ZETA
Huruf ke-6 dalam alphabet Yunani* vortisitas relatif di lautan dan atmosfer
ζRaka mengendarai motornya ketika pulang sekolah, fokus dengan jalanan, tak menyadari Dera sedang merasa serba salah di belakang sana.
"Gue ada surprise buat lo," kata Dera karena tak tahan keheningan canggung di antara mereka.
Raka merendahkan laju motornya agar bisa mendengar Dera dengan jelas.
"Lo apa?" tanya Raka, mencondongkan kepalanya agak ke belakang.
"Ada surprise buat lo," sahut Dera. Berbisik di belakang telinga laki-laki itu.
Raka terdiam. Tidak berminat bertanya lebih banyak karena dia tau kejutan yang sering Dera katakan hanyalah semacam ajakan ke suatu tempat. Padahal tidak sama sekali, Dera memikirkan kejutan yang lebih dari sekedar mengajak Raka menghabiskan waktu bersama.
Sebuah gerbang menjulang yang membatasi rumah berlantai dua dan jalan raya sudah di depan mata. Dera turun dari motor Raka di depan gerbang itu.
"Surprise apa?" tanya Raka karena merasa telah mengabaikan Dera.
"Pulang aja dulu, kejutannya di rumah lo," sahut Dera sambil mengedikkan bahu. Senyuman di bibirnya tidak pernah gagal membuat Raka tersipu.
"Okey, gue pulang." Raka menghidupkan mesin motor.
"Nggak mau nemuin Mama dulu?"
Raka menggeleng, melaju bersama motornya. Dera menghela napas panjang sambil menatap punggung Raka yang semakin menjauh. "Gue harap lo bisa segera move on dari kesedihan lo, Ka. Gue kangen lo yang dulu." Lalu dia masuk ke gerbang rumah.
Raka cukup penasaran dengan surprise yang Dera sebut. Apakah itu jaket baseball couple yang harus dia pakai ketika mereka jalan bareng ke bioskop? Ekspesktasi Raka hanya sebatas hal sederhana itu.
Namun ketika Raka tiba di rumah, dia merasa ada yang aneh. Ini adalah rumah keduanya, tempat dimana dia tinggal ketika masih kecil.
Baru seminggu dia menetap di sini sejak mamanya meninggal. Dia tidak ingin tinggal di rumah lama karena di sana dia selalu teringat mamanya.
Ada seorang perempuan berbaju daster duduk di kursi rumah sederhana itu. Kotak koper tergeletak di samping kursi yang wanita itu duduki.
Raka mengintip layar ponselnya yang berdering, terlihat pesan dari Dera,
Raka tidak membalas. Sejauh ini, dia tidak pernah berinteraksi dengan orang lain selain ketiga temannya dan guru-guru di sekolah semenjak mamanya tiada. Selain mereka, Raka selalu memilih untuk menghindar.
Mengingat ketulusan Dera membuatnya berpikir dua kali untuk mengusir Bi Ani. Lagipula, Raka akan terurus jika ada yang menemaninya di rumah itu.
"Siang, Den Raka!" sapa Di Ani dengan aksen Jawa yang khas.
"Neng Dera suruh saya pindah ke sini. Katanya, disuruh urus Den Raka."
Raka menyeringai. "Iya. Masuk aja."
Bi Ani mengekori Raka masuk ke rumah setelah pintu dibuka dengan kunci.
"Wah, rumahnya nyaman ya, Den." Bi Ani takjub melihat seisi rumah yang terlihat seperti bangunan baru. Masuk akal karena sejak di bangun rumah ini hanya ditinggali selama satu tahun sebelum Raka dan keluarganya pindah ke rumah yang lebih besar.
"Semoga betah," itu adalah satu-satunya yang bisa Raka katakan sekarang.
"Pasti betah, lah, Den. Saya ini tipe orang yang bisa menyesuaikan keadaan. Ngomong-ngomong, rumah saya ndak jauh dari sini loh, Den."
Raka mengangguk canggung. Dia tidak tau harus bagaimana menyikapi pengurus rumah tangga barunya.
"Saya akan menginap, tapi boleh ndak kalau saya izin pulang tiap malam Minggu, Den? Paginya saya balik lagi, kok."
"Ya, nggak papa."
"Oh ya," pekik Bi Ani. "Ndak usak sungkan, panggil saya Bi Ani aja."
Raka mengangguk lagi. "Ada kamar kosong di samping dapur. Di pojok utara masih bisa dipake. Di atas juga ada."
"Wah, makasih, Den. Nanti saya cari sendiri. Den kalau mau sitirahat, monggo. Biar saya bereskan barang-barang saya."
Raka bersyukur akhirnya dia terbebas dari situasi canggung itu. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mengirim pesan untuk Dera,
Raka melepaskan jas alamamter Triptha dan menggantungnya di gantungan mantel yang berdiri di samping lemari berkaca. Ada sebuah figura kecil di atas meja yang sedang Raka lirik.
Potret manis keluarganya yang harmonis,
dulu...
Kini berubah jadi teror yang tidak ingin Raka ingat seumur hidupnya. Terutama ketika dia melihat laki-laki yang berdiri di samping ibunya sambil merangkul Raka. Senyum laki-laki itu memperlihatkan pengkhianatan.
YOU ARE READING
The Golden Student
Teen FictionWajib Follow Sebelum mambaca! TRIPTHA SERIES 3 : THE GOLDEN STUDENT ~ Ketika pacar jadi musuh. ~ Ketika teman jadi orang yang pertama kali dicurigai. ~ Ketika keluarga jadi satu-satunya orang yang membuatmu kecewa. "Gue pikir lo nggak bisa bahagia t...