Bab 15

40 4 2
                                    

Hari ini adalah hari minggu, hari yang seharusnya menjadi hari libur bagi Jingga. Tapi sepertinya dia tidak bisa libur dengan tenang karena Gibran selalu mengusik hari liburnya. Bahkan saat ini jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan pria itu meminta Jingga untuk datang ke rumahnya.

"Sepi banget," gumam Jingga pelan sambil terus berjalan menuju ke rumah mewah Gibran.

Jingga memang berjalan kaki dari kosannya ke rumah Gibran, jarak yang lumayan jauh tapi  dia tidak bisa berbuat apapun. Uangnya harus dia tabung untuk membayar hutang, setidaknya dia harus bekerja dengan Gibran sampai hutangnya lunas. Jika sudah lunas, Jingga akan pergi jauh dari kota ini.

Tak terasa 20 menit sudah berlalu, kini Jingga sudah berada di depan pintu rumah baru Gibran. Sambil menghembuskan nafas pelan, Jingga memutuskan untuk mengetuk pintu. Sepertinya malam ini akan sangat berat baginya karena ada mobil teman-teman pria itu di sini.

"Hebat banget bikin gue nunggu satu jam lebih," kata Gibran dingin saat melihat gadis di depannya.

"Maaf pak," jawab Jingga pelan, tidak bisakah pria ini menawarinya untuk duduk atau segelas air? dia benar-benar sangat lelah saat ini.

"Maaf maaf, cuma itu aja yang bisa lo lakuin," kesal Gibran masuk ke dalam rumah. Sambil menghembuskan nafas pelan, Jingga mengikuti Gibran masuk ke dalam rumah.

Saat masuk, Jingga dapat melihat ketiga sahabat Gibran. Di sana bahkan juga ada kakaknya Dian, Aurel dan Anna pacarnya Galang.

"Perasaan gue nggak enak," batin Jingga sambil terus mengikuti langkah kaki Gibran.

"Datang juga babu lo," kata Dian menatap sang adik sinis.

Jingga tidak mengatakan apapun, yang bisa dia lakukan hanya diam. Begitu juga dengan Aurel, dia sudah berjanji untuk tidak bicara dengan Jingga. Karena syarat dia bisa bertemu Jingga, Aurel tidak boleh bicara dengan gadis itu. Aurel masih ingat ucapan Ergi waktu itu, semakin dekat dia dengan Jingga maka akan semakin menderita gadis tersebut.

"Ya udah buruan, gue mau nonton nih," celetuk Galang yang sudah tidak sabar untuk menonton film horor.

"Ck! bentar napa sih. Nggak sabaran amat lo," kesal Adit menatap sahabatnya itu.

"Lo, ambilin kita minum sama makanan di dapur," perintah Gibran yang langsung mendapatkan anggukan patuh dari gadis tersebut.

"Kalian jahat banget nggak sih sama dia?" tanya Aurel yang sukses membuat wanita itu menjadi pusat perhatian.

"Jahat lo bilang Rel?" tanya Dian menatap wanita itu dengan tatapan tak suka.

"Lebih jahatan mana kita sama dia atau jahatan dia ke keluarga gue sama Gibran?" tanya Dian lagi menatap Aurel.

"Tapi sem-..." perkataan Aurel terhenti saat merasakan tangannya di genggam oleh sang suami.

"Sayang, kamu udah janji sama aku. Kalau aku izinin kamu ketemu dia, tapi tidak dengan bicara, berdekatan, atau membela dia. Paham?" kata Ergi yang sukses membuat Aurel menundukkan kepalanya.

"Benar Rel, mending kita nggak usah ikut campur. Semakin kita ikut campur, maka Jingga akan semakin dipersulit," ucap Anna, sebenarnya dia kasihan dengan Jingga. Ingin menolong tapi takutnya hal itu akan membuat hidup gadis itu makin berantakan.

Lagi dan lagi Aurel hanya bisa diam, bahkan saat Jingga datang membawa minuman dan cemilan wanita itu menundukkan kepalanya. Dia tidak bisa melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu. Ingin membela takutnya hal itu akan membuat hidup gadis itu makin sulit.

"Mau kemana lo?" tanya Adit saat melihat Jingga akan pergi meninggalkan ruang keluarga.

"Lo harus ikut nonton bareng kita," kata Adit yang sukses membuat membuat Gibran tersenyum miring. Dia sangat tau jika Jingga itu penakut, jika menonton film horor maka dalam seminggu kedepannya dia akan takut.

Jinggaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें