🍼 [Ketulusan Gevran] 🍼

21 14 52
                                    

Gevran mengelus lembut rambut gadisnya membuat Araya melenguh merasakan elusan lembut di pipinya. Perlahan matanya terbuka memperlihatkan wajah tampan milik kekasihnya yang kini tengah menatapnya dengan teduh.

"Kamu gak mau sekolah, hm? Ini udah jam 6 lebih sayang."

"Emhh ... Aya masih ngantuk— loh? Kok kita ada di kamar? Perasaan semalem ada di ruang tengah," kata Araya merasa bingung. Pasalnya, semalam Gevran tertidur di dalam pelukannya, karena lelah ia pun ikut terlelap alhasil keduanya terlelap di atas sofa. Namun, kini Araya bingung mengapa bisa dirinya dan Gevran malah berada di kamar.

"Semalem aku kebangun, aku gak tega liat kamu tidur ketindih sama aku, jadi aku mutusin buat pindahin kamu ke kamar," jelas lelaki itu.

Gevran menatap gadisnya teduh, tangannya beralih untuk mengelus rambut surai hitam milik gadisnya. "Maaf ya, pasti badan kamu pegal."

Araya menggeleng pelan. "Nggak kok, gakpapa."

"Evan berangkat duluan aja, nanti Aya nyusul," ujar gadis itu seraya bangun terduduk di atas kasur.

Gevran mengernyitkan dahinya bingung. "Emang kamu udah tau jalannya?"

"Emm ... lupa sih, kemarin inget tapi sekarang lupa," cicit Araya membuat Gevran gemas sendiri dengan gadisnya.

"Mandi dulu gih, aku tunggu di luar."

Araya terdiam sejenak. "Bunda kamu emang gak bakalan marah kalo kamu bawa aku ke apartemen? Aku kan cewek, Bunda kamu gak bakalan mikir yang nggak-nggak kan?" tanya Araya sedikit berhati-hati.

Gevran tersenyum simpul mendengar. "Nggak sayang, Bunda udah tau, aku udah minta izin sama Bunda juga."

Araya sedikit terkejut mendengarnya. "Serius? Ihh Aya maluu!"

"Maaf ya Aya numpang, Aya beban ya buat—"

Gevran dengan cepat merubah raut wajahnya menjadi datar membuat Araya memutuskan untuk tak melanjutkan ucapannya. Gadis itu menunduk seraya memainkan jari-jemari besar milik Gevran.

"Kamu bukan beban, Aya. Kamu berharga bagi Evan, aku masa depan kamu, begitupun sebaliknya. Bahagia kamu juga bahagianya Evan juga, kamu milik Evan, begitupun sebaliknya. Evan gak suka Aya ngomong gitu."

"Aya selamanya bakalan jadi cewek satu-satunya milik Evan, cuma Aya satu-satunya cewek yang berhasil narik perhatian Evan."

Tangannya beralih menggenggam kedua tangan mungil milik Araya lalu mengelus lembut punggung tangannya.

"Kamu cinta kedua aku, Aya. Kamu cinta kedua aku setelah Bunda," ujarnya tulus dengan menatap Araya lekat.

Dielusnya lembut rambut Araya olehnya membuat hati gadis itu seketika menghangat. Lelaki itu sedikit memiringkan wajahnya ketika melihat gadisnya yang hanya terdiam. "Aya ngerti kan? Aya gak boleh ngomong gitu lagi, Evan gak suka."

"Iya Evan, maafin Aya," ujarnya menyesali ucapannya barusan.

Senyuman manis terbit dari bibir Gevran "Sekarang gak usah sekolah dulu, ya? Evan mau kenalin kamu ke Bunda. Bunda dari kemarin nunggu kamu di rumah," ujarnya.

"Beneran? Kok gak bilang, sih?"

"Kamu keliatan cape banget kemarin, jadi aku undur aja."

Gadis itu mengangguk paham. "Emm ... tapi Aya takut kalo nanti Bunda Evan gak wellcome sama Aya."

Gevran mendengkus geli mendengarnya. "Kamu gak usah takut, Bunda baik kok, gak gigit."

"Bukan masalah gigit atau nggaknya ishh," dengus Araya membuat Gevran malah tertawa.

Gevran tertawa lepas membuat Araya terpaku. Ketampanan Gevran semakin bertambah ketika lelaki itu tertawa. Araya tak tahan untuk tidak memeluknya. Tentu saja Gevran mampu dibuat tertegun ketika Araya mendekap tubuhnya sangat erat, bahkan kini tawanya pun terhenti. Terlihat gadis itu menaruh kepalanya di atas dada bidangnya.

"Evan gak bosen apa ganteng mulu?"

Gevran terkekeh mendengarnya. Ia mendekap tubuh gadisnya tak kalah erat lalu mengecup puncuk kepala gadisnya cukup lama. Ada-ada saja gadisnya itu.

=============
•VARIABEL•
=============

"Aya," panggil Gevran ketika memasuki kamar.

"Iya kenapa?"

Gevran tersenyum hangat ketika melihat gadisnya yang hendak mengikat rambutnya. "Sini aku pakein."

Lelaki itu melangkah mendekati gadisnya lalu duduk di pinggiran kasur. Araya memberikan ikatan rambut itu pada Gevran lalu membelakangi Gevran agar memudahkan Gevran untuk mengikat rambutnya.

"Evan bisa?"

"Gak bisa sih, tapi coba dulu kan gak masalah," katanya seraya terkekeh.

Araya tersenyum lalu mengangguk paham.

"Kamu yang beliin Aya ikat rambut ini?" tanya Araya ketika Gevran mulai merapikan rambutnya ke belakang menjadi satu hendak mengikat rambutnya.

Gevran berdehem pelan. "Suka gak?"

"Suka banget! Aya suka, soalnya warnanya biru lucuu!"

Gevran terkekeh geli mendengarnya. Gadisnya ini betul-betul menggemaskan sekali. Ingin sekali ia menikahinya sekarang juga.

"Selesai," gumam lelaki itu membuat Araya bertepuk tangan.

Senyuman manis terbit dari bibir lelaki itu. Ia ikut senang melihat gadisnya yang terlihat ceria.

Tangan lelaki itu melingkar manis di pinggangnya gadisnya mendekap tubuh gadisnya dari belakang lalu menaruh dagunya di atas bahu Araya.

"Aku sayang kamu, Aya."

"Jangan tinggalin Evan, ya? Evan gak sanggup kalo Aya pergi."

"Evan udah cinta banget sama Aya," lirihnya membuat Araya tersenyum mendengarnya.

"Mana bisa Aya ninggalin Evan yang gemesin, udah ganteng, baik juga."

"Evan gak macem-macem sama Aya, Evan cowok terbaik yang Aya temuin. Aya gak tau kehidupan Aya yang dulu kayak gimana, Aya gak tau dulu Aya punya pacar atau nggak, yang pasti Aya bahagia bisa kenal Evan, Aya nyaman kalo sama Evan."

"Evan gak bakalan tinggalin Aya juga, kan?" tanyanya membuat Gevran menggeleng pelan.

"Gak akan, lagi pula Evan gak ada niatan sama sekali buat ninggalin, Aya. Malah Evan takut Aya pergi ninggalin Evan."

"Gak tau kenapa Evan ngerasa Aya bakal jauh sama Evan," gumamnya membuat gadis itu terdiam, merasa bingung.

"Evan gak usah khawatir, Aya gak bakalan ninggalin Evan kok."

"Makasih sayang, makasih udah hadir di hidup aku," ujar lelaki itu dengan tulus.

Meskipun pertemuannya dengan gadisnya begitu aneh. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa dirinya sudah jatuh cinta pada gadisnya itu. Semakin hari, ia merasa jika gadisnya akan menjauhinya. Namun, entah kapan hal itu terjadi, hanya saja ia merasa takut.

Ia tak bisa membayangkan bagaimana gadisnya meninggalkannya, meninggalkan kenangan manis yang telah dilalui, meskipun singkat. Namun, melekat dalam hati.

Araya mengelus pipi lelaki itu lembut. "Sayang Evan banyak-banyak!"

"Sayang Aya juga," sahut Gevran seraya tersenyum hangat.

TBC

VARIABELWhere stories live. Discover now