4. RAHASIA DIBALIK CARDIGAN

417 122 32
                                    

"Makasih ya, Pak.."

Moza, laki laki itu memberikan uang kendaraan kepada sopir angkot sebelum turun dari kendaraan berwarna biru yang membawanya pulang itu.

Laki laki itu berjalan memasuki komplek perumahan, ia baru sadar ternyata sapu tangan yang ingin ia berikan kepada Kara tadi masih dalam genggamannya.

Moza memelankan langkah, ia mengamati sapu tangan berwarna coklat polos itu, otaknya memutar kembali aksi heroik Kara yang membantunya melawan kawanan preman tadi. Ia jadi berfikir jika tidak ada gadis itu, mungkin dirinya tidak bisa sampai dirumah seperti sekarang ini.

Fokus Moza teralihkan saat melihat motor Honda CBR berwarna hitam dengan garis merah yang terparkir gagah didepan rumahnya.

"Wiiiihh.. motor siapa ini, Mbok?" Kagum Moza sembari bertanya kepada mbok Rumi, asisten rumah tangganya yang saat itu baru saja keluar dari dalam rumah.

"Motor mas Fariz, tadi ada orang dealer nganterin motor itu kesini. Kyai Umar yang membelikan, Mas." Mbok Rumi menjawab dengan antusias, ikut senang melihat motor baru Moza.

"MasyaAllah.. bagus banget ini, Mbok! Abah tau aja apa yang saya suka." Moza mengamati motor itu dari segala sisi, ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

"Iyaa.. motornya keren, sama kayak mas Fariz." Mbok Rumi tertawa kecil membuat Moza tersipu.

"Ah, Mbok ini bisa aja.."

"Lho, Mas! Wajah mas Fariz kenapa babak belur begitu?" Tanya mbok Rumi yang baru saja menyadari bahwa ada lebam diwajah Moza, raut senang tadi kini berubah menjadi khawatir.

"Ndak apa apa, Mbok.. tadi ada sedikit insiden di sekolah. Tapi mbok Rumi jangan bilang bilang Ummi sama Abah, yaa.." jelas Moza sembari membujuk mbok Rumi agar tidak cerita apa apa kepada orang tuanya soal insiden itu.

"Tapi, Mas.."

"Sudah, ndak apa apa, Mbok.. bentar lagi juga sembuh." Sela Moza meyakinkan mbok Rumi bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Mbok Rumi menghembuskan nafasnya, mencoba menghilangkan kekhawatiran itu dari dalam diriya.

"Ya sudah kalau begitu, tapi saya siapin air hangat yaa, buat ngompres lebamnya."

Moza mengangguk beberapa kali sebagai jawaban. Sementara mbok Rumi kini beranjak masuk kedalam rumah untuk menyiapkan air hangat.

"Oh iya, makan siang sudah saya siapkan, mas Fariz makan dulu yaa.. habis itu nanti dikompres lukanya." Tambah Mbok Rumi ketika sudah sampai didepan pintu rumah.

"Iya, Mbok, makasih yaa.." jawab Moza yang masih berdiri didepan rumah mewah milik keluarganya yang sekarang ia tempati bersama mbok Rumi itu.

Rumah itu memang sengaja dibeli keluarga Moza sejak 1 tahun yang lalu, dan dijadikan tempat singgah ketika mereka berkunjung ke Jakarta, mengingat Kyai Umar adalah pengasuh pondok sekaligus pendakwah yang sering keluar kota untuk memenuhi undangan ceramah.

•••••

*Cklek..

Perlahan pintu utama sebuah rumah terbuka, sinar cahaya dari luar perlahan menyorot masuk, sedikit memberi penerangan pada ruangan yang selalu gelap itu.

Kara, gadis yang membuka pintu itu perlahan masuk kedalam rumahnya, ia sempat tertegun lantaran melihat punggung seorang laki laki yang terbaring tanpa gerak diatas sofa model lama yang ada diruang tamu rumahnya.

Selain itu, netranya juga melihat piring kotor yang dibiarkan diatas meja, satu bungkus kripik kentang yang sudah kosong, serta satu botol sedang minuman Coca Cola. Semuanya berserakan dimeja ruang tamu.

KARAMEL MOZARELAWhere stories live. Discover now