Phase 2 - Four

855 151 13
                                    

Sudah lebih dari seminggu AJ dan Ally berdebat, saling adu argumen, menangis, meratap, lalu bertengkar lagi sampai akhirnya mereka sepakat untuk melahirkan anaknya lebih awal setelah Ally dan AJ mencari cara-cara terbaik untuk mempertahankannya. Mempertimbangkan baik dan buruknya jika Ally tetap mempertahankan kandungannya.

Mereka sudah menelepon, berkonsultasi dengan dokter-dokter terbaik yang bisa dihubungi dalam waktu sesingkat itu, namun hasilnya tetap tidak seperti yang mereka harapkan.

Ally marah karena dia merasa AJ menyerah lebih awal saat dia masih mencari-cari alternatif lain. Mungkin anak mereka akan jauh lebih kuat di luar perkiraan dokter. Mungkin sentuhan kecil saja tidak akan mematahkan tulang anaknya. Mungkin semua tes yang dilakukan, semua diagnosa yang sudah dilakukan beberapa kali dengan beberapa dokter yang berbeda akan tetap salah. Anak perempuan mereka akan jadi salah satu dari keajaiban yang mungkin akan datang di kehidupan mereka.

Ally masih menaruh banyak harapan, tapi setelah tes ulang untuk ke-tiga kalinya, AJ menyerah. Dengan memasang wajah tegar AJ berkata, I can't stand to watch my perious daughter get hurts and there's nothing that I can do to protect her. I can't live with all of that guilt, Ally. It's more than I can bear...."

"But I love her. If you can't protect her, than I will! I will, AJ!!" isak Ally sambil mengusap perutnya. Dia tahu sebetulnya dia juga harus menyerah, namun dia tidak sanggup.

AJ memeluk Ally erat. "I love her too... More than my life itself... But...she's in pain, All... She's in pain... Damn it!!! Why did this have to happen to her? Why...." AJ tak sanggup melanjutkan ucapannya. Bahunya berguncang keras karena tangisnya.

Setelah semalam suntuk mereka menangisi putri mereka, pada Akhirnya Ally sepakat untuk tidak lagi menunda kelahirannya. Walau terasa seperti nyawanya yang ikut tercabut dari raganya, Ally mencoba untuk tegar meski pun pertahanannya runtuh sepenuhnya saat dia memeluk putri mungilnya. Ally menangis tak henti-henti, tak bisa merelakan AJ atau pun orang lain ikut menyentuh putrinya yang hanya hidup sebentar saja di pelukan.

AJ hanya bisa diam menyaksikan Ally menyanyikan lullaby, tak henti-henti mencium putri mereka sambil terus mengatakan kalau dia sangat mencintainya.

Tak sanggup untuk lebih lama lagi berada di sana, AJ memutuskan untuk keluar kamar rawat, berjalan gamang menelusuri lorong yang sepi lalu jatuh terduduk di lantai, menangis tersedu-sedu sampai ada satu tangan lembut membelai punggungnya dan duduk di sebelahnya. "Adrian... It's okay... It's okay... I'm right here... It's okay...." lembut suara Grace menyentuh gendang telinganya.

AJ menoleh, menatap Grace dengan matanya yang merah dan pandangan kabur karena air mata. Dia melihat Grace juga terlihat sangat sedih, namun memaksakan diri untuk tersenyum walau matanya terlihat sembab. "It hurts, Gracie.... It hurts so much!!" ratap AJ yang badannya lunglai tidak sanggup untuk berdiri atau melakukan apa pun lagi. Hanya bisa menunduk pasrah

Grace berlutut, memeluknya erat. "I know... But, I also know that you are the strongest person on earth. It will pass, Adrian... It will pass. Be strong, okay... Be strong... I'm here for you...." bisik Grace sambil mengusap-usap punggung dan juga rambut AJ. "You're strong ... It's okay...." ucapnya berulang-ulang sampai AJ berangsur tenang.

Suara langkah kencang terdengar membuat mereka berdua menoleh. Shane dengan rambut berwarna pink-nya berlari semakin kencang saat melihat AJ dan juga kakaknya yang sekarang sudah saling melepaskan diri.

Shane nyaris menubruk AJ saat dia menghambur memeluknya. "I heard the news... I'm so sorry, Kak. I'm so sorry...." ucap Shane yang sekarang terlihat jauh lebih sedih dari AJ sendiri.

Love You in Silence (New)Where stories live. Discover now