5. Taylor Swift & Keringkihan

7 0 0
                                    

Saya bukan swifties garis keras. Tapi, saya memantau karya-karya Taylor Swift. 

Siapapun pasti sepakat bahwa Taylor Swift adalah penyanyi yang jenius, Prodigi.  Kecepatannya dalam berkarya, kualitas karyanya, keluasan genre musiknya, dan bahkan akhir-akhir ini seluruh video dan detailnya dibuat, ditulis, diarahkan, oleh dirinya sendiri. Arranged, directed, and written, by Taylor Swift.

Misal saat pandemi, lagu Willow, yang dirilis 11 Desember 2020 lalu, punya 9 versi /sudut pandang. Kesembilan versinya langsung menjadi pembicaraan dunia maya beberapa menit setelah lagunya dirilis.  Saya termasuk orang yang berdecak kagum melihat produktivitas Swift. Baru saja kemarin lagunya trending, sekarang sudah rilis lagu selanjutnya yang juga menaiki tangga trending.

Tapi saya tidak akan bicara betapa produktif karya Swift, tapi, saya akan lebih membahas betapa Taylor Swift, adalah salah satu sosok yang berhasil memeluk keringkihan hidupnya dan mengubahnya menjadi kekuatan.

Kalau mengamati lagu-lagu Taylor Swift, sebenarnya sebagian besar lagunya adalah diarynya. Saat ia remaja, ia menulis tentang fantasi-fantasi tentang jatuh cinta, patah hati, semakin dewasa lagunya menjadi semakin matang, mengkritik sistem sosial, politik, bahagia, marah, dan segala kisah menjadi manusia yang ia ceritakan melalui lagu-lagunya. 

Kejujuran memeluk seluruh fase hidupnya, termasuk keringkihan-keringkihannya, adalah kekuatannya. 

Kemarin saya berdiskusi dengan ibu tentang masalah saya. Lalu, saya sambil sesenggukan sambil bercanda, "Sedih banget sih, nangis terus dapat capek doang, Sayang banget kalau sedih cuma dapat sedih doang, jadi duit dong, kayak Taylor Swift, setiap sedih nulis lagu, trending, dapat duit, wkw. Bisa ga kayak gitu aku, wkkw. Ga mau nangis doang..."

Secara teori, emosi yang mentrigger lahirnya karya adalah emosi yang paling dan sangat. Artinya gugahannya sangat kuat. Emosi-emosi dengan gugahan kuat inilah yang biasanya menjadi pendorong kuat seseorang untuk berkarya. 

Tapi, tidak semua orang mau memanfaatkan momentum ini. Saat kita di titik-titik terendah, sedih, kacau, berantakan, kita ingin mengubah emosi dengan gugahan kuat ini menjadi hanya sebuah memori tentang kesedihan, kekacauan, atau, kita memanfaatkan momentum ini untuk berkarya dan memeluk kekacauan kita.

Taylor Swift menjadikan momentum-momentum gugahan emosinya itu menjadi karya. 

Saya sepakat bahwa tidak semua orang mau menunjukkan sisi manusiawinya, keringkihannya. Saya punya teori bahwa mereka yang mau menerima keringkihan dirinya, akan bisa menerima keringkihan orang lain. 

Kita semua pasti punya keringkihan, atau, sedang berada di posisi terendah dalam hidup kita. Tapi, pilihan kita, ingin semata terpuruk, atau, menjadikan gugahan-gugahan emosi itu menjadi kendaraan kita untuk berkarya.

Pilihan kita.

** 

Fakhirah, Bandung, 4 Maret 2023, 22:08

Tentang keringkihan saya dan tekad untuk menjadikannya kendaraan untuk berkarya.

Backsound : Willow by Taylor Swift







RESTARTWhere stories live. Discover now