6. Doa di sepertiga malam

622 127 12
                                    

Pemakaman pak Hidayat di laksanakan dengan secara khidmat dan penuh mengharu biru.

Bu susi tidak henti-hentinya menangis dan tak sadarkan diri. Bahkan dari awal jenazah pak Hidayat sampai di rumah duka pun, Bu Susi tidak sadarkan diri.

Sedangkan gadis itu, Mutia. Kondisinya tidak jauh berbeda dengan bu Susi yang sama-sama terpukul akibat kehilangan sosok yang begitu mereka sayangi.

Sudah 2 hari Arya tidak pulang ke Jakarta dan memilih tinggal sebentar di Bandung.

Selama 2 hari itu Arya tinggal di rumah Pak Hidayat, dirinya menyaksikan dari proses pemandian jenazah, membungkus dengan kain kafan, menyolati sampai menguburkan, Arya tetap berada disana.

Rion dan Akhmad memilih kembali pulang ke Jakarta setelah melihat jenazah pak Hidayat di kebumikan. Alasan nya karena pekerjaan mereka yang tidak bisa di tinggalkan.

Selama tinggal di rumah Pak Hidayat, Arya banyak mengobrol dan bercerita dengan Satria, kakak kedua Mutia.

Ingatan nya tertuju kepada obrolan dirinya dan juga Satria, tepatnya saat selesai tahlil hari pertama.

Arya dan Satria duduk di atas ayunan menikmati langit malam sambil bercerita.

Menceritakan hal random dari pak Hidayat sampai menceritakan tentang Mutia.

Satria menjelaskan segala sifat, sikap, dan watak Mutia padanya, termasuk batalnya pernikahan Mutia semuanya Satria ceritakan.

"Saya tidak tahu kenapa ayah dengan gampangnya menyerahkan Mutia padamu." A Satria menengadah kan kepalanya menatap gelapnya langit malam. "Tapi saya yakin, ayah tidak sembarangan berkata seperti itu jika kamu memang se-worth it itu." Ucap Satria sembari menepuk bahunya.

"Saya serahkan semua keputusan padamu, mau itu kamu setuju atau pun tidak." Lanjutnya sebelum pergi meninggal kan dirinya di atas ayunan yang berada di halaman depan rumah Pak Hidayat.

Begitu pula dengan obrolan nya dengan kakak sulung Mutia. Yang awal nya dia sempat berpikir bahwa kakak sulung Mutia memiliki watak yang keras, namun justru sebaliknya, bang Joni itu orangnya sangat ramah dia bahkan orang pertama yang menyuruh nya untuk menginap di rumah pak Hidayat.

"Si neng itu anaknya sedikit keras kepala. Mungkin karena dia anak cewek satu-satunya, jadi segala perhatian tertuju pada dia. Makanya anaknya manja, kalau mau sesuatu pasti harus di turuti, terlalu kekeuh (ngotot)." Ucapan bang Joni saat mengantar dirinya untuk tidur di kamar tamu. "Saya bilang kaya gitu supaya nanti kamu gak kaget, harus banyak sabar ngadepin si neng." Lanjutnya.

"Memang nya abang setuju saya menikahi adik abang?" Tanya nya.

Bang Joni menatap dirinya dengan wajah serius cenderung datar. "Mau jawaban jujur atau bohongan?"

"Jujur." Balas nya.

"Kalau boleh jujur saya gak setuju." Jawaban bang Joni berhasil membuat dia mematung. "Kakak mana yang mau nikahin adiknya sama orang yang baru dia kenal? Saya kan gak tahu masa lalu kamu gimana, kepribadian kamu gimana, bahkan karir dan keuangan kamu saja saya gak tahu. Saya bukan bermaksud matre, cuman saya realistis. Saya gak mau adik saya yang biasanya hidup berkecukupan setelah nikah malah susah. Lagi pula saya gini karena masih merasa takut, yang pacaran hampir 5 tahun saja bisa gagal. Contohnya Mutia, dia pacaran lama sama mantan pacarnya tapi pas nikah laki nya kabur, gimana sama kamu? Yang baru kenal?" Ucap bang Joni.

"Tapi setelah saya bicara dari hati ke hati sama ibu saya, dan tahu sedikit tentang kamu. Saya jadi percaya bahwa mungkin yang di inginkan ayah saya memang yang terbaik bagi Mutia." Lanjut bang Joni sembari menampilkan senyum yang begitu tulus.

Takdir Cinta ✔ Jaemin X KarinaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt