04. Hai Riby

70.7K 6.8K 41
                                    

Riby kembali meneguk air putih dari botol yang tadi disuguhkan sang pemilik rumah, yang kini duduk di sampingnya dengan ponsel yang menempel di telinga. Tanpa peduli dengan Riby yang mencoba menetralkan detak jantungnya yang sialnya malah semakin cepat.

Mulut Riby komat kamit membaca doa apa saja yang ia hapal, entahlah kenapa ia bisa setakut ini. Padahal mereka sudah tidak punya hubungan apa - apa setelah bercerai. Jadi, kalau mereka bertemu dengan status seperti ini, sebenarnya tidak masalah bukan?

"Ok..gue absen malam ini, lo handle dulu."

".................."

"Iya ada urusan penting, thanks bro."

Riby menggigit bibir bawahnya, ketika tidak sengaja mendengar percakapan Langga dengan temannya. Urusan penting, kenapa ia menjadi takut mendengar kata - kata itu. Apa ia akan dihakimi setelah ini.

Sekali lagi, ia edarkan pandangannya kesekeliling ruangan, menatap apa saja yang bisa ia tatap. Mencoba tidak peduli dengan sorot tajam lelaki yang kini sudah menaruh ponsel di atas meja depan mereka.

Sedangkan Langga, nama lelaki itu. Kini bersandar di sandaran sofa dengan kaki kanan bertumpu di kaki kiri, tatapannya lurus menatap wanita di sampingnya yang terlihat sok sibuk menatap sekitarnya. Tidak banyak yang berubah dari wanita ini, hanya saja sorot matanya terlihat lelah, entah apa yang ia pikirkan sehingga seperti itu. Langga tidak habis pikir dengan wanita yang pernah menjadi istrinya ini, padahal seingatnya wanita ini sudah tidak berumur belasan tahun. Tetapi kenapa pola pikirnya masih ingin bermain - main, tidak mungkinkan ia melakukan ini semata karena uang.

"Sejak kapan kerja kayak gini?"

Riby yang ditanya memilih menundukan kepalanya, ia bingung harus menjawab apa. Apa ia harus jujur atau memilih berbohong saja. Tetapi kalau ia berbohong, apa akan menyelesaikan masalah?

"Emm...baru sekali." Jawabnya yang akhirnya memilih untuk jujur.

Hening beberapa saat.

"Kenapa?"

Riby terdiam cukup lama, ia harus menjawab apa. Jujur ia bingung dan sedikit takut sekarang. Walaupun lelaki di sampingnya ini malah terlihat santai tanpa beban dengan pertemuan mereka, berbanding terbalik dengan dirinya yang kini duduk saja terlihat sangat tegang.

"Ya... biar dapat uang." Ucapnya, yang disambut kekehan Langga. Apa perkataannya lucu sehingga harus ditertawakan.

"Uang dari orang tua kamu kurang, sampai harus kerja kayak gini?"

Riby mendengus mendengar pertanyaan lelaki di sampingnya ini, tapi ia harus marah dengan alasan apa? sedangkan lelaki ini tidak tahu sama sekali masalah hidupnya. Mereka memang tidak pernah bertemu lagi, setelah bercerai tujuh tahun yang lalu.
Ia dengan hidupnya dan Langga dengan kehidupannya yang tidak ia ketahui.

"Harus dijawab?"

Kedikan bahu Langga, ia terima sebagai jawaban. Ya sepertinya tidak ada yang perlu dijelaskan, sekarang yang ia pikirkan hanya bagaimana memulai pekerjaannya. Riby hanya ingin cepat menyelesaikan semuanya, mendapatkan uang, setelah itu pulang dan membayar hutangnya kepada Tante Vina.

Dan semuanya selesai.

***

"Kapan dimulai?"

Langga menatap Riby dengan senyuman jahil, matanya menatap tubuh Riby seperti menilai. Sedangkan Riby yang ditatap seperti itu, tentu saja merasa risih. Tetapi ia tahan mulutnya yang ingin mengumpat, anggap saja ini bagian dari pekerjaannya.

"Kamu kangen gituan sama aku."

Riby tanpa sadar berdecih, apa katanya? Riby merindukan hal yang tidak - tidak dengannya. Apa perlu Riby ingatkan, dulu mereka sampai melakukan hal itu bukan karena suka tapi karena sebuah insiden.

Hai Riby (END)Where stories live. Discover now