9. Pengaruh Minuman (b)

2.8K 434 37
                                    

Bantu tandain typo, yaaaa

Selamat membaca




Bab 9 | Pengaruh Minuman



Rama sudah siap berangkat kerja. Meski masih merasa agak tidak enak badan, tapi dia harus tetap berangkat karena nanti ada rapat penting di kantor. Keluar dari kamar, dia dapati sang istri yang sudah berada di dapur, tapi belum memakai setelan kerja seperti biasa. Nadia juga belum memasak, padahal dalam hati Rama sangat ingin sarapan sebelum keluar rumah. Siapa tahu masakan Nadia bisa membuat kondisi badannya kembali bugar.

"Udah mau berangkat?" Nadia mengucap tanya saat Rama sampai di pantry.

Rama mengangguk pelan. "Iya, ada rapat penting pagi ini."

"Kamu nanti cari makan di luar aja, ya. Maaf aku lagi nggak enak badan," balas Nadia menunduk dengan kedua tangan yang bertumpu pada sudut meja pantry untuk menjaga keseimbangan tubuhnya yang seolah tak mempunyai tenaga.

"Di pesta tadi malem kamu makan apa?" Rama balas bertanya. Otaknya yang sudah delapan puluh lima persen waras langsung ingat dengan apa yang dirasakannya. Jangan-jangan Nadia juga dicekoki minuman laknat seperti yang ia minum.

Nadia memegang kepalanya yang terasa nyut-nyutan. "Cuma makan kue... sama bebek panggang ...."

"Minum apa?" sela Rama tidak sabar. Melihat raut wajah Nadia yang tampak kesakitan membuat emosinya kembali meletup.

"Minuman yang ngasih ka-mu, sa-ma air mi-ne-ral." Ucapan Nadia terbata-bata karena pusing di kepalanya terasa kian menjadi-jadi. Badannya yang lemas hampir ambruk, tapi beruntung Rama sigap menangkapnya. Dibantu berjalan menuju meja makan, Nadia akhirnya bisa duduk dengan tenang. "Tadi malem kepala aku pusing banget sampai nggak bisa tidur."

"Kenapa nggak bangunin aku?" tukas Rama, cepat.

"Enggak ...."

"Ayo aku anterin ke rumah sakit." Tak sabar, Rama khawatir jika keadaan Nadia bertambah parah. Tanpa teringat jarak yang selama ini menjadi tembok penghalang, Rama memegang pergelangan tangan Nadia karena ingin membantunya berdiri.

Perempuan yang memakai setelan tidur berlengan panjang itu menggerakkan lengan hingga membuat Rama melepaskan tangannya sendiri. "Aku udah telpon kak Indra. Dia nanti mau ke sini," ucap Nadia jujur.

Terus apa gunanya aku di sini? Batin Rama berteriak kencang, tapi tidak dengan mulutnya yang bisa mengutarakan suara batin tersebut. "Aku bikinin teh," serunya lalu beranjak ke kabinet penyimpanan sambil menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Dengan cepat pria itu mengambil gula dan teh di lemari kabinet lain.

"Kamu berangkat aja," tutur Nadia lirih walaupun sejujurnya dia ingin sekali melarang suaminya itu pergi. Nadia tahu diri, dia tidak ingin merepotkan Rama lebih banyak lagi.

Rama meletakkan secangkir teh hangat di hadapan sang istri. "Coba minum sedikit," titahnya kemudian karena tadi malam badannya agak mendingan setelah meminum teh hangat. Namun, karena melihat Nadia yang sepertinya semakin lemas membuat rama menjadi tidak sabar. Lelaki itu menumpukan tangan kirinya di punggung kursi yang diduduki oleh Nadia dan membantu memegangi cangkir. "Kamu mau makan apa biar aku pesenin?" tanya Rama, dia tidak mungkin membiarkan Nadia sampai kelaparan.

Nadia menggeleng lemah setelah cangkir yang dipegangi oleh Rama itu menjauhi bibirnya. "Aku udah minta Kak Indra bawa sarapan juga."

"Aku telpon mama biar nemenin kamu, ya." Tentu yang dimaksud mama di sini adalah mama mertuanya. Untuk sementara waktu ini sebaiknya Rama menjauhkan mamanya dari istrinya ini. Rama tidak ingin jika Nadia sampai dicekoki makanan atau minuman lain yang semakin membahayakan kesehatan.

Seikat JanjiWhere stories live. Discover now