22

373 24 0
                                    

Selah pembicaraan yang menguras emosi itu, mereka berdua sudah bersikap biasa saja lebih tepatnya menutupinya seluruh rasa sedih dan luka agar tidak diketahui oleh siapa pun.

Di malam harinya yang menjaga Aura adalah Jeremy, Jeff sudah mengatakannya jika dia tidak bisa karena Kyla selalu minta ditemani jika tidur jika tidak dia tidak bisa tidur.

Perasaan Aura sangat sakit mendengarnya dan sebisa mungkin untuk tidak peduli dan memasang senyum palsu seolah dia baik-baik saja dan dia sedari tadi ditemani oleh Jeremy tapi pria itu sama sekali tidak mengajaknya berbicara dia sibuk dengan tablet di tangannya.

Aura juga tidak mempermasalahkannya, itu lebih baik dibandingkan jika Jeremy berbicara dan menyakitkan hatinya yang terluka dengan kata-kata pedasnya yang menohok.

Tapi saat jam makan dan minum obat, Jeremy sama sekali tidak lupa dan sangat memperhatikannya, Aura tidak tahu apa yang mendasari pria itu mau berubah baik dan peduli dengannya bahkan rela menjaganya juga di rumah sakit yang tentunya terasa membosankan.

Seandainya saja yang berada di posisi Jeremy adalah Jeff pasti Aura akan lebih bahagia, hanya saja semua keinginan Aura hanyalah angan-angannya yang semu.

Tapi sedari tadi juga Aura lebih banyak diam dengan tatapan kosongnya, memikirkan semuanya dan sepertinya dia akan banyak melamun setelah ini.

"Kenapa belum tidur? Ibu hamil tidak boleh begadang. Cepat tidur." ucap Jeremy dengan nada dingin dan tidak bersahabatnya seperti biasanya tapi bagi Aura kali ini nada bicara Jeremy justru terkesan sangat peduli dengannya.

"Aku tidak bisa tidur Jeremy." jawab Aura dengan jujur dan pelan. "Aku tiba-tiba saja merindukan kakakmu, aku ingin tidur dipeluk olehnya."

Ucapan Aura menohok Jeremy hingga membuatnya menghela napas kasar. "Kak Jeff dengan kak Kyla, mungkin dia sudah tidur juga."

"Hm... Aku tahu." ucap Aura pelan. "Jeremy mau, 'kah kau yang memelukku hingga tertidur?"

Permintaan Aura membuat Jeremy melototkan matanya seketika. "Apa!"

"Lupakan Jeremy, maaf mengatakan hal itu." ucap Aura pelan dan terlihat serius.

Jeremy kembali memasang wajah dingin dan tidak bersahabatnya pada Aura seperti biasanya, tapi tiba-tiba saja dia meletakkan tabletnya lalu duduk di samping ranjang Aura dan membenarkan posisinya. Lalu memeluk Aura sampai membuat wanita itu terkejut bukan main. "Ayo tidur, aku akan memelukmu menggantikan kakakku. Anggap saja aku kak Jeff, wajahku dengan wajahnya juga mirip. Jadi keponakan uncle yang baik, harus buat mama cepat tidur ya jika tidak mama akan tinggal lebih lama di rumah sakit."

Jeremy juga mengusap lembut perut Aura yang sedikit membucit dan Aura menangis seketika dia sangat terharu dengan sikap peduli Jeremy yang diluar dugaannya bahkan Jeff tidak pernah berpikir akan melakukan hal seperti yang dilakukan Jeremy sekarang yang ada dipikirannya hanya Kyla dan Kyla saja.

"Kenapa sekarang kau justru menangis? Aku sudah memelukmu dan menjadi kak Jeff dan menyuruhmu untuk tidur bukan menangis!" ucap Jeremy dengan nada kesalnya.

"Maafkan aku, aku hanya terkejut dan tidak percaya kau mau memelukku, jika melihat dulu kau sangat benci denganku." jawab Aura dengan jujur dan terisak pelan.

Jeremy menghela napas kasar lalu menghapus air mata Aura. "Dulu aku terlalu termakan emosiku dan menuduhmu dengan tidak berdasar hingga kau menjelaskannya hari itu aku sadar, aku telah melakukan kesalahan padamu. Maafkan aku, seharusnya aku tidak bersikap seperti itu dan menghargai keputusan kakakku yang lebih memilih untuk menikahimu pasti dia memiliki alasan tersendiri dan harusnya aku juga sadar jika memang dari dulu kakakku itu, tidak pernah bisa mendapatkan cintanya dia terlalu lambat dan bodoh."

"Aku sudah memaafkanmu jadi jangan terlalu dipikirkan lagi. Sebentar lagi aku juga tidak akan menjadi kakak iparmu lagi, mungkin kak Kayla benar-benar akan menjadi kakak iparmu." ucap Aura dengan lembut.

"Apa maksudmu?" tanya Jeremy yang tidak begitu paham maksud ucapan Aura.

"Seperti yang kau inginkan, kakakmu sudah membicarakan perceraian dan cepat atau lambat kita akan berpisah. Anak dalam kandunganku menjadi penghambat perpisahan kami untuk saat ini, Jeff memilih mempertahankan pernikahan ini setelah anak kami lahir Jeremy." ucap Aura pelan dengan mata yang sudah meneteskan air matanya. "Benar katamu sepertinya aku harus menyerah saja, melihat mereka terus bersama dengan penuh tawa itu, menyakiti perasaanku. Tapi dengan bodohnya aku tetap mencintai kakakmu Jeremy, aku harus bagaimana?"

"Maka jangan cintai kakakku, lupakan dia." Jeremy sangat serius meskipun tadi juga sempat terkejut tidak menyangkah kakaknya akan membicarakan perceraian disaat kondisi istrinya sedang tidak dalam keadaan baik.

"Aku tidak bisa, sulit rasanya karena cintaku untuknya sangat kuat dan bertumbuh kokoh di dasar hatiku. Aku tidak bisa tidak mencintainya, aku sangat mencintainya Jeremy." Aura kembali menangis penuh terisak menyedihkan. "Apakah aku tidak pantas untuk mendapatkan cinta Jeff, sebegitu tidak sempurnanya, 'kah diriku hingga dia tidak bisa melihat cinta dan perasaanku Jeremy?"

Jeremy semakin mempererat pelukannya, dia tidak bisa berbicara lagi karena setiap ucapan yang keluar dari mulut Aura terasa begitu menyakitkan baginya.

Aura terus menangis hingga tertidur di pelukan Jeremy, setelah melihat napas Aura yang sudah teratur, Jeremy membenarkan posisi Aura dan melepaskan dirinya terakhir dia membenarkan letak selimut Aura, lalu dia mengirimkan pesan pada kakaknya.

Di pagi harinya Aura sudah diperiksa oleh dokter keadaannya benar-benar sudah membaik dan nanti siang dia boleh pulang setelah menghabiskan cairan infusnya.

Aura juga sarapan dengan disuapin oleh Jeremy jika orang lain melihatnya mereka terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia dengan suami tampan yang penuh perhatian, tapi sayangnya tidak, suami aslinya justru bermalam dengan wanita lain disaat istrinya terbarinh lemah di rumah sakit dan hanya ditemani oleh adik iparnya, sungguh menyedihkan memang.

Lalu terakhir Jeremy memberikan beberapa butir obat untuk Aura konsumsi.

Selesai dengan kegiatan paginya, Aura menatap pintu dan terlihat sangat menunggu kehadiran Jeff, dia berpikir apakah Jeff tidak mau datang lagi. Seketika itu juga membuat Aura menundukkan kepalanya, sedih.

"Kak Jeff akan segera datang, dia sedang diperjalanan sekarang. Dia sudah meliburkan dirinya dan akan menemanimu sampai siang hingga kau pulang." ucap Jeremy dengan nada dinginnya seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Aura sekarang ini.

Aura terlihat tersenyum senang, dan Jeremy tersenyum tipis. "Apa benar kak, kau menceraikan wanita ini, dia seseorang yang hatinya benar-benar lembut penuh ketulusan, kau sungguh akan membuangnya demi cintamu yang buta dan tidak tahu arah itu?" batin Jeremy berbicara.

Lalu beberapa menit kemudian Jeff datang, tentu dengan Kyla di belakangnya.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Jeff dengan lembut, jujur hatinya sangat sakit saat dia mendengar rekaman suara Aura yang menanyakan tentang pantas atau tidaknya dia di sampingnya, itu sangat melukainya setelah semalam Jeremy mengirim percakapan singkatnya dengan Aura.

Jeff mengakui dia salah dan dia tidak bisa membuat Aura terus menerus merasakan sakit seperti itu, Jeremy mengatakan padanya jika dia harus bersikap tegas serta adil dan benar-benar memberikan Aura banyak perhatian serta rasa pedulinya terlebih dia telah hamil anaknya.

Tanpa dia duga Aura langsung memeluknya erat. "Aku sangat merindukanmu Jeff, sangat merindukanmu. Boleh aku memelukmu lebih lama lagi?"

Jeff tanpa banyak bicara langsung memeluk tubuh Aura dengan erat, mengabaikan tatapan Kyla yang terasa memanas dan iri.

Pelukan mereka harus terlepas saat dokter datang dan melihat cairan infus Aura yang sudah habis lalu perawat datang dan melepaskan selang infusnya, Jeff menggenggam tangan Aura begitu erat seolah meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja disaat Aura terlihat takut perawat itu melepaskan infusnya.

Jeremy tersenyum tipis melihat kakaknya yang sudah sedikit mau peduli dengan Aura.

Tbc

Istri TerlupakanWhere stories live. Discover now