Menjemput Istri🏐

472 28 2
                                    

_Kita tidak tahu tentang kepanikan yang terjadi, karena rasa cinta atau hanya sekedar rasa kemanusiaan?_

*****

Tidak selamanya orang yang menikah karena dijodohkan dan menerima perjodohan adalah saling mencintai. Ada yang menerima tanpa cinta, ada yang karena perjanjian, ada juga yang karena hubungan bisnis atau sahabat masa muda.

Asnawi dijodohkan, sejak kedua orangtuanya mengetahui putusnya hubungan Asnawi dengan pacarnya yang ia sayangi hampir enam tahun. Putusnya bukan karena orang ketiga, hanya keduanya sama sama tidak sanggup menjalani hubungan LDR. Sampai saat ini pun, Asnawi dengan mantannya masih berhubungan baik selayaknya teman biasa.

Dikediaman ayah mertuanya, Asnawi merebahkan tubuh lelahnya diatas kasur sang istri. Iya, Shafira istrinya. Masih muda dan tentunya juga cantik. Baru beberapa menit memejamkan mata, ponsel yang ia letakkan di nakas berdering. Tertera nama sang istri dilayar panggilan.

"Halo, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam. Maaf mas, saya temannya Shafira, istri mas nawi pingsan. Sekarang lagi di Rumah Sakit depan kampus, mas"

Jantung asnawi berdegup tak beraturan. Tentunya kabar ini membuat panik. Kalang kabut, tanpa berganti baju ia segera memakai jaket kulitnya dan meraih kunci mobil di gantungan kunci.

Tidak menghiraukan jalanan yang ramai, Asnawi tetap membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Memang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah.

Sampai di rumah sakit, ia langsung memarkirkan mobilnya dan segera mencari dimana istrinya di rawat. Setelah bertanya dibagian administrasi, ia pun segera menuju ke ruangan sang istri.

Terlihat ada perempuan yang duduk di kursi tunggu depan UGD. Asnawi memastikan jika itu adalah teman istrinya.

"Maaf mbak, temennya istri saya yang tadi menelfon?"

"Eh iya mas, maaf banget ngasih tahunya dadakan. Soalnya saya bingung juga saat Shafira tiba tiba gak sadarkan diri"

"Iya, gapapa. Kondisinya sekarang gimana?"

"Masih diatasi sama dokter, mas. Tadi pas nyampek sini sudah langsung ditangani."

Asnawi menghembuskan nafasnya pelan. Ada sedikit kelegaan, setidaknya sang istri masih memiliki teman teman yang bertanggungjawab. Asnawi duduk dengan jarak dua kursi dari tempat duduk teman istrinya.

Selang beberapa menit kemudian, dokter perempuan dan suster dibelakang keluar dari ruangan.

"Saudara pasien?"

"Saya suaminya, dok"

"Ikut saya ke ruangan ya, mbak nya boleh menemani pasien didalam terlebih dahulu" ujar dokter itu dengan senyum yang meneduhkan.

Asnawi mengikuti dokter tadi untuk masuk kedalam ruangan. Sudah pasti akan banyak hal yang dibahas, mengingat jika istrinya dalam kondisi hamil.

"Nyonya shafira nggak apa apa, pak. Hanya perlu istirahat yang cukup dan jangan terlalu stress. Jangan mengerjakan hal hal yang berat, mengingat ini adalah kehamilan pertama dan usianya masih muda"

Asnawi menunduk patuh mendengarkan apa yang diucapkan oleh sang dokter. Ia juga masih belum ada pengalaman tentang perempuan hamil. Maka yang dapat dilakukannya adalah mematuhi aturan dokter.

"Resep obatnya sudab saya buatkan, nanti bisa diambil di apotek rumah sakit. Makan dan minum yang teratur. Kontrol setiap satu bulan sekali atau dua kali. Dan kalau tidak mual minum susu, dibelikan juga susu untuk ibu hamil ya"

"Terimakasih dokter. Kalau begitu saya izin keluar"

Dokter tersebut tersenyum, aura keibuannya sangat kentara sekali. Sudah pasti pun memiliki banyak pengalaman terkait kehamilan.

🏐🏐🏐🏐🏐

Sesampainya di rumah, Asnawi membaringkan tubuh Shafira di kasur. Menyuruhnya untuk istirahat agar tidak terlalu kelelahan. Menjadi mahasiswa memang butuh istirahat, tidak semuanya mesti dilakukan penuh ambisi.

"Istirahat dulu ya, mas buatin makanan untuk minum obatnya" ujar asnawi dengan mengusap pelan kepala Shafira.

"Makasih, mas. Maaf, aku ngerepotin"

"Iya, gapapa. Tapi jangan diulangi lagi. Kalau gak enak badan, jangan paksa kuliah. Kamu juga lagi hamil."

"Iya, mas"

Pulang dari rumah sakit tadi, asnawi berhenti di apotek untuk mengambil obat shafira, sekalian dengan membeli susu ibu hamil.

Berkutat di dapur selama 20 menit, bubur buatannya pun jadi, dan segelas susu yang masih hangat. Kalau air putih, selalu ia sediakan di kamar agar tidak mengharuskan turun ke dapur jika merasa haus. Ayah shafira juga sudah asnawi kabari, hanya saja mertuanya masih ada pertemuan penting dan tidak bisa langsung pulang.

"Bangun, sayang. Makan dulu, ya. Terua obatnya diminum. Nanti tidur lagi."

Penuh ketelatenan asnawi menyuapi istrinya. Sukurnya, jika shafira sakit tidak rewel seperti kebanyakan orang. Maksudnya tidak perlu banyak membujuk agar mau makan dan minum obat.

"Makan yang banyak dan yang sehat. Yang butuh asupan makanan sekarang bukan hanya kamu, tapi juga bayinya. Mulai hari ini juga harus rutin minum susu ibu hamilnya"

"Shafira jadi malu, mas. Gak bisa ngapa-ngapain kalau sakit gini. Malah ngerepotin mas awi. Seharusnya kan sekarang shafira yang mengurus mas awi karena baru pulang" lirih shafira pelan.

"Mas gapapa, sayang. Tidur, ya. Mas temenin"

Asnawi naik ke atas kasur, tidur disamping shafira yang terlihat pucat. Menaikkan selimut sampai di bahu sang istri. Kedua mata asnawi melirik jam yang tertempel cantik di tembok, masih jam 2 siang, bisa ia gunakan istirahat bersama istrinya.

🏐🏐🏐🏐🏐

Ayah shafira terburu naik di lantai dua. Ingin melihat kondisi putrinya yang dikabarkan jik tadi tidak sadarkan diri di kampus. Ia akan memikirkan untuk memindahkan kamar putrinya di bawah, karena melihat kondisi putrinya yang sedang hamil.

Saat membuka pelan pintu kamar, putrinya sedang tidur dengan suaminya, asnawi. Ia merasa lega karena sudah ada yang bertanggungjawab mengenai anaknya.

Tentu saja ia cemas mendapatkan kabar. Namun ia tidak bisa begitu saja meninggalkan pekerjaannya.

"Ayah sudah pulang?" Ujar asnawi yang terbangun lebib dulu dan turun kebawah.

"Sudah, tadi ayah juga menengok keatas. Ternyata kalian berdua tidur, ayah lega kalau tidak terjadi apa apa dengan shafira"

"Hanya kelelahan, yah. Kata dokter tadi harus banyak istirahat karena melihat shafira masih hamil muda"

"Terimakasih, nak. Ayah titip shafira, ya. Maaf kalau shafira masih ngerepotin kamu"

"Itu sudah tanggungjawab asnawi, yah. Insya allah, asnawi akan berlaku baik kepada shafira.

Hubungan ayah dan menantu itu semakin dekat. Melihag keduanya sama sama hanya bertemu beberapa kali, saat sebelum pernikahan.

"Sudah dapat rumah? Katanya shafira, ingin tempat tinggal sendiri?"

"Alhamdulillah sudah, ayah. Tapi asnawi belum bilang ke shafira. Nanti saja kalau kesehatannya sudah pulih"

Memang, shafira ingin memiliki rumah sendiri. Dan asnawi sudah dapat rumahnya namun karena shafira sedang sakit, ia akan membicarakan hal ini nantinya kalau keadaan shafira sudah pulih.

Jangan lupa vote dan komen ya guys☺
Biar semakin sering update cerita dan segera selesai. Konfliknya gak berat kok, ringan ringan saja. Terimakasih😊😊😉

Bwi, 07 Februari 2023

Mas Awi (On Going) SELESAIWhere stories live. Discover now