Six

818 153 17
                                    

Keluarga Hamizan sudah kembali ke rumahnya berbekal janji-janji yang Azha ucapkan. Belum satu pun dari mereka meng-iyakan ucapannya, namun, Ken berjanji akan segera memberikan jawaban secepatnya jika memang Azha tidak berubah pikiran.

Sekarang dia ditinggalkan dengan ke-dua orang tuanya. Menilik ekspresi mamanya, Azha tahu kalau mamanya sudah menahan diri sedemikian rupa agar tidak berkomentar macam-macam saat keluarga Hamizan masih ada di rumah mereka.

"Yes, mom?" Azha memutuskan untuk bertanya duluan sebelum mamanya meledak.

Cassie mendelik, menatap tajam anak sulungnya. "Have you lost your mind?" desisnya.

Azha ingin membantah, namun dia biarkan saja mamanya melontarkan semua uneg-uneg yang dari tadi terpendam.

"Kamu mau jadi martir seperti itu? Untuk apa, Za? Kamu tahu kamu akan menghadapi amarah AJ secara langsung! Belum lagi jadi ayah bagi anaknya Grace! That's a huge responsibility! Memangnya kamu sanggup? Kamu mungkin mencintai ibunya, tapi bagaimana dengan anaknya? This is insane, Za! Opa kamu juga tidak akan setuju!"

Azha memutar bola matanya. "Siapa pun yang kupilih jadi pendampingku, kuyakin tidak akan bisa memuaskan ego seorang Djosef Pramudya, Mom!" jawabnya agak ketus, lalu kemudian nadanya melunak saat kembali bicara dengan mamanya. "I'm not insane. I do love Grace more than anything. Soal bagaimana perasaanku terhadap anaknya...." Dia terdiam sejenak. "Anak kami nanti... Aku akan membuktikan ke mama kalau aku juga akan menyayanginya dengan sepenuh hati.

Look, mom... I want to be with her because I love her, because I respect her, and I want to have a children with her quality. She's smart, strong, such a beauty in every way. She's perfect... Is it wrong if I want to spend my life time with her because of that?"

"Terlalu banyak yang kamu korbankan untuk hubungan ini, Za. Kamu yakin?" Kali ini papanya yang angkat bicara.

Azha mengangguk. "Tak ada keraguan sama sekali. Bicara soal pengorbanan, bukankah kalian melakukan hal yang sama saat akan menikah? Kurasa ini masih tidak ada apa-apanya."

Cassie dan Rasya saling beradu pandang. Cassie mengangkat bahu. "Tidak ada yang kukorbankan selain kehilangan hak warisku hanya demi bersama Rasya. Toh, sekarang sudah dikembalikan juga ke kalian berdua," ucapnya merujuk ke dana perwalian dalam jumlah besar untuk Azha dan Gemma saat mereka sudah mencapai 23 tahun.

Azha tertawa kecil. "See...." ucapnya dengan nada penuh kemenangan.

Mamanya menggelengkan kepala, menepuk-nepuk bahu anaknya. "Mama pikir kamu mirip papamu yang sangat rasional... Ternyata kamu Pramudya sejati yang bisa hilang akal saat sudah jatuh cinta. Mama menyesal telah mewariskan kebodohan itu ke kamu, Za."

"Mama tau mama tidak akan bisa mengubah tekad kamu. Tapi, mama sangat mengkhawatirkan keadaan kamu ke depannya. Setidaknya mama menyerahkan segalanya untuk orang yang sangat mencintai mama. But you... Grace never loves you, Za....bukankah pernikahan dengannya akan jadi sangat menyakitkan untuk kamu jalani?"

Azha menunduk. "Setidaknya aku sudah berusaha, ma... Don't worry about me. Just help me... Bantu aku mewujudkan pernikahan ini."

------------

"Minum dulu!" Gina menyodorkan susu pisang di depan Grace yang duduk termenung di taman tengah Rumah Sakit.

Grace menerima susu pemberian Gina dengan lesu, membuka tutupnya seakan terpaksa dan hanya sanggup menelan sedikit saja.

"Gue tau loe lagi gak enak hati, sedih, marah, muak, tapi seenggaknya paksain buat makan, Grace... For the sake of your baby," ucap Gina lembut sambil menepuk bahu Grace sebelum dia duduk di sebelahnya.

Love You in Silence (New)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora