Asavella 🍁58

Mulai dari awal
                                    

"Pokoknya enggak ngerepotin bunda, mas. Kucingnya namanya Beebee. Buat, Langit. Kucingnya ganteng kek Taehyung."

Yuga tidak ingin melanjutkan obrolan sang adik yang terlihat bucin dan berimajinasi terlalu tinggi. Bagaimana bisa manusia bucin itu menyamakan kucing dengan orang.

Bian merapikan rambut Yuga yang terlihat berantakan. “Bunda mana? Lupa buat sisirin rambut mas, ya?”

“Bunda ke toko kue. Beli kue buat Langit lo,” sahut Yuga yang merasakan bagaimana tangan Brian merapikan rambut hitamnya.

Brian Claudius hanya mengangguk-angguk. “Udah rapih. Gantian rapiin rambut adek.”

Yuga berdecak. “Bisa rapiin sendiri?”

“Maunya dirapiin, mas. Terakhir janji! Ayooo! Mau kencan ini! Pokoknya Bian harus kelihatan ganteng di mata, Langit! Ayo mas! Keburu Ujan ini!” gerutu seorang Bian yang terdengar manja kepada sang kakak.

Mendengarnya saja itu membuat kesal Yuga. Laki-laki yang merupakan saudara kembarnya yang berbeda lima belas menit dengannya itu sangat manja seperti anak kecil,

Jujur saja, Brian hanya mencari perhatian dari kakaknya. Ia begitu beruntung memiliki Yuga. Dibalik sifat keras Yuga, itu akan lembut dan tidak menolak oleh permintaannya.

Tangan Yuga meraba—merapikan rambut Brian hanya menggunakan jemari-jemari kosong.

“Mas mau tahu nggak, Bian pakai baju apa?”

“Enggak.” tolak Yuga merapikan bagian poni sang adik.

“Bian pakai baju kemeja satin pilihan Mas Yuga, loh. Nanti Langit bakalan pakaian dress berwarna putih tulang pilihan Mas Yuga, loh. Terus ini,” Bian menjeda membuka lipatan kertas dan mengambil membuka penutup bolpoin.

“Hari ulang tahun, Langit. Bian mau ajak Langit ke Pulau Seribu. Rayain ulang tahun terus nembak Langit.”

“Mati dong, lo tembak anak orang,” sela Yuga yang sudah merapikan rambut kembarannya.

“Bukan itu!” tegas Brian yang akan mencentang satu list yang hari ini akan membawa gadisnya pergi ke pulau seribu. Namun tangannya mengambang pada kertas seolah tengah menunda untuk mencoret satu list.

"Waktunya cukup gak ya buat perjalanan ke sana? Takut gagal," lirih Brian yang tengah bergumam seorang diri. Tatkala gumaman tersebut masih ditangkap jelas oleh pendengaran Yuga.

“Mas, kalo Langit Bian gasuka Bian gimana yah? Bian cuma bisa kasih guitar pick necklace. Bian bikin sendiri, sepasang. Emang sih, harganya gak mahal dan enggak terbuat dari emas atau berlian. Tapi, Bian takut, keluarga Langit kan orang terpandang.”

Yuga menepuk pundak Brian. “Cinta tidak melihat kasta. Cinta bersatu juga tanpa alasan. Cinta adalah salah satu bangkitnya cerita pada lembar baru.”

“Gue emang gapernah ngobrol sama Asavella, Bi. Hanya cerita singkat dari lo gue bisa mengartikan sosok Asavella. Gadis si pecinta luka tanpa tawa. Dia pasti cantik. Dan dia … sayang sama lo. Gue yakin.”

“Jangan buat Bian naruh harapan ke Langit, mas. Tapi Bian harap Langit menjadikan Bian tempat pulangnya, mas.” Percakapan mereka cukup dalam kali ini. Bahkan segerombolan awan tebal berwarna abu-abu mulai datang.

“Rumah tanpa lampu gaenak loh, mas. Sama halnya apa jadinya aku tanpa dia di sisiku? Aku bahkan mencintainya tanpa sengaja. Bukan karna siapa dia. Maka dari itu, aku gamau ninggalin dia karena sengaja.”

ASAVELLA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang