02. Hai Riby

76.2K 6K 62
                                    

"Aduh, kenapa lo nabok gue?" Riby mengaduh dan mengelus lengannya yang baru saja dipukul Mitha.

"Elo jangan macem - macem ya by, jangan ngikutin jejak gue, cukup gue aja yang kotor lo jangan!!" Sewot Mitha, matanya hampir keluar karena melotot mendengar permintaan Riby.

Helaan napas Riby terdengar menyedihkan, tatapannya nanar menatap langit malam yang dihiasi banyak bintang. Sangat indah, tapi seolah mengejeknya yang sedang kesusahan.

"Otak gue blank, Mit. Gue udah nggak bisa mikir sekarang."

Mitha ikut menghela napasnya, sebagai orang yang sering mendengar keributan Tante dan keponakan itu, ia tahu bagaimana pusingnya menjadi Riby sekarang. Tapi sekali lagi, ia hanya orang luar dan tidak pantas ikut campur urusan Riby. Kecuali Riby, meminta bantuannya seperti sekarang.

"Kalau aja gue kaya, udah gue bantuin lo, gue bakalan kasih lo duit, tapi nyatanya Tuhan lagi marah ama gue, makanya gue miskin terus." Mitha meracau, dengan tatapan yang ikut menatap langit malam.

Riby tidak menggubris racauan Mitha, otaknya terasa penuh sekarang. Dan ia sedang berpikir, bagaimana caranya mendapatkan uang dengan jumlah yang banyak, supaya hutangnya cepat terbayar.

"Gue serius Mit, cariin gue Om - Om kaya raya dong, promosiin gue, bilang aja gue cuma pernah dipake sekali, itu juga tujuh tahun yang lalu. Aset gue masih bagus, apalagi dada gue, gede." Riby menatap dadanya yang memang berukuran lumayan besar, walaupun masih kalah dari milik Mitha.

"Stress lo!!"

Riby mengangguk, membenarkan perkataan Mitha. Bahkan rasanya ia hampir gila sekarang. Siapa yang tidak akan gila, ia wanita miskin dan sekarang harus menanggung hutang yang tidak sedikit.

"Tante Vina bikin gue gila Mit, kalau aja dia mau berbaik hati, gue nggak bakalan mau kayak gini." Ucapnya dengan suara lirih.

"Gue janji, bakalan berenti kalo udah dapat apa yang gue mau." Lanjut Riby, dengan tatapan memohon kepada teman yang sudah empat tahun ini ia kenal.

"Please."

***

Riby tidak konsentrasi bekerja hari ini, ini sudah hari ketiga, tetapi belum ada kabar apa pun dari Mitha. Apakah tidak ada yang berminat dengannya, atau Mitha yang tidak berminat mencarikan lelaki untuknya. Tapi sepertinya tidak mungkin, kemarin Mitha sudah berjanji untuk membantu.

"Total semuanya dua ratus empat puluh lima ribu, ya Bu."

"Terima kasih, Bu." Riby menghembuskan napas panjang, ketika pembeli terakhir selesai bertransaksi. Ia lirik jam yang menggantung di dinding toko, lima belas menit lagi toko tutup.

"Cit, mulai beberes yuk, gue mau pulang cepat hari ini." Ajaknya pada Citra, rekan kerjanya yang terlihat santai duduk di kursi.

"Yuk." Citra mengiyakan ajakan Riby, dia memang paling suka pulang on time. "Tumben, minta pulang cepat, biasanya lo paling santai kalau bagian pulang." Tanyanya yang kini sudah memegang lap bersih untuk mengelap etalase.

Riby mengedikkan bahunya, ia hanya ingin rebahan di kamar, sambil merenungi nasib mungkin."Lagi pengin leha - leha di rumah, kepala gue agak pusing." Ucapnya, yang kini sudah cekatan menyusun wadah kue dan merapikannya.

Bagaimana tidak cekatan, ini adalah pekerjaan yang sudah empat tahun digelutinya. Bahkan ia sudah bisa membuat beberapa kue yang di jual di toko ini. Walaupun tidak ikut dibagian pembuatan kue, ia sering kali melihat kegiatan teman temannya di dapur. Beruntungnya sang bos bukan orang yang pelit ilmu, sehingga tidak pernah melarang Riby atau pun yang lainnya yang mau belajar untuk melihat cara pembuatan kuenya.

Hai Riby (END)Where stories live. Discover now