kita masuk ke SMA itu, kita kenal sama Nava, Rezi, Hela, Jupiter, juga Aldi. Freya yang emang gampang akrab ke semua orang, akhirnya juga deket sama Nava. Otomatis, gue juga ikut kebawa dan kenalan sama temen-temennya Nava yang lain." Ayana memulai ceritanya tanpa diminta.

The Mysterious Killer (End)Where stories live. Discover now