18 - Fungsi Turun

2 3 0
                                    

KAYAKNYA sosialisasi hari ini udah selesai deh.” Aku sedikit mendongak. Kulihat siswa-siswi SMA Arunika keluar ruang XII MIPA 5. Para polisi yang menjadi pembicara sosialisasi turut menyertai mereka.

Arinda mengangguk. “Kayaknya gitu. Kamu udah dijemput?”

Kualihkan penglihatan ke arah Arinda. “Udah kok,” ujarku disertai anggukan. “Kita pulang sekarang? Kayaknya kamu mau ada acara sama anak-anak teater.” Aku menambahi.

Beberapa saat lalu, sempat kudapati Arinda menerima panggilan dari teman satu ekstrakurikulernya, teater. Dari perkataan Arinda, sepertinya ia akan berkumpul dengan anggota ekstrakurikuler teater.

Arinda mengangguk. “Boleh, yuk.”

Aku berdiri setelah Arinda bangkit dari tempat duduk. Kami melangkah beriringan menyusuri jalan yang biasanya dilewati mobil kebersihan SMA Arunika sekaligus satu-satunya jalan menuju pintu masuk dan keluar peserta didik putri.

Aku mencoba rileks kala melewati kerumunan siswa dan para polisi laki-laki. Aku sempat merasa heran saat salah satu polisi tampak tak suka kami melintas. Secercah takut mulai hinggap di benakku.

“Anak-anak mana ya?” Aku mencoba mengalihkan prasangka buruk dengan bertanya.

Arinda menengok ke sana kemari. “Itu Indira.” Ia menunjuk dengan dagu salah satu siswi yang duduk di belakang pagar besi warna hijau sembari mengenakan sepatu.

“Kenapa nggak ikut sosialisasi?” Indira bertanya saat aku dan Arinda menghampirinya.

“Tadi pas mau masuk, ada Pak Savero. Nggak enak, masa tiba-tiba nyelonong gitu aja.” Arinda bersuara.

“Iya, tadi juga udah penuh ruangannya. Makanya nggak jadi ikut.” Aku mengimbuhi.

“Harusnya tadi masuk aja, nggak pa-pa.” Raisa yang masih bersama Indira dan Dea menyahut.

Aku tersenyum kikuk. “Udah terlanjur.” Kujeda perkataanku. “Kalau gitu, aku duluan ya. Udah dijemput soalnya,” pamitku. Kujabat tangan Indira, Dea, dan Raisa bergantian.

Raisa, Indira dan Dea mengangguk. “Hati-hati, Al.” Raisa bersuara.
Aku tersenyum.  “Terima kasih,” ujarku tulus.

Aku dan Arinda berpisah saat ia berbelok ke lahan parkir siswa. “Duluan, Rin.” Aku berucap dengan sedikit berteriak.

“Iya, Al.”

Aku dan Arinda berjalan berlawanan arah. Kini fokusku hanya untuk meninggalkan area sekolah, tak ingin membuat ibu menunggu. Kulangkahkan kaki menyeberang jalan saat tak ada satu pun kendaraan melintas. Kuhampiri ibu yang sudah stay di atas motor di bawah pohon mangga. Tak berselang lama, kuda baja ini melaju menyusuri jalan raya, bersama sebuah tanda tanya mengganjal sukma.

Sesampai aku di rumah, kurebahkan diri di singgasana paling nyaman sedunia setelah kuganti seragam dengan pakaian kasual. Tentunya setelah mengisi perut dengan nasi lengkap dengan lauk.

Kubuka roomchat dengan Arinda saat sebuah pesan muncul di layar gawai. Sebelumnya aku sempat menanyakan kehadiran Arinda disekolah besok.

Arinda Fadhilasha XIA5

Mager banget Al
Masuk terus nggak ngapa-ngapain
Diam aja di sekolah nggak ada kegiatan

Iya sih emang :"
Kayak tadi telantar

Iyaa wah
Tadi aku nggak pulang-pulang
Mau keluar gerbang
Polisinya kayak menghalangi gitu
Anak-anak juga nonton polisinya yel-yel
Jadi nunggu aku (TT)

Lhoo itu tadi sebenarnya udah pulang atau belum sosialisasinya?
Aku tadi mikir, malu banget dilihatin polisinya pas kita lewat (TT)

NEGASI ( SELESAI )Where stories live. Discover now