5. Terbuang

41 13 0
                                    

"Bas, Abah sudah memilihkan mu seorang wanita yang nanti akan menjadi istri mu." ucap Ustadz Rahman pada putranya.

Abbas tidak terkejut. Senyumnya terbit, seolah menghargai keputusan Abahnya. Namun, dengan lembut pula ia menggeleng. "Tidak Abah, meski Abbas harus menikah muda, Abbas sudah memiliki pilihan sendiri. Wanita yang Abbas pilih ini, juga yang Abah sudah kenal."

Rahman terdiam sesaat, kemudian mengangguk disertai senyum leganya. "Siapa wanita itu?"

"Putri tunggal ustadz Yusuf, Abah."

_

Sudah berhari-hari, bahkan berbulan-bulan Fia terus saja menunjukkan wajah murungnya. Meski telah di tanya oleh umi dan abi nya, ia tak habis kata dengan kebohongan yang dilemparnya.

"Ning, ana mau pamit." ucap Alfin.

Gadis bercadar hitam itu mengangguk. Namun, tak sedikit laki-laki bersarung itu beranjak setelah mendapatkan jawaban Fia.

"Ada sesuatu yang kamu mau sampaikan, Alfin?"

"Kamu yang lupa menyampaikan amanah ustadzah, Ning." jawab Alfin, sekenanya.

Sontak Fia menepuk jidatnya. "Astaghfirullah hal'adzim, ada di dalam. Sebentar!"

Tak berselang lama Fia kembali membawa sebuah kardus. "Kata umi, maaf cuma bisa ngasih buku ceritanya aja. Lain kali umi bawakan yang lainnya juga."

Alfin dengan sigap menerima kardus itu. Senyumnya terbit di sana, hingga menenggelamkan kedua bola matanya. "Sampaikan terimakasih ana."

Fia mengangguk.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

Yaa Rabb... aku ingin lebih dekat dengannya. Seperti detak dengan jantung. Menjadi suatu suku kata yang mendebarkan.

Setibanya di rumah, Alfin di sambut ramai oleh anak-anak. Mulai dari usia 4 hingga 12 tahun. Semuanya menunjukkan gurat senang atas kedatangan driver itu.

"Driver kita datang...!" seru Miftah. Laki-laki 5 tahun, yang amat menggemaskan.

Spontan Alfin menjawil hidung bocah itu. "Suka banget kalian manggil abang, driver, ya!"

"Habisnya... bang Alfin setiap bang Alfin datang selalu bawa sesuatu. Kali ini Abang bawa apa?" tanya Vasha. Anak perempuan berusia 6 tahun.

"Bukuuu..." Gala memekik, seraya mengacungkan sebuah buku. Rupanya bocah itu telah mengendap dan mengorek isi kardus yang di bawa Alfin.

Bak semut yang disuguhi gula. Mereka berlarian dan berebut buku incaran mereka masing-masing. Sontak bu Sarah, wanita yang Alfin panggil dengan sebutan ibu itu mencegah mereka sebelum buku-buku yang masih baru itu langsung menjadi sampah dalam sekejap.

Ya, penduduk di sini memanggil tempat ini adalah yayasan az-zukhruf. Tepat seperti arti dalam Al-Qur'an, az-zukhruf adalah perhiasan. Mereka sangat berharga bagi Alfin. Mereka adalah keluarga bagi pemuda itu. Keluarga nya sejak 10 tahun terakhir.

"Bu, tadi Alfin juga di kasih makanan sama pak Kiai." ucapnya.

"Yaa Allah, mereka baik sekali. Ibu jadi gak enak, Fin. Setiap kali kamu pulang, mereka selalu menitipkan ini dan itu buat anak-anak. Tolong sampaikan pesan ibu pada keluarga besar di sana, terimakasih... terimakasih banyak, jangan repot-repot. Kami juga disini masih punya uang untuk memberi mereka makan. Ibu masih punya tanggung jawab untuk anak-anak, Fin." balas Sarah.

"Tolong juga jangan halangi kami untuk menabung untuk bekal di akhirat. Mereka selalu menjawab begitu, Bu." Seraya menaruh makanan di atas meja. "Kali ini pun, Alfin jamin mereka jawab begitu lagi."

Karena Aku Bukan Gus?Where stories live. Discover now