4. Untuk Buta dan Tuli

57 14 3
                                    


Happy reading 🌈

_

Fia POV

Karena panik, aku bergegas turun dari motor Alfin tanpa sepatah kata. Belum genap 5 langkah, ia mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut.

"Ning, ana tuli!"

Spontan aku menoleh dengan penuh tanda tanya.

"Anggap aja ana tuli. Ana gak denger tadi Ning ngomong apa. Anggap juga ana buta. Biar ana antar Ning kemana aja, tanpa ana bisa lihat apa-apa. Atau anggap aja ana ojol yang tadi Ning pesan. Yang mau antar ke tujuan kamu, Ning."

"Alfin, aku minta maaf..." Kenapa kamu jadi begini, Alfin.

"Mau, nggak?"

Aku memandang pemuda itu cukup lama. Siapa kamu sebenarnya Alfin. Apa benar kamu hanya sekedar sahabat Rey, sekedar manusia yang sangat menjengkelkan, atau sekedar insan yang merepotkan para ustadz. Tapi kadang kamu menunjukkan sisi manis. Yang membuatku sulit menarik kesadaran diri.

"Ning, kalau ada orang nyebrang atau lampu merah bilang, ya!" serunya.

"Kenapa emangnya?"

"Kan gue mau pura-pura buta. Tadi lo bilang apa, gue gak denger!"

/Plak!!

"Nggak lucu becandanya, Alfin! Nyetir yang bener!"

Sudah hampir 2 jam kita berkeliling. Namun, kita tak kunjung melihat tanda-tanda Ayra ataupun teman-temannya. Yaa Allah, aku harus cari kemana lagi.

"Ning, udah mau magrib. Kita mampir ke masjid dulu, ya." ucap Alfin.

"Iya."

Di parkiran, aku memberikan helm pada Alfin seraya bertanya. "Apa sebaiknya kita cari di club' aja, ya?"

Kedua bola mata Alfin hampir copot. "Yang bener aja, emang biasanya dia ke club'?"

"Gak tahu. Tapi waktu itu Ayra pernah dateng ke rumah malem-malem." Aku memandangnya sekilas. "Sambil mabuk." cicitku.

Mendengar tak ada balasan dari Alfin, aku mendongak lagi. Takut-takut pemuda itu marah.

"Ibunya Ayra, nitipin Ayra sama aku, Alfin."

Alfin membuang napasnya, berat. "Ya udah, setelah shalat kita cari club' nya."

Fia POV end

_

Di depan pintu, Alfin diperiksa oleh seorang petugas. Sebelum akhirnya ia diperbolehkan masuk. Pemuda itu meneguk ludahnya susah payah, kala netranya langsung disuguhkan oleh sejoli yang tengah saling menyecap bibir. Bibirnya bergumam istighfar.

Tak sampai disitu, beberapa langkah ia masuk, sebuah tangan langsung menggerayangi tubuhnya. Membuatnya terkejut setengah mati. Ia meminta maaf dan langsung kabur.

Tunggu, minta maaf untuk apa??

Yang berbuat tak senonoh kan wanita jalang itu!

Astaga Alfin... cepat cari saja Ayra, lalu menyeretnya keluar.

"Eh, berondong. Namamu siapa, ganteng. Mau main sama aku, nggak?" cegat seorang wanita.

Mata Alfin tak sengaja memandang buah dada wanita itu yang hampir tumpah. Sontak ia langsung memejamkan matanya dan berbalik pergi. "Astaghfirullah hal'adzim, astaghfirullah hal'adzim. Laa illaa haillaa anta subhanaka inni kuntuminadzolimin... yaa Allah, astaghfirullah hal'adzim..."

"Astaghfirullah hal'adzim, a'udzubillah himinasy syaothon nirrajim 5×!"

"Alfin! Gimana?" seru Fia, kemudian bertanya.

Alfin berlari, menghampirinya. "Astaghfirullah hal'adzim..."

"Kamu kenapa?" tanyanya lagi.

"Astaghfirullah hal'adzim. Demi Allah, ini kali pertama dan terakhir ana menginjakkan kaki di club'. Demi Allah ana kapok banget. Yaa Allah, ampunilah hamba, yaa Allah." racau Alfin. Pemuda itu nampak pucat pasi

"Nggak ada ya, Ayra nya..."

"Yaa Allah lo masih aja mikirin Ayra, disaat gue udah ternodai oleh jalang-jalang di sana?? Tega banget lo, Fi—"

"Ayra, ...AYRA!!" teriak Fia tiba-tiba, kemudian berlari mengejar Ayra.

"Fi, fi..."

Ayra yang merasa namanya dipanggil, nampak ia terkejut atas kedatangan Fia. Ayra yang hendak kabur, langsung di cekal oleh Fia. Namun, semua seolah dibalik oleh Ayra. Gadis itu menarik lengan Fia dan langsung membawanya ke tempat sepi.

"Lo ngikutin gue, heh?"

"Nyali lo gede juga dateng ke tempat setan begini? Atau lo mau gabung jadi geng kita, heh, sebaiknya jangan, ya. Lo itu terlalu alim, Fi. Gak cocok gabung sama kita. Balik sono! Jangan sampe temen-temen gue lihat lo ada di sini!" kecamnya.

"Aku cuma mau jemput kamu, Ay. Ibu nyuruh aku cari kamu, ternyata kamu ada di sini. Kamu kenapa kesini lagi sih, Ay. Bukannya kamu udah janji gak mabuk lagi?" balas Fia, memelas.

/"Raaa..."

Wajah Ayra berubah panik. Gadis itu spontan mendorong Fia hingga tersungkur. "Pergi Fia! Atau gue benci lo selama-lamanya!"

"Tapi Ay, ibu—"

"CEPET BALIK, ANJING!!" setelah mengatakan itu, Ayra bergegas pergi untuk menemui Ayu.

Gadis itu bernapas lega. Setidaknya Ayu tidak melihat dirinya dengan Fia.

Sementara Alfin yang tak terima dengan ucapan Ayra, pemuda itu hendak menghampirinya. Namun, Fia segera menahannya. Matanya tersirat permohonan.

"Kamu bilang mau pura-pura buta dan tuli. Anggap aja kamu gak denger apa-apa, anggap aja kamu lihat apa-apa. Anggap aja kamu gak antar aku. Satu lagi aku minta sama kamu. Aku gak kenal Ayra, kamu juga gak kenal Ayra." pinta Fia.

"Kalau gue gak sengaja lihat dia di sekolah gimana?" tanya Alfin.

"Lihat dia sebagaimana cara kamu melihat dia sebelumnya."

Tapi kenapa?

Benak Alfin terus dipenuhi tanda tanya. Pertanyaan yang sangat mengusiknya. Beribu-ribu pertanyaan ingin ia lontarkan. Mengapa. Namun, rasa bersalah justru lebih besar ia akan rasakan jika semua pertanyaan itu terlontar.

Biar waktu yang nanti akan menjawab.

***

|TBC

See u next part..

Karena Aku Bukan Gus?Where stories live. Discover now