22 | Menemukan Rumahnya

574 63 0
                                    

Seruni benar-benar tampak menghampiri dua buah makam yang berada tepat di tengah-tengah area pemakaman umum tersebut. Di tangannya tidak ada bunga, seperti yang sering dibawa oleh para pengunjung pemakaman pada umumnya. Dia datang dengan tangan kosong dan di wajahnya terlihat jelas tampak begitu dipenuhi dengan kemarahan. Kemarahan itu tertuju pada kedua makam yang tengah ditatapnya. Seakan ia ingin sekali menumpahkan sebagian rasa dendamnya terhadap kedua orang yang dimakamkan di tempat itu.


"Itu adalah makam kedua orangtuanya Seruni, Pak Roni," ujar Yvanna, menjawab pertanyaan yang sejak tadi Roni ajukan.

"Makam kedua orangtuanya?" Roni mengerenyitkan kening selama beberapa saat. "Lalu kenapa ekspresinya semarah itu ketika menatap kedua makam itu, jika memang itu adalah makam kedua orangtuanya?"

Yvanna menarik nafas sejenak, lalu mengembuskannya perlahan. Roni dengan sabar menunggu jawaban dari Yvanna, sementara Tika, Manda, dan Lili lebih fokus mengawasi keberadaan Seruni saat itu.

"Dia memang mendendam, Pak Roni. Dendamnya bukan hanya tertuju pada Kakek dan Almarhumah Nenekku. Dendamnya juga tertuju pada kedua orangtuanya. Karena menurutnya, semua hal yang terjadi pada dirinya adalah kesalahan orangtuanya. Kedua orangtuanya terlalu sering membanggakan kelebihan yang Nenekku miliki di hadapan siapa saja yang mereka temui, termasuk di hadapan anggota Keluarga Harmoko. Padahal tanpa mereka tahu, Seruni sudah sangat lama menaruh hati pada Kakekku. Tapi yang kedua orangtuanya lakukan justru membuat perhatian Kakekku tertuju kepada Almarhumah Nenekku, sehingga membuatnya menaruh hati lalu menikahinya. Jadi jangan pernah merasa heran, jika akhirnya dia juga mendendam pada kedua orangtuanya. Sayang sekali, dia tidak bisa membalas dendamnya pada kedua orangtuanya tersebut. Orangtuanya sudah meninggal lebih dulu, sebelum dia sempat menunjukkan bahwa dia juga bisa memiliki kekuatan seperti yang dimiliki oleh Almarhumah Nenekku," tutur Yvanna.

Roni mencerna semua itu dengan sangat perlahan. Hingga akhirnya ia benar-benar tiba pada satu kesimpulan yang membuatnya terkejut.

"Ma--maksudmu, Seruni adalah saudara kandung dari Almarhumah Nenekmu?" tebak Roni.

"Iya, Pak Roni. Adik kandung, lebih tepatnya."

Roni benar-benar kehilangan kata-kata saat mendapati kenyataan itu. Ia tampak tidak habis pikir dengan semua hal yang saat ini sedang terjadi di hadapannya. Mulai dari tersangka yang begitu dendam terhadap Keluarga Harmoko sehingga memilih menyembah Iblis, sampai pada kenyataan bahwa tersangka adalah Adik kandung dari Almarhumah istri Pramudia Harmoko yang bernama Asmarani.

Seruni tidak melakukan apa-apa di hadapan kedua makam itu. Tatapan penuh kebencian yang dia layangkan sudah mewakili semua dendamnya yang masih membara. Nama yang terukir di atas batu nisan pada kedua makam itu membuat rasa marahnya semakin tersulut. Karena Seruni menolak lupa dengan semua hal yang kedua orangtuanya lakukan saat masih hidup, yaitu hanya membangga-banggakan Asmarani pada setiap kesempatan.

"Apakah kalian ingat, bahwa kalian pernah lupa memperkenalkan aku di hadapan semua orang yang datang ke rumah untuk menghadiri acara selamatan atas berdirinya cabang usaha kalian yang baru? Hari itu aku merasa sangat malu, karena dianggap pembantu di rumah keluarga kita sendiri. Tapi saat aku menangis karena hal itu, kalian pun berdalih dengan mengatakan bahwa kalian pikir semua tamu sudah tahu siapa aku dan aku tak perlu lagi diperkenalkan di hadapan mereka. Dalih macam apa itu? Kalian berdalih seperti itu untuk membuatku berhenti menangis di depan para tamu, tapi kalian justru tidak pernah berhenti memperkenalkan Asmarani padahal dia sudah dikenal dengan sangat baik berkat usaha kalian yang terus membangga-banggakan dirinya. Kalian merasa malu karena memiliki Putri seperti aku, hanya karena perkara aku tidak memiliki kelebihan seperti yang Asmarani miliki. Kalian membeda-bedakan aku darinya, tanpa mau tahu bahwa perasaanku terluka atau tidak. Itulah mengapa aku memupuk dendam sampai detik ini. Aku bahkan tidak pernah menangisi kematian kalian berdua, karena kematian kalian berdua adalah awal di mana aku benar-benar bisa mengusik kehidupan Asmarani dan seluruh anggota Keluarga Harmoko. Aku bahkan berhasil membuatnya kehilangan nyawa, karena dia lebih memilih mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Pram beserta Putra, menantu, dan semua Cucunya. Lalu sebentar lagi, tidak akan ada lagi sisa dari anggota Keluarga Harmoko. Aku akan menghabisi mereka semua dan aku tidak akan membiarkan satu orang pun melahirkan keturunan yang selanjutnya," ujar Seruni, benar-benar tidak ada niatan untuk berhenti.

Wanita itu kini berbalik dan berjalan meninggalkan pemakaman. Yvanna memberi tanda pada yang lain untuk bergegas menuju ke mobil, agar bisa mengikuti perginya Seruni. Seruni tampak menaiki sebuah angkutan umum setelah keluar dari area pemakaman. Kedua mobil yang juga keluar dari area pemakaman itu kini mengikuti angkutan umum tersebut dengan jarak yang cukup aman.

"Kita akan mengikuti ke mana dia pulang, 'kan?" tanya Tika.

"Ya, itu benar Kak. Setelah kita tahu di mana rumahnya, maka aku akan menghentikan dia pada saat itu juga, sebelum dia kembali melaksanakan ritual tumbal waras. Dia tidak boleh memenuhi permintaan Iblis yang dipujanya," jawab Yvanna.

Angkutan umum yang dinaiki oleh Seruni berhenti di jalan masuk Desa Pakenjeng, tempat di mana gua yang kemarin mereka datangi berada. Seruni tampak turun dari angkutan umum tersebut, lalu melangkah dengan santai menuju ke arah sebuah rumah.

"Apakah itu rumahnya?" tanya Lili.

"M-hm. Tampaknya demikian, Dek," jawab Yvanna.

"Wah ... cukup jauh dari rumah penduduk lain di desa ini, ya," ujar Manda yang sejak tadi lebih mengamati keadaan sekitar.

"Ayo turun. Kita harus mendekat ke arah rumahnya," ajak Yvanna.

Mereka berempat segera turun dari mobil. Roni juga ikut turun dari mobilnya ketika Manda memberinya tanda. Kelima orang itu kini berjalan mendekat ke arah rumah yang Seruni tempati.

"Jarang ada penduduk desa yang lewat di sini, tampaknya," ujar Roni.

"Ya, Bapak benar. Bahkan rumahnya sendiri pun berjarak cukup jauh dari rumah penduduk lain di desa ini. Rumah terakhir yang kita lihat tadi mungkin berjarak dua puluh lima meter dari rumah ini," sahut Manda.

Yvanna segera mengeluarkan ajian tutup langkah untuk membatasi seluruh area rumah itu.

"Kamu takut dia kabur, seperti saat menghadapi Akbar Salim?" tanya Tika.

"Aku yakin dia tidak akan kabur jika tahu bahwa aku ada di sini dan sedang mengejarnya. Aku memasang ajian tutup langkah kali ini adalah untuk mencegah makhluk suruhannya pergi ke rumah calon tumbal yang akan dia tumbalkan kedua kalinya," jawab Yvanna.

"Ah ... benar juga. Seruni mungkin tidak akan ke mana-mana, tapi makhluk suruhannya bisa ke mana-mana mewakili dirinya agar ritual tumbal waras itu tetap bisa terjadi, jika Seruni akhirnya tahu kalau Kak Yvanna ada di sini untuk berhadapan dengannya," pikir Lili, sambil bertepuk tangan pelan ketika menatap Yvanna. "Aku selalu ingin bisa berpikiran jauh ke depan seperti yang Kakak lakukan."

"Belajar pada Aris, Dek. Aku juga mempelajari hal itu darinya ketika kami masih SMP," saran Yvanna.

* * *

TUMBAL WARASWhere stories live. Discover now