Rasa Iri

71 15 1
                                    

"Mommy!" Langit berlari menghampiri ibunya yang baru saja pulang kerja.

"Tadi hari pertama masuk bagaimana rasanya?" tanyanya.

"Tadi Langit nangis gara-gara temen Langit nanya, kaki Langit."

"Nangis? Gimana ceritanya kamu nangis?"

"Dia nanya, kaki Langit kenapa? Eh Langit langsung nangis. Karena takut di-bully lagi."

"Polos banget kamu Dek. Siapa nama teman barumu?" Sunny menyamakan tingginya dengan anak bungsunya.

"Nama teman Adik, Zyandra."

"Zyandra? Kayak gak asing namanya."

"Mommy kenal?"

"Sepertinya. Zyandra seperti nama anak bungsu teman Mommy."

※※※

Jam menunjukkan pukul 7 malam. Langit duduk di teras rumah menunggu ayahnya pulang bekerja. Ayahnya berjanji padanya, pulang kerja nanti ayahnya akan membelikan sesuatu untuknya. Langit benar-benar penasaran dengan hadiah yang akan ayahnya berikan untuknya.

"Papi lama banget pulangnya. Langit gak sabar sama hadiah yang mau Papi kasih."

Langit memainkan mainannya dengan rasa kesal dan bosan menunggu ayahnya.

"Udah Langit tunggu-tunggu, eh Papi gak pulang. Nyebelin banget jadinya." gerutunya.

Angkasa keluar dari rumahnya dan menghampiri Langit yang tengah duduk di teras rumah.

"Adik, kenapa duduk-duduk di sini?" Angkasa ikut duduk di samping Langit.

"Nungguin Papi. Papi janji mau membawakan Adik hadiah."

"Cuman Adik yang Papi beliin hadiah?  Kakak enggak?" wajah Angkasa sedikit murung.

"Gak lah. Kakak juga pasti dibelikan. Kita kan anak Mommy dan Papi. Masa belikan mainan satu doang?"

●●●

Suara mobil terdengar oleh Langit. Langit kembali keluar untuk memastikan bahwa yang pulang itu adalah ayahnya.

"Ternyata Bang Daniel. Langit kira Papi." Langit kembali masuk rumah dalam keadaan kecewa.

"Papi sepertinya tak pulang malam ini."

Daniel menghampiri adik bungsunya lalu menyodorkan satu buah cokelat untuknya.

"Papi gak pulang malam ini. Ada pekerjaan mendadak." ucap Daniel. Langit mengambil cokelat tersebut dan menaruhnya di atas meja.

"Papi ... ingkar janji. Langit gak suka."

"Besok insyaallah pulang. Mommy mana?"

"Keluar kota sore tadi. Jadi di rumah cuman ada Langit, Kak Kasa, Mbak-mbak, sama Abang."

"Adik gak suka? Cokelat itu bikin mood kita baik."

"Abang memberikan cokelat cuman ke Adik. Buat Kak Kasa gak dikasih. Nanti Kak Kasa ngambek gimana? Adik gak enak 'kan jadinya."

"

Kasa suka bola-bola cokelat wafer khas lebaran. Kalo kayak gini kurang. Ini Abang beliin Kasa cokelat kok. Adik Abang kan 2, Kasa dan Langit."

"Di mana Kasa?"

"Di kamarnya lah."

Daniel berjalan ke kamar adik pertamanya. Daniel membuka pintu kamar dan melihat Kasa yang menangis di balik selimutnya.

"Kenapa Kak? Ada masalah?" Angkasa menggeleng.

"Jangan bohong kamu. Dosa. Bilang jujur apa susahnya?"

"Papi beliin Langit hadiah sedangkan Kasa tidak. Memangnya anak Papi cuman Langit doang?"

Daniel sedikit terkekeh mendengar ucapan adiknya. Rupanya adiknya sedang iri kepada Langit.

"Papi mana pernah beliin mainan atau hadiah satu doang. Jangan berasumsi seperti itu."

"Tadi aja Mommy sebelum berangkat nawarin Langit oleh-oleh. Sedangkan Kasa tidak. Mommy juga tak pamit ke Langit."

"Memang, tadi Kakak Kasa ke mana?"

"Ada di kamar."

"Mungkin Mommy terburu-buru, Kak. Nanti juga Mommy beliin Kakak hadiah kok."

"Biar kamu gak ngambek, Kakak ajak kamu ke pasar malam gitu. Mau gak?"

"Mau, tapi Langit jangan diajak! Kakak mau berdua sama Abang aja."

"Kok gitu? Gak boleh gitu Kak."

"Bodo amat. Mommy sama Papi juga lebih sering ngajak Langit jalan-jalan dibanding ngajak Kakak."

"Ya sudah. Iya. Kita ke sana berdua, gak sama Langit."

●●●

Di pasar malam, Angkasa menaiki kora-kora bersama Daniel. Setelah itu mereka menikmati street food yang terjaja di sepanjang jalan. Mereka hanya berdua pergi tanpa mengajak Langit.

Daniel memberhentikan motornya di depan gerobak yang berjualan spagetti kesukaan adik bungsunya.

"Mau beli gak? Abang mau beli ini buat Langit." Angkasa mengangguk.

Setelah membeli spagetti dan beberapa jajanan street food lainnya mereka kembali pulang ke rumah.

"Bang, Kasa udah jahat ya sama Langit? Kasa sedang iri Kak. Langit selalu diutamakan sedangkan Kasa tidak." ucap Kasa di tengah perjalanan pulang.

Daniel tak menjawab. Ia terdiam dan tersenyum. Angkasa sudah menyadari kesalahannya. Angkasa juga tak salah jika ia iri. Sejatinya, orang tua semaksimal mungkin berusaha untuk adil dan setara. Tapi terkadang orang tua tak menyadari itu.

●●●

Langit bersiap untuk berangkat ke sekolah. Langit tak menyapa Angkasa seperti biasanya. Ia menyadari bahwa  kakak keduanya itu sedang marah padanya.

"Langit tungguin Kakak!" ucap Angkasa dan berlari menuruni anak tangga.

"Iya Kak!"

Sepanjang perjalanan mereka terdiam sampai akhirnya sampai di sekolah mereka.

"Langit,"

Langit menghentikan langkahnya. Dan membalikan badannya di hadapan Angkasa.

"Ada apa Kak?"

"Maaf. Semalam Kakak udah marah ke Langit trs udah bikin Langit sedih juga."

"Maaf." ucap Angkasa lagi.

"Langit juga mau minta maaf. Karena hadirnya Langit, Kakak jadi ..." Langit meneteskan air matanya.

"Jangan merasa begitu. Kakak bangga kok punya adik seperti Langit. Terima kasih sudah hadir. Ayo ke kelas!"

TBC!

6-4-23

Langit dan HarapannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang