6. Kontrak dari Alfin

50 12 0
                                    

/"OAAAA OKHAAA...!!"

Kontan Alfin membuka matanya. Jantungnya berdetak tak karuan. Bergegas ia bangun dari tidurnya. Kepalanya berputar menatap cermin, ...plakk!!

"Kenapa gue mimpi... indah banget..."

"OOAAA...!!"

"Ya Rabb..."

"BANG ALFIIINNNN, eh-"

Pemuda itu memandang Gala, bak ingin memangsanya.

Belum cukup kah ia menerima jeritan bayi dan harus mendengar lolongan tuyul pagi ini.

"Kirain belum bangun. Dipanggil ibu..."

"Astaghfirullah!"

_

Sudah genap satu Minggu, pemuda itu nampak kusut. Terutama di pagi hari. Fairuz alias bayi malang yang dibuang orang tuanya itu sungguh mengusik hari-hari tenangnya. Ia bahkan tidak diberikan nafas barang sedetikpun demi menenangkan bayi itu yang terus-terusan menangis.

"Eh, Fin lo masih inget gak cewek yang waktu itu ikutan pesta miras?" tanya Rey tiba-tiba.

"Yang mana kemarin rival basket kita?"

Ingin Rey gampar dengan bangku rasanya. "Itu cowok, Abu Lahab!!"

"Ya lu ngomong cewek nya kek lagi ngumur alkohol!"

"Astaghfirullah hal'adzim!"

"Emang kenapa sama tu cewek. Tumben amat lu bahas cewek." Alfin mengedarkan pandangannya, mencari cutter. "Bal, lempar cutter!"

Menerima cutter itu, Alfin memotong kardus yang tadi ia garis. "Kemarin gue lihat dia di rumah Ning Fia."

Tangan Alfin terhenti.

Ayra?

Nama perempuan itu terlintas dibenaknya.

"Salah lihat kali. Mana mungkin ning Fia kenal sama anak bermasalah kayak mereka." balasnya.

Rey tak membalasnya. Lagipun, temannya itu tidak pernah mengambil pusing hal yang membuatnya tak perlu ambil pusing.

"Btw, lo dapet kabar dari Abbas?"

"Gak ada. Kayaknya ganti nomer, gak pernah nongol di sw. Story' ana juga gak pernah dia lihat." balas Rey.

"Emang lo suka bikin sw?"

"Nggak!"

Kali ini Alfin yang ingin melempar sahabatnya ini dengan papan buatannya. Tapi sayang...

"Tadi cutter kemana lagi cutter, woy cutter, woy!"

"Di gue, Fin!" balas Wahyu.

"Anjirt, belum ada semenit dah dipungut lagi aja!"

_

Setelah memasang bulletin board, Alfin tak sengaja memandang Fia yang tengah memasang sepatu di tangga masjid. Kontan senyumnya mengembang, jantungnya pun ikut berdebar kala ingatan dalam mimpinya berputar dalam otaknya.

"Ning Fia,"

Alifia yang merasa namanya dipanggil, kepalanya ia putar ke samping, di mana Alfin berada. Cowok itu menarik bibirnya.

"Kalau boleh tahu, kriteria laki-laki yang kamu ingin jadikan suami seperti apa?"

Dalam diam, Alfin sudah berpikir jika nantinya Fia menjawab, "memang kenapa?" Alfin akan membalas, "Karena saya ingin memantaskan diri menjadi seperti yang kamu inginkan."

Membayangkan itu membuat hati Alfin ingin menjerit.

"Aku..."

Lelaki remaja itu terlihat kembali fokus. Menajamkan indera pendengarannya.

Karena Aku Bukan Gus?Where stories live. Discover now