chapter 7

15.7K 561 15
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
.
.
.
.
.

Suasana pesantren hari ini cukup sibuk, banyak pasang kaki berjalan kesana kemari tak tentu arah. Semua orang mementingkan urusannya masing-masing.

" Mbak, ini bahan-bahan nya tidak ada yang kurang bukan? " tanya Ning Amara.

" Saya rasa sudah lengkap Ning "

" Panggil Amara saja mbak, tidak perlu terlalu formal. bagaimanapun mbak Xavia lebih tua dari pada aku "

" Mau dipanggil adik? " canda Xavia.

" Tidak masalah, mbak Xavia sudah aku anggap seperti kakak sendiri, " balas Ning Amara dengan kekehan kecil.

" Yang benar saja kamu. ya sudah Amara saja "

" Terserah mbak saja, " jawab Amara sambil mengacungkan jempol nya ke arah Xavia.

" Acara nya sudah ingin dimulai  "

Acara dilaksanakan di lapangan tengah pesantren yang memang cukup luas. acara lomba memasak dan hadroh dijadikan satu tempat. Jadi bisa dibilang memasak sambil bersholawat. santri dilarang memasuki kawasan lomba terkecuali para peserta. yang tidak bergulat dengan lomba maka diwajibkan hanya bisa menonton dipinggir batas kawasan perlombaan.

Tetapi sebelum acara lomba dimulai, acara yang utama akan dibuka yaitu pidato dari Gus Mahen beserta pemotongan tumpeng sebagai rasa syukur akan milad pesantren Al Hafiz yang telah berdiri selama puluhan tahun itu.

Sekarang giliran acara Hadroh untuk dimulai, semua santri terlebih para perempuan berteriak histeris tatkala para Gus itu menaiki panggung dan bersiap untuk melakukan aksinya.

" Allahu Allahu Allahu Allahu "

" Allahu Allah laa ilaaha illallaah "

" Maa madda likhoiril kholqi yadaa "

" Ahadun illaa wa bihi sa'iidaa "

Pekikan keras para santri terdengar ricuh semenjak Gus Varo mengeluarkan suara nya yang begitu memanjakan pendengaran orang.

" Fa lidzaaka madadtu ilaihi yadii "

" Wa bidzaalika kuntu minas su'adaa "

" Baabuun lillaahi samaa wa 'alaa "

" Qodron wamtaajaa bikullin 'ulaa "

" Wal kullu bida'watihit tasholaa "

" Billaahi wa haaza bihil madadaa "

" fa bi-ayyi aalaaa-i robbikumaa tukazzibaan, " gumam Nadin.

" Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? " sambung Mira.

" Ma syaa Allah, suara nya Gus Varo merdu ya Ning "

" Sangat, sangat merdu, " jawab Amara sambil tersenyum.

" Merdu juga suara Gus Varo, " gumam Xavia lirih dengan kedua matanya yang terus memperhatikan penampilan para Gus didepan sana.

Guliran Tasbih Aldevaro [Segera Terbit]Where stories live. Discover now