Severus merasa perutnya tak enak, jantungnya juga berdebar keras. Entah kenapa ia tak suka gagasan Potter -yang manapun- nyaman dengan orang lain, apa mereka melupakan Lily? Severus benar benar ingin membungkam Harry, menghentikan anak itu dari ceritanya tentang pria itu-siapapun dia. Tapi melihat senyum tulus serta tatapan rindu anak itu, Severus tak tega. Anak itu sudah kehilangan banyak hal ingat?

"Aku butuh berbulan-bulan untuk dekat dengannya, sampai akhirnya satu insiden terjadi dan kami menjadi dekat. He loves potion that much, and he make me love it too. Ia suka mengajakku melihatnya membuat eksperimen eksperimen ramuannya, terkadang aku juga membantu. Saking suka nya, ayahku bahkan cemburu pada semua ramuannya dan pria bodoh itu selalu mengeluhkan hal tersebut didepan kami. Dan dia bahkan tak peduli dengan keluhan ayahku, tapi aku tahu di lubuk hati nya ayahku adalah yang terpenting baginya. Ia hanya tak bisa terang terangan mengatakannya."

Potter menghela nafas, entah perasaan Severus saja atau benar adanya, tapi senyum anak itu kini tampak tak benar. Tapi Severus tetap memilih diam, membiarkan anak itu terus bercerita, sepertinya Granger dan Weasley belum bisa membuat Potter bercerita apapun tentang hilangnya ia.

"Aku sangat senang berada disana, bahkan sampai tak ingin kembali. Tapi rupanya aku terlalu serakah, malam itu semuanya terenggut. Aku terlambat datang untuk membantunya, saat aku datang, ia sudah hancur Professor. Ia begitu hancur sampai kami harus membawanya ke suatu tempat yang aman guna menenangkannya. Tapi hal itu sudah sangat tak berarti apapun. Dia kehilangan semangat hidupnya, tapi ia juga tak ingin mati. Ia begitu tersiksa dan tak ada yang bisa kami lakukan, ayah brengsek ku itu bahkan tak ada saat itu, Ia pergi seakan tak peduli. Jujur aku ingin memukul wajahnya jika kita bertemu kembali, tapi aku tahu itu tak akan mungkin sekarang." kini Harry sudah meneteskan air mata, tapi ia tetap memaksakan dirinya untuk bercerita. Entahlah, ia hanya butuh mengeluarkan beban psikis nya untuk saat ini.

"Kau tahu Professor? Saat itu aku benar benar tak ingin kembali, tapi Draco bilang kami harus. Kami sudah terlalu lama pergi, dan-dan semuanya akan semakin kacau kalau kami memaksakan diri tetap tinggal. Aku meninggalkannya Professor, aku meninggalkannya di titik terendah hidupnya. Dan aku menghilangkan sesuatu yang berharga baginya. Aku tahu itu kejam tapi aku tak sanggup melihatnya melanjutkan hidup seperti itu. Lebih baik ia melupakannya, lebih baik ia membenciku dan ia tak hancur lagi."

Kali ini Harry tak lagi bisa menahan isak tangisnya. Ia menunduk sembari menutupi wajah berharap tangisnya dapat terhenti.

"Dan aku penasaran kenapa kalian tidak meminta bantuan orang dewasa." ucap Severus tajam.

Harry menggeleng. "Ia tak mau bertemu siapapun selain diriku, bahkan Draco pun awalnya enggan. Lalu tak lama, ia kehilangan semangat hidup, dirinya tak lebih dari tubuh tanpa jiwa." jawab Harry pelan.

Severus menghela nafas kembali, menghiraukan rasa tak nyaman di perut serta simpul kusut di hatinya, ia menatap Harry dengan pengertian yang begitu tipis. Sayang bocah singa itu tak menyadarinya karena masih menunduk.

"Kalau begitu kau harus semakin rajin belajar, tapi sebelum itu kembali untuk makan malam. Ini sudah larut dan kau bahkan melupakan makan siangmu." ucap Severus sebisa mungkin menyamarkan nada khawatir dalam suara nya.

"Tapi Professor-"

"Tidak! Aku tak mau kau sakit dan muncul desas desus aku menyiksa mu. Walaupun aku juga tak peduli tapi itu dapat mengganggu kelasku." potong Severus.

Harry menatap Severus cemberut. "Baiklah setelah makan aku akan-"

"Setelah makan kau harus kembali ke asrama. Aku harus pergi." tolak Severus tanpa mau di bantah.

Harry kembali menunduk. Ingin membantah tapi tak bisa.

"Okay Professor, selamat malam." ucapnya lalu keluar dari ruangan Severus.

i alítheiaWhere stories live. Discover now