27. Berjuta Rasa (a)

2.9K 489 53
                                    

Bab 27 | Berjuta Rasa



Sambil menyimpulkan dasi, senyum Rama enggan menyurut meski hanya sedetik. Ini adalah paginya yang paling indah. Paginya yang sangat membahagiakan karena langsung melihat wajah istrinya saat pertama ia membuka mata. Pagi ini pula untuk pertama kalinya ketika Rama keluar dari kamar mandi, setelannya sudah siap di atas pembaringan.

Ternyata begini rasanya memiliki istri sungguhan.

Sinar mentari mulai terasa panas. Jarum pendek pada arloji yang akan ia pakai telah menunjuk angka tujuh. Bergegas Rama mengambil jasnya yang berwarna hitam. Lalu tak sengaja, mata sipitnya terpaku menatap bantal yang posisinya tidak seperti biasa. Dan lebih menajam ketika menemukan sesuatu di permukaan benda bersarung putih tersebut.

Rama melangkah kian dekat lalu menunduk ingin memastikan penglihatannya. Tangan kanannya terulur mengambil sehelai rambut yang tertinggal. Rama berbalik menghadap jendela yang tirainya telah dibuka. Kemudian melurut sehelai rambut yang panjang itu. Lengkungan senyum di bibir Rama kembali merekah. Satu kesimpulan ia dapatkan setelah menemukan helaian rambut yang berwarna kecoklatan ini. Nadia pernah tidur di kamar ini.

Bergegas keluar dari kamar sambil tetap membawa sehelai rambut itu. Rama tidak perlu membawa tas kerjanya karena masih tertinggal di kantor bersama kopernya. Kemarin setelah mendapat kabar dari orang suruhannya bila Nadia pergi ke tempat yang mencurigakan, lelaki itu langsung meminta Fadhil untuk mengantarkannya ke lokasi sang istri berada.

"Selamat pagi, Sayangku ...." Rama memeluk Nadia dari belakang, tak lupa juga mengecup ujung kening dan puncak kepalanya. Namun, tak seperti beberapa hari lalu yang langsung menyudahi pelukan, kali ini sepertinya Rama memang sengaja ingin berlama-lama. Wangi tubuh Nadia mulai menjadi candu bagi Rama. Kain dress santai yang dipakai Nadia juga terasa lembut di kulit.

"Duduk dulu, ini sebentar lagi mateng," ucap Nadia sambil mengaduk nasi di wajan setelah menambahkan sedikit kecap manis, kecap inggris dan minyak ikan. Sudah tidak ada roti untuk dipanggang maupun dibuat sandwich. Nadia memanfaatkan sisa nasi semalam yang belum jadi dimakan untuk membuat sepiring nasi goreng dengan suiran daging ayam bakar.

"Itu nasi yang semalem?"

Pertanyaan Rama langsung mendapatkan anggukan dari sang istri.

"Ayamnya juga?"

"Iya."

"Emang masih bisa dimakan?" Rama sangsi, kali ini merasa tidak yakin dengan masakan sang istri.

Nadia mendongak dan melirik pria yang lebih tinggi darinya itu. "Cobain dulu, jangan menghina."

"Aku nggak menghina, Sayang. Kalau nanti malah sakit perut gimana? Kita cari sarapan di luar aja, yuk." Rama memberikan tawaran lain karena sudah merasa ngeri duluan dengan nasi sisa semalam.

"Aku jamin nggak akan sakit perut. Tadi malem nasi sama ayamnya udah aku masukin kulkas." Tadi malam setelah mengulang malamnya yang panjang, perempuan tersebut memang masih sempat-sempatnya memasukkan makanan yang dibeli Rama ke dalam lemari pendingin.

"Kapan?"

Nadia mendongak lagi, kali ini lirikannya cukup tajam. "Makanya kalau selesai jangan langsung tidur. Jadi nggak tahu aku ngapain aja, kan." Sebal, suasana hati Nadia memburuk karena Rama mencela masakannya. Inginnya langsung mematikan kompor, tapi nasi goreng itu masih belum matang sempurna. Dia akan menunggu sebentar lagi.

"Siapa yang langsung tidur? aku peluk kamu dulu, cium kamu lagi ...."

"Ya habis itu... harusnya kamu ke kamar mandi dulu, buang air kecil dulu, dibersihin dulu. Kalau habis berhubungan kamu langsung tidur begitu, bisa-bisa kena ISK. Walaupun cewek lebih rentan, tapi nggak menutup kemungkinan kalau cowok juga bisa kena."

Seikat JanjiWhere stories live. Discover now