Part 10 : Kedatangan

Mulai dari awal
                                    

"Kalau nangis dimarahin Ayah" celetuk gadis itu tanpa sadar.

Mbah Dah tertawa kecil, "Semua itu pasti ada alasannya".

Aesa membuka mata setelah tangan Mbah Dah terasa menjauh dari kepalanya. Gadis itu menghela nafas berat, semua yang dikatakan Mbah Dah benar adanya.

"Mulai sekarang lebih rajin lagi ibadahnya, dijaga juga keimanannya" pesan Mbah Dah.

Asih membantu Mbah Dah memasukkan kembali barang yang dibawanya ke dalam bakul kecil yang dibungkus selendang.

Ia antar Mbah Dah sampai ke depan pintu, Indah yang sejak tadi menunggu di luar pun bangkit dari kursi.

"Nduk Es baik-baik aja kan, Mbah?" tanya Asih memastikan.

Mbah Dah tersenyum sambil mengangguk, "Anaknya kuat".

"Matur nuwun ya, Mbah" ucap Asih tulus.

"Mari, Mbah" Indah mengulurkan tangannya, "Indah antar pulang".

Mbah Dah sedikit mengangkat bakul kecil yang dia gendong dengan selendang lalu menerima uluran tangan Indah, "Terimakasih ya, Nduk".

Asih menatap Indah yang dengan sabar menuntun Mbah Dah berjalan, awalnya Mbah Dah datang bersama anaknya yang hendak pergi bekerja lalu Indah datang dan Asih memintanya untuk mengantar Mbah Dah kembali ke rumah.

Sepeninggal keduanya, Asih masuk memeriksa keadaan Aesa, gadis yang sedang minum air itu menatap Asih keheranan.

Asih duduk di tepi ranjang menempelkan punggung tangannya pada dahi Aesa, suhu tubuhnya sudah tidak panas seperti semalam.

"Obatnya tetep diminum ya". Aesa mengangguk patuh, "Berarti besok Es udah bisa berangkat sekolah kan, Budhe?".

"Iya, janji jangan kecapean" Asih mengacungkan jari kelingkingnya.

Aesa tertawa kecil lalu mengaitkan kelingkingnya pada kelingkingnya Asih, "Janji!".

Mereka tertawa bersama setelah itu, seperti sepasang Ibu dan anak pada umumnya.

Walaupun Mbah Dah tidak ingin memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi, Asih akan tetap menyayangi Aesa dengan atau tanpa masalah yang terjadi pada gadis itu.

***

Hari mulai gelap dan jalanan mulai sepi pengendara, sebentar lagi pastinya akan terdengar suara adzan berkumandang.

Motor sport hitam itu melaju pelan melirik ke sana ke mari lalu menyempatkan waktu untuk berhenti sejenak di sebuah mushola.

Helm yang menutup keseluruhan kepalanya itu dia buka, udara segar langsung menyapa membelai wajahnya.

Rambut hitamnya dia sisir kebelakang dengan jari-jari tangan mempersilahkan hembusan angin ikut mengusap surai pemuda itu.

Ia turun dari motor mengikuti langkah orang-orang yang mulai perlahan memenuhi mushola.

Setelah melaksanakan serangkaian ibadah, kebanyakan dari mereka langsung meninggalkan mushola namun ada juga yang mengaji terlebih dahulu terutama anak-anak.

Pemuda itu duduk di tangga batas suci, melihat langit yang sudah gelap membuatnya bimbang untuk melanjutkan perjalanan.

"Dari mana, Le?".

Ia mencari sumber suara yang mengajaknya berbicara lalu menemukan seorang bapak-bapak tengah berdiri sambil melipat sajadah sesekali melirik ke arahnya.

My Lovely Ghost | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang