Δ

1.8K 49 0
                                    

DELTA
H

uruf ke-4 dalam alphabet Yunani

* muatan parsial dalam kimia molekuler
δ






Ini bukan pertama kalinya Seli berhadapan dengan pak Hasan sejak naik ke kelas 12. Satu minggu setelah tahun ajaran baru dimulai, Seli dilaporkan memberontak di perpustakaan karena mengembalikan buku tidak tepat waktu.

"Apakah sudah selesai?" tanya Pak Hasan setelah Aldi mengakhiri ceritanya tentang kecurangan Seli malam itu.

Aldi mengangguk. Dia puas melihat ketakutan di wajah Seli.

Pak Hasan memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak. "Baiklah, terima kasih atas laporan yang kamu berikan, Aldi. Ini kali pertama kamu terlihat peduli dengan Triptha."

Keringat Seli bercucuran melihat Pak Hasan sepakat dengan Aldi, padahal bisanya mereka bermusuhan.

"Saya sudah memanggil Pak Raden untuk mengklarifikasi masalah ini."

Tak lama kemudian, laki-laki paruh baya berpakaian batik masuk ke dalam ruangan Pak Hasan melalui pintu belakang. "Selamat pagi, Pak. Eheh ... maaf agak terlambat. Habis dari lab bahasa." Dia tertawa kecil. " Ada apa ini?"

Pak Hasan mengedikkan dagunya ke arah Aldi dan Seli. "Biasa, Pak."

Pak Raden menatap kedua siswa itu satu persatu.

"Aldi melaporkan bahwa Seli mengubah nilainya sendiri lewat laptop Anda Senin lalu, dengan cara masuk secara ilegal ke ruangan Anda," lapor Pak Hasan.

Bibir Pak Raden yang biasa membengkok ke atas, kini membengkok ke bawah.

"Saya punya buktinya, Pak." Aldi berusaha membela diri. Dia memperlihatkan laptop di hadapan Pak Hasan kepada Pak Raden. "Lihat, di sini ada riwayat revisi file. File ini hanya ada di laptop bapak dan terakhir direvisi pada tanggal 24 Agustus jam 11 lebih 18 menit," jelas Aldi.

"Bapak mungkin nggak tau karena bapak tidak ada di Triptha malam itu. Tapi pada saat itu, saya ada di asrama. Tepat pukul 11 lebih 5 menit, lampu mati dan kembali hidup sepuluh menit kemudian. Kemungkinan besar, Seli masuk ke dalam ruangan bapak ketika lampu mati, karena otomatis cctv mati dan dia tidak akan terdeteksi lewat cctv.

Setelah itu, Seli mengedit nilainya sendiri. Bapak belum mengeceknya, tapi Bapak sudah menyetornya kepada kepala sekolah. Sehingga Seli diumumkan naik ke kelas yang lebih unggul. Ini kejahatan, Pak!"

Pak Raden kehilangan kata-kata. Melihat bukti yang Aldi berikan dan penjelasan yang logis itu membuat Pak Raden berpikir dua kali sebelum membela Seli.

Sementara itu, Seli sudah memucat dan sebentar lagi akan tumbang jika saja dia mendengar bahwa dirinya dikeluarkan dari sekolah ini karena Aldi. Tangannya meremas ujung rok identitas yang ia pakai.

"Sebelum itu, saya ingin minta maaf kepada Seli," kata Pak Raden membuat Aldi menautkan alis. "Seli mencontek di kelas saya, karena itu saya belum mengubah nilainya yang semula empat puluh menjadi delapan puluh."

Seli menatap tegang ke arah Pak Raden.

"Begini, Pak Hasan." Pak Raden menatap serius. "Seli mengikuti ujian quarter assesment. Dia mendapatkan nilai delapan puluh-"

"Enggak, Pak. Itu Seli yang ubah sendiri-"

"Tunggu dulu!" sela Pak Raden. "Biar saya jelaskan!" Pak Raden memperingatkan Aldi dengan tangannya yang sudah keriput. "Jadi, nilai-nilai Seli ini sudah mencapai delapan puluh di setiap mata pelajaran. Tapi saya tidak mengubahnya sebagai ancaman karena Seli sudah mencontek di kelas saya. Saya berniat mengubahnya, tapi saya sudah melihat nilai Seli ternyata sudah berubah sendiri.

"Awalnya saya kaget, kok bisa berubah sendiri. Rupanya karena Seli sendiri yang mengubahnya," jelas Pak Raden membuat wajah Seli berwarna kembali. Sedangkan Aldi kini menatap tak menyangka karena dirinyalah yang jadi sasaran.

"Iya, Pak," Seli akhirnya punya keberanian untuk bersuara. "Saya takut sama ancaman Pak Raden. Takutnya nilai saya nggak dibenerin, keburu disetor ke Bu Kepala. Akhirnya saya benerin sendiri."

Pak Hasan menghela napas. "Tapi tetap saja kamu sudah melakukan kejahatan dengan masuk ke ruang guru tanpa izin."

Seli menunduk. "Saya janji tidak akan mengulangi lagi, Pak."

"Benar kamu berjanji?" seru Pak Hasan.

"Iya, Pak. Saya janji."

Aldi menatap tak terima. "Jangan bilang bapak nggak akan hukum dia."

"Ya, saya yang akan hukum kamu." Pak Hasan bicara dengan santai.

"Gue?!" pekik Aldi. "Kenapa bapak mau hukum saya? Saya melaporkan apa yang saya lihat."

Pak Hasan mengulum senyum. "Setau saya, anak asrama tidak diperbolehkan keluar setelah jam sepuluh malam. Apa yang kamu lakukan sampai bisa melihat Seli sedang berlari di koridor sekolah?"

Aldi terlihat panik. Tidak ada suara keluar dari mulutnya. "S-saya ..."

"Kamu sama-sama melanggar aturan seperti Seli."

"Tapi saya mengawasi Seli, Pak," sahut Aldi berusaha membela diri.

"Mengawasi Seli?" Pak Hasan manautkan alis. Seli sudah tak bisa menahan senyum puas di wajahnya. "Kenapa kamu tidak laporkan ke penjaga dan membiarkan mereka yang menangani Seli? Saya tau apa yang sedang kamu lakukan di luar, nongkrong bersama teman-teman kamu, kan?"

Aldi menggeleng panik.

"Kalian berdua akan mendapatkan hukuman!" Pak Hasan menatap Aldi dan Seli satu persatu. "Kalian tidak boleh tinggal di asrama lagi!"

Baik Seli maupun Aldi membelalakkan mata terkejut.

The Golden StudentWhere stories live. Discover now