7. Mantan Ayah

2.8K 439 93
                                    

Bab 7 | Mantan Ayah

Nadia membuka kulkas dua pintu yang penuh dengan bahan-bahan makanan. Sang ibu mertua benar-benar memberinya kode keras untuknya agar selalu memasak setiap hari. Pikirnya kemarin beliau akan menyumbangkan semua bahan-bahan itu untuk panti asuhan seperti yang sering dilakukan. Namun, ternyata malah Nadia sendiri yang mendapatkan sumbangan tersebut. Bahkan ibu Dina juga membantunya menata semuanya di kulkas.

Melirik jam dinding yang sudah menunjuk pukul setengah tujuh malam. Nadia tadi memang pulang agak telat sebab pasiennya di klinik lebih banyak dari biasanya. Wanita itu memutar otaknya untuk memilih menu yang praktis karena sebentar lagi Rama pasti tiba di rumah.

Klik.

Nadia melipat bibirnya masuk. Baru saja ia membatin tentang sang suami, kini pria itu malah benar-benar sudah pulang. Parahnya, makan malam yang ia janjikan belum tersaji. “Ma-af, aku belum masak. Baru pulang so-al-nya.” Ucapan Nadia agak terbata di beberapa kata. Dia meringis, untuk pertama kalinya merasa canggung saat berhadapan dengan sang suami. Cepat-cepat Nadia berbalik melihat isi kulkas lagi.

Rama mengangguk sambil meletakkan kantong bekalnya di atas meja. “Makan di luar aja, gimana?” Hampir saja lelaki itu menampar mulutnya sendiri yang malam ini jadi begitu licin, tapi tidak jadi karena Nadia sudah menoleh dan menatapnya. “Kayaknya kamu juga masih capek,” imbuhnya, buru-buru, supaya Nadia tidak berpikir aneh tentangnya.

“Eng ….” Perempuan itu menggaruk ujung alisnya yang mendadak terasa gatal. “Nggak, aku masak aja. Lagian ini bahan-bahannya juga masih banyak. Sayang kalau nggak dimasak.” Usai mengucapkan penolakannya, Nadia kembali fokus pada isi kulkas. Dia mengambil bawang putih dan bawang bombay. Berlanjut membuka pintu yang lain dan mengambil daging sapi cincang.

Rama akhirnya mengangguk meski dalam hatinya merasa kesal karena penolakan tersebut. Ajakannya memang tanpa rencana, tapi pasti akan sangat menyenangkan bila Nadia bersedia. “Ya udah, aku mandi dulu.”

“Hmm ….” Gumaman singkat menjadi jawaban Nadia, wanita itu sibuk mengambil bahan-bahan lain yang ia butuhkan. Malam ini dia memutuskan akan membuat spaghetti saja. Menu praktis yang tidak membutuhkan waktu lama untuk memprosesnya.

Tidak sampai sepuluh menit Rama sudah kembali ke pantry. Setelan kerjanya tadi sudah berganti dengan kaos putih berlengan pendek serta celana hitam selutut. Rambut hitamnya masih agak basah dan hanya disisir asal-asalan.

Rama mengambil kantong bekalnya yang masih tergeletak di tempat semula. Membukanya lalu membawa kotak makan siangnya tadi ke tempat cuci piring untuk membersihkannya sendiri. Nadia masih tampak sibuk dengan masakannya.

Sambil mencuci kotak makan, pasang mata Rama mencuri pandang ke arah sang istri yang membelakanginya. Meja pantry yang berbentuk huruf L itu memang membuat kompor dan sink cuci piring tidak berada pada posisi yang bersisian. Rambut panjang Nadia dijepit di belakang, tapi beberapa rambut kecil keluar menghiasi leher jenjang wanita itu. Meski agak merasa aneh dengan pakaian yang dikenakan Nadia malam ini, tapi Rama tidak ambil pusing. Hak Nadia untuk memakai apapun sesuai keinginannya. 

Nyatanya, apa yang dipakai Nadia malam ini malah membuat kewarasan Rama sedikit terganggu.

Bau harum maskulin dari shampoo yang dipakai Rama tidak mungkin membuat Nadia tak menyadari kehadiran lelaki itu. Nadia menjadi tidak leluasa bergerak karena pikirannya malah dipenuhi oleh prasangka buruknya sendiri. Malam ini dia memakai pakaian yang biasa ia gunakan untuk tidur. Tentu tidak akan menjadi masalah jika selesai mandi Nadia langsung mengurung diri di kamar seperti biasa. Namun, hari ini berbeda karena dia harus memasak dan parahnya dia lupa untuk mengubah kebiasaannya tersebut. Nadia takut jika Rama berpikiran yang tidak-tidak tentangnya.

Seikat JanjiWhere stories live. Discover now