13 - Implisit

3 4 0
                                    

PESAN yang dikirim Keyra di grup kelas membuatku mengernyitkan dahi. Setelah kubaca isi bubble chat, seulas senyum terbit di wajahku. Secret letter? Menarik. Kukirimkan pesan balasan pribadi pada Keyra.

Adinda Keyra Baruu

Key, ini amplopnya bawa sendiri kah?
Eh tapi aku nggak tau mau kirim surat ke siapa '-'

Iyaa alfa amplop pribadi
Random :D

Suratnya bikin di rumah kah?
Ee malas :|
Kirim surat buat guru nggak boleh kah?
Bcanda hehe
Bu Nata^_^

Iyaa al, di sekolah terima jadi
Khusus siswa siswi Smanika :D

Kirim buat aku sendiri aja deh :-)

Ariella Iriana XIA5

El, gak pengen ngirim surat buat aku kah?

Ke kamu kah
:D

Iya '-'

Aku mau kirim buat aku sendiri aja rasanya
Semangat aku
Dari aku
Untuk aku
Oleh aku

Wihhh (TT) kerenn
Mencintai diri sendiri
^_^

Self service
mandiri :*

Lnjutknn

Hei aku bingung mau kirim buat siapa :/

Memikirkan yg tdk perlu '-'

Daripada oversinting :"

Malahan kita perlu ovt
(TT)

(TT)(TT)(TT)
Kirim surat buat Bu Nata (^^)

Kirim tabel perkalian ^_^

Logaritma O_o
Kayaknya aku udah tau kirim surat buat siapa
Tapi aku bimbang

(TT)(TT)
Tak baca ngirim bambang (TT)

Gakkkkkkkkk (TT)

Aku bangkit dari singgasana kamar. Kuambil amplop putih yang tergeletak pada lemari di kamar ibu. Aku bergerak dengan hati-hati, tak ingin mendapat interogasi. Kuambil secarik kertas yang biasanya kupakai mengerjakan soal Matematika sebelum mengambil spidol merah dan biru.

Sejujurnya aku tak tahu pada siapa harus mengirim surat. Hanya saja, aku tak ingin membuat surat ini menjadi surat yang biasa saja. Aku ingin siapa pun yang menerima surat ini merasa bahagia, bahkan mungkin merasa lega. Setidaknya ia harus tahu bahwa masih ada seseorang yang peduli tentang hidupnya. Ia tak boleh patah semangat, karena sejatinya ia tak pernah berjalan seorang diri.

Spidol merah dan biru mulai menari di atas kertas bergaris. Sebenarnya aku tak begitu tahu tentang seni. Namun aku hanya yakin warna merah dan biru memiliki daya tarik tersendiri.
Kuakhiri aktivitas hari ini saat jam digital menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

Kumasukkan secarik kertas pada amplop tanpa menuliskan nama si penerima. Sebelum beralih ke alam mimpi, kupikirkan siapa yang pantas mendapat surat ini. Dengan beberapa pertimbangan, kutuliskan nama dan kelas seorang sahabat di bagian pojok kiri atas amplop.

Besok akan menjadi hari yang paling berarti. Bukan untukku, setidaknya untuk seseorang. Jika saja ia di sini, mungkin surat ini aku tujukan untuknya.

10001-101-10110

Setelah lama vakum, hari ini bimbingan kembali digelar. Seperti biasa Pak Arka mengirim file soal melalui grup perpesanan sebelum kami pelajari bersama. Aku sedikit menyesal, soal-soal yang dikirim Pak Arka sudah pernah kulihat di salah satu kanal YouTube luar negeri. Namun aku tidak memiliki inisiatif untuk menyimak penjelasan.

Meski bimbingan berjalan lancar, secercah nestapa tidak pernah bosan memasuki atma. Aku teringat perkataan Pak Arka di pertemuan terakhir bimbingan sebelum bulan puasa. Kala itu Pak Arka menanyakan tentang perasaan kami semasa bimbingan. Apakah kami senang atau tidak. Namun tak seorang pun menjawab. Sejujurnya, aku senang. Sangat senang. Tapi entah mengapa aku merasa, kesenangan yang aku rasakan tidak kudapati di netra-netra lainnya.

Aku menghela napas. Setelah Pak Arka mengemasi dan memasukkan proyektor LCD ke kardus, kami meninggalkan ruangan. Aku dan Nada harus kembali ke ruang tata usaha untuk mengembalikan benda yang menghasilkan proyeksi.

10101-110-10110

Aku sampai di sekolah kala angka nol, enam, dua, dan sembilan tertera di layar gawai. Aku kembali duduk di bangku biasanya sebelum mengirim pesan pada teman-temanku. Sungguh, tak ada hari yang spesial setelah pengumuman KSN. Rasanya setiap kali di sekolah, hanya KSN-lah alasanku untuk bertahan. Aku rindu, benar-benar rindu.

Aku menggeleng cepat. Pagi yang cerah ini harus diisi dengan keceriaan.

All aku nggak sekolah

Kutekan bilik notifikasi yang membawaku ke roomchat dengan Keyra pada aplikasi perpesanan.

Adinda Keyra XIA5

All aku nggak sekolah

Kenapaa

Baru bangun wkwk

Kali aja berangkat telat
Demi kirim surat buat ayang

Nggak punya ayangg

Kedatangan Dealista mengakhiri kesunyian. Baru beberapa saat lalu aku mengirim pesan padanya. Kini ia sudah berada di bangku nomor dua dari kanan dan dari depan.

“Yang lain mana?” Aku bersuara.

“Nggak tau. Keyra belum datang.” Dea meletakkan tas di kursi.

“Keyra nggak masuk, katanya baru bangun.”

Kulihat Dea mengangguk. Setelahnya kesunyian kembali menyelimuti kami. Tak berselang lama, seorang petugas kebersihan sekolah berdiri di ambang pintu kelas. Otomatis perhatianku dan Dea tertuju padanya.

“Tolong keluar ya, sebentar lagi ruangan ini mau disiapkan buat sosialisasi dari Polres.”

Sontak aku terkejut mendengar penuturan Pak Fadil. “Sosialisasi lagi? Hadiah buat Bu Elina gimana?” Dea bersuara.

Sebelumnya kelas kami digunakan sebagai tempat untuk sosialisasi dari puskesmas. Kursi yang dikeluarkan tiba-tiba sempat menimbulkan kontraversi di grup kelas tempo hari.

Aku berpikir sejenak. “Taruh di atas lemari aja, De. Biar aman,” tuturku.

Dea mengangguk. Ia bergegas ke belakang kelas mengambil sebuah benda yang terbungkus dalam balutan kertas kado bermotif batik. Karena postur tubuh yang tinggi, Dea tak kesulitan meletakkan bingkisan cukup besar di atas lemari. Setelahnya, kami memilih menunggu teman sekelas lain di depan ruang kelas XII MIPA 6—sembari menyaksikan kursi dan meja dipindah ke teras kelas.

•••
Bersambung...

Mojokerto, 02 Januari 2023

Dek Uti.

NEGASI ( SELESAI )Where stories live. Discover now