19. PAKET BAHAGIA

274 109 12
                                    

Malam ini langit nampak begitu gelap dengan gumpalan awan yang menyembunyikan bintang-bintang, bahkan sang rembulan yang seharusnya memberi penerangan pada bumi itu, kini juga tersembunyi oleh pekatnya awan.

Mungkin memang sudah waktunya untuk bumi kembali menerima air hujan dari langit, mungkin memang sudah saatnya air mata langit itu memeluk bumi Jakarta yang panas ini.

Tak hanya mendung yang jadi pertanda, bahkan angin pun ikut mengambil bagian untuk memberi kabar pada penduduk bumi, bahwa sebentar lagi hujan akan turun.

Hembusan angin itu menyapu kesana kemari, menciptakan rasa sejuk pada udara malam ini.

Kara, gadis itu merapatkan cardigannya ketika hembusan angin itu menerpa dirinya. Gadis itu kini sedang berjalan kaki, hendak pulang ke rumah setelah membeli beberapa makanan instan dan camilan untuk Samudra, agar ketika dirinya pergi untuk beberapa hari, kakaknya itu bisa dengan mudah mengatasi rasa laparnya.

Iya, besok adalah hari keberangkatan Kara ke Jogja untuk Olimpiade. Dan hari ini ia mengambil cuti kerja untuk mempersiapkan kebutuhannya, juga kebutuhan rumah ketika ia tinggal nanti. Kara sudah meminta izin pada bosnya untuk libur beberapa hari kedepan karena Olimpiade itu, dan seperti biasa bosnya itu dengan senang hati memberinya izin, bahkan ia pun juga mendapat sedikit uang saku dari bosnya itu. Baik sekali, ya.

Kini Kara sudah sampai dirumahnya, ia pun segera masuk kedalam karena udara diluar cukup dingin, juga beberapa rintik hujan sudah mulai jatuh membasahi bumi.

Sembari meletakkan dan menata belanjaannya di dapur, Kara yang melihat Samudra keluar dari kamar mandi itu, membuka suaranya.

"Tadi aku beli beberapa mie instan, telur, sama sosis juga buat Kakak makan kalau aku gak di rumah." Ucapnya.

Mendengar itu, Samudra menghentikan langkahnya, menoleh pada gadis yang tengah mengeluarkan barang-barang belanjaan itu.

Kara pun tersenyum samar, lalu kembali berbicara. "Kayaknya aku disana cuma 2 hari, tapi kata Bu Sandra tadi, kalau masuk final, nambah sehari lagi."

Samudra tak menjawab sepatah katapun, kini laki-laki itu sudah bersiap untuk beranjak lagi, tanpa peduli dengan adiknya itu.

"Oh iya, selama aku gak di rumah nanti, Kakak makannya jangan telat-telat yaa, tidur yang cukup, jangan pulang malem-malem.." Ucap Kara lagi, gadis itu masih nampak fokus menata belanjaannya.

Samudra masih tidak mau memberi respon, laki-laki itu hanya melirik sebentar.

"Kalau kakak sampai sakit, aku ikut sedih." Tiba-tiba mata Kara berembun, gerakannya pun juga terhenti. "Karena selain Kak Sam, aku udah gak punya siapa-siapa lagi."

Air mata gadis itu lolos begitu saja, namun sesegera mungkin ia tepis, lalu kembali pada belanjaannya.

Samudra yang tadinya hendak pergi, kini mengurungkan niatnya. Laki-laki itu berdiri terpaku oleh ucapan Kara, kata-kata itu dengan tepat menancap pada hatinya, memberi goresan tak kasat mata, tetapi sakitnya terasa begitu nyata.

Sesaat kemudian, laki-laki itu menghela nafasnya. Menepis semua rasa sakit, dan tidak ingin tenggelam dalam suasana.

"Lo kalau mau pergi, ya pergi aja. Gak usah banyak bacot!" Ucap samudra sangat dingin. Kemudian laki-laki itu segera beranjak dari sana, meninggalkan Kara yang kini air matanya lolos lagi.

Sesak, dada gadis itu terasa sesak. Bahunya terguncang, air matanya tumpah ruah bersamaan dengan turunnya air hujan malam ini.

Satu-satunya orang yang ia punya, yang seharusnya memberi kehangatan, yang seharusnya menjadi penawar rasa sakit, ternyata malah menancapkan belati tak kasat mata pada hatinya, menambah luka yang ia derita seakan tak ada habisnya.

KARAMEL MOZARELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang