Pesawat Kertas Harapan

77 14 3
                                    

Vote ya! Kalau bisa follow akunku!
.

Henry keluar dari kamarnya kemudian berjalan menuju kamar Langit. Henry mengetuk pintu kamar Langit, tetapi tak ada sautan dari dalam.

"Langit, buka pintunya Nak! Ini Papi."

"Papi pergi sana! Langit mau sendiri! Jangan nganggu Langit!"

"Langit, jangan begitu dong. Langit 'kan anak baik dan shalih. Papi tahu perasaan Langit lagi tidak baik. Jangan begini ya. Langit mau jadi anak yang ceria dan happy atau anak yang murung dan sedih?"

"Mereka mengatai Langit, sama saja mengatai Allah. Allah juga 'kan pernah bilang, "Allah tak akan menguji hambanya diluar batas kemampuan hambanya". Kamu paham 'kan? Kamu adalah orang spesial yang dipilih Allah. Mereka yang normal juga tak sempurna bagi Papi. Mereka tak sempurna, karena mereka sudah mengejek ciptaan Allah dan juga, sudah membuat ciptaan Allah tersakiti hingga menangis,"

"Kamu paham 'kan maksud Papi?" sambungnya.

Langit merasa sedikit tenang karena ucapan Henry. Kemudian ia menyeret tubuhnya hingga ke pintu kamar dan membukakan pintu kamar untuk Henry.

Pintu terbuka, dan Langit kembali menangis dengan keras. Henry menggendong Langit agar sedikit tenang.

Henry melihat kamar Langit yang berantakan.

"Langit, dengar Papi! Langit boleh emosi, Langit boleh marah, sedih, tapi jangan sampai emosi tadi, merugikan diri Langit!"

"Istighfar Nak, istighfar!"

"Maafin Langit hiks ... Langit tak bersyukur Papi. Allah pasti sedang marah karena Langit tak bersyukur." Henry membawa Langit ke kamarnya. Sebelum pergi ke kamarnya, Henry meminta tolong ART-nya untuk membersihkan kamar Langit.

Henry mendudukan anak bungsunya di atas sofa kamarnya. Kemudian ia mengambil kotak P3K untuk mengobati luka di lutut dan di dagu Langit.

"Tadi kamu sampai seperti ini kenapa?" Henry pelan-pelan mengobati luka Langit.

"Langit tadi mencoba untuk berjalan tanpa sepatu besi itu. Ternyata tak bisa. Langit kurang keseimbangan, kemudian terjatuh."

"Minggu depan kita terapi. Agar kaki Langit kuat!" Langit mengangguk setuju.

"Langit?" ucap Sunny yang baru saja bangun dari tidurnya. Kemudian ia berjalan menghampiri Langit dan suaminya, "Langit kenapa Mas?"

"Langit mencoba berjalan tanpa sepatu besi dan akhirnya terjatuh." jelas Henry sambil mengobati kaki Langit.

"Besok kamu izin saja tak masuk sekolah. Lukanya lumayan lebam." ucap Sunny.

"Langit tak mau sekolah! Langit tak mau diejek! Langit gak mau sekolah!" Langit kembali mengamuk dan Henry memberikan pelukannya kembali untuk menenangkan Langit.

"Teman-teman Langit mengejek Langit! Di sekolah Langit tak memiliki teman! Gak mau sekolah! Langit gak mau sekolah!"

Sunny kembali meneteskan air matanya. Anaknya sekarang dipenuhi rasa takut akan diejek oleh teman-temannya.

Henry mengendong Langit. "Papi tahu perasaan Langit. Bersabarlah Nak, Pasti ada yang mau berteman

"Iya, iya, Langit tak apa, tak bersekolah dulu. Umur Langit masih muda."

"Langit gak mau sekolah Papi! Langit gak mau sekolah!"

Henry menghampiri istrinya yang sedang menangis, "Jangan menangis Sunny, Mas akan mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini." Henry menghapus air mata istrinya.

Langit dan HarapannyaWhere stories live. Discover now