2. Melawan Keterbatasan

18 1 0
                                    

Setiap kita memiliki keterbatasan. Entah itu soal ekonomi, lingkungan, kesehatan, atau bahkan mindset diri sendiri. 

Bagi saya, kali ini, adalah soal kesehatan. Untuk bisa beraktivitas optimal, saya harus dua kali "checkin" alias olahraga dalam sehari. Pagi dan sore. Pagi, untuk bisa beraktivitas full power sampai sore. Sementara, kalau saya mau bisa beraktivitas sampai malam. Sore, atau habis maghrib, saya perlu tambah 1 set streching lagi agar bisa beraktivitas dari malam. Jadi, kalau saya mau produktif hingga malam, ada 'harga, usaha, waktu' yang harus dibayar. 

Jadi, kalau ada orang yang mengatakan, "Wah, rajin olahraga sekali Fakhi yang sekarang," saya hanya akan nyengir dan tertawa, "Membayar kemalasan masa lalu wk,"

Saya tentu harus berdamai dengan diri saya yang sekarang, sesekali kadang merutuki 'takdir' saya hari ini, sembari istighfar begitu ingat bahwa segala perkara seorang muslim itu baik. Tentu, saya merindukan "sehat" versi saya sebelumnya. Saya merindukan produktivitas 300% saya. Saya merindukan ketahanan saya yang lama. 

Tapi, jika saya mau menjadikan keterbatasan saya sebagai game. Kadang saya akan berpikir, "Apa serunya menjadi pemenang tanpa tantangan," "Apa hebatnya jika pelaut tidak pernah menaklukkan ombak yang ganas," dan pun hidup saya, "Apa serunya hidup jika tidak ada tantangan," serta bukankah kapasitas kita dibuktikan dari menaklukan setiap tantangan yang ada. Kita bukan menang tanpa diuji. Kita bukan tangguh tanpa dicoba. Kita bukan lulus tanpa melalui ujian. 

Menghadapi tantangan ini. Olahraga, jaga pola makan, serta mengatur ritme hidup sudah coba dilakukan. Sembari masih medikasi dan beberapa upaya terapi lainnya. 

Entah berapa kali saya melakukan trial and error. Misal, jika saya hari ini berenang 30 menit, maka ketahanan saya bekerja adalaha 4-5 jam. Jika olahraga sore lagi, ketahanan saya ada di 2 jam. Berarti saya bisa produktif 7 jam. Atau, jika saya mau ada agenda sampai malam, saya bisa geser berenang menuju dzuhur. Atau, sebaliknya, saya berenang di sore hari. Terus saya cari formula terbaik untuk tetap produktif.

Sekali lagi, setiap dari kita mempunyai tantangan hidup masing-masing. Dan, keputusan kita, untuk menjadikan tantangan itu sebagai media asah kapabilitas dan resiliensi kita, atau, sebaliknya, menjadikan itu sebagai titik mundur dari berjuang.

Siapa pun yang sedang menghadapi tantangan versi masing-masing, saya berharap, kita berpegangan tangan, dan saling mengingatkan, "Tantangan itu adalah media kembang, bukan, pukulan mundur."

Saya yakin, Allah sudah menakar tantangan kita masing-masing. Tidak mungkin satu sama lain menukar tantangannya. Kitalah yang kuat menghadapi tantangan ini, bukan yang lain. Maka, jika saya sedang lemah, kadang sembari menguatkan tekad, saya akan merapal mantra "Pasti bisa dilalui, karena hanya saya yang sanggup, bukan yang lain,"

**

"Finding the lesson behind every adversity will be the one important thing that helps get you through it." Roy T. Bennett

**

Fakhirah Robbani, 22 Februari 2023, 

Tentang tekad berdamai dan bermain dengan keterbatasan serta tantangan.

RESTARTWhere stories live. Discover now