"Gue salah nilai lo baik dari awal."

---

3 jam kemudian...

Tringgg...

"Anjir Naura nggk balik-balik dari tadi tuh anak kemana sih."

Shifa mulai khawatir dan mencarinya ke toilet dan benar saja iya melihat pasang sepatu dari bawah bilik toilet itu.

Pasang sepatu itu sangat familiar baginya. Itu milik Naura.

Dari luar Shifa mendengar suara isakan tangis dari gadis itu.

"Ehh Fa, Naura kenapa sih dari tadi dia didalam sambil nangis?"

"Gue juga nggk tau, tadi dia baik-baik aja."

"Gue khawatir sama dia, udah dari jam 8 dia didalam."

Shifa melirik jam tangan yang ia kenakan. Sekarang sudah menunjukkan pukul 10.49 itu artinya 3 jam lebih Naura didalam.

Tokk.. Tok..

"Naura lo kenapa?"

"Jangan ganggu gue Fa, gue butuh sendiri."

"Iyaa gue tau lo butuh sendiri tapi lo udah 3 jam lebih didalam sana, nanti lo sakit karena kedinginan."

Naura mendengarkan suara sahabatnya itu. Dia menjadi berfikir kalau dia sakit tidak akan ada yang mengurusnya. Sandy? Huh bahkan dia masih menganggap perkataan laki-laki itu hanya mimpi.

Naura bergegas membuka pintu bilik toilet itu.

"Maaf udah buat lo khawatir Fa."

"Lo mau ceritakan sama gue?"

"Lainkali aja Fa, gue mau balik ke kelas. "

Shifa memandang Naura dengan perasaan khawatir. Yang bisa ia lakukan kan sekarang hanyalah menuntun Naura untuk jalan.

Setiba dikelas mereka disambut dengan keadaan kelas yang sangat ribut. Ternyata sekarang waktunya istirahat.

'Anjir Naura lo bolos?'

'Gile seorang Naura bisa bolos juga.'

'Fiks kita tumpengan hari ini.'

Jelas jika semua teman sekelas Naura merasa heran dengan keajaiban dunia ini. Naura sangat tertib dan taat aturan yang sekolah buat.

Naura seperti itu agar nama Ayahnya tidak tercoreng buruk oleh masyarakat sekitar. Dia hanya menjaga sikap agar citra Ayahnya tetap bersih.

"BISA DIAM NGGK SIH LO SEMUA."

Mendengar suara dari sahabatnya Naura yang tak lain Shifa mereka semua terdiam.

Siapa yang mau melawan titisan nenek gayung ini? Berurusan sama dia sama saja dengan menggali kuburan sendiri.

"Makasih Fa udah ngerti."

Shifa tersenyum sahabatnya ini akhirnya berbicara padanya.

"Udah seharusnya Ra."

---

Tringgg...

Bel sekolah berbunyi menandakan iam pulang tiba. Itu membuat suasana sekolah menengah atas ini tiba-tiba saja menjadi pasar. Sangat ramai dan berdesakan.

Nampak seorang anak laki-laki dengan perasaan marah yang ia tahan dari pagi hingga siang hari ini menjadi memuncak kembali.

Ia menaiki tangga yang membawanya langsung ke rooftop sekolah. Tanpa aba-aba ia mendobrak pintu ruangan kecil yang ada disana.

Semua Tentang KitaWhere stories live. Discover now