10 - Himpunan Kosong

6 3 0
                                    

PUKUL delapan tepat, kami ke perpustakaan untuk mengembalikan buku paket tiga belas mata pelajaran. Pustakawan sekolah kami mempersilakan masuk setelah mengurus pengembalian buku dengan seseorang—kakak kelasku.

“Kelas berapa?”

Kudengar Bu Isyana bertanya.

“XI MIPA 5, Bu,” ucapku berusaha membawa tiga belas buku paket dengan ketebalan lumayan.

“Ketua kelasnya mana?” Bu Isyana kembali bertanya. Aku tak tahu di mana Keyra—ketua kelas—sekarang. Sebelum memasuki perpustakaan aku menyempatkan mengirim pesan padanya. Entah ia sudah menuju perpustakaan atau belum.

“Alfa, Bu.”

Sontak jawaban dari temanku membuat netraku membola. Aku tak merasa heran. Kelas sepuluh kemarin aku ditunjuk sebagai ketua kelas oleh wali kelas.
Sebelum Bu Isyana menanyakan untuk kali kedua, Keyra datang dan langsung menghadap Bu Isyana. Usai mendengar teknis pengumpulan dari Bu Isyana, kami pun mengembalikan buku-buku yang menjadi teman setia setengah tahun ini.

Kuletakkan buku di atas tumpukan yang tertata di sisi kanan perpustakaan sesuai mata pelajaran. Usai meletakkan buku Biologi, kuputuskan membantu Keyra yang tampak kebingungan dengan buku milik Raisa dan Ariella—tengah bersiap lomba tumpeng rujak.

Pandanganku kini tertuju pada sebuah lemari di pojok ruangan. Kaca yang menutupi bagian depan prisma segiempat tak mampu menghalangi netra memandangi deretan buku referensi.

“Aku bingung mau pinjam yang mana. Buku-buku ini bakal bantu banget.”

Aku mengeluarkan tiga buku seri olimpiade terbitan PT. Erlangga. Kondisi perpustakaan yang sepi membuatku leluasa membuka isi buku.

“Kombinatorika, teori bilangan, sama geometri. Isinya bagus semua. Kumpulan soal IMO ini juga bagus. Aku tambah bingung rasanya.”

“Pinjam semua nggak bisa kah?” Alenia—teman sekelas—bersuara.

“Pinginnya gitu, tapi nggak enak sama Bu Isyana. Ini tadi aku sungkan mau pinjam lagi.”

Aku masih mempertimbangkan buku mana yang harus kupinjam terlebih dahulu. Sejujurnya aku tak ingin menyia-nyiakan bulan puasa yang semakin dekat dengan perlombaan. Terlebih, sebulan ini kami tidak akan mengikuti bimbingan. Itu sebabnya kusempatkan mampir ke perpustakaan sekolah sebelum libur awal puasa.

Aku menghela napas. “Ini aja, yang geometri. Latihan soalnya kupinjam saat lolos KSN-P,” putusku pada akhirnya.

Tanganku terulur mengelus bagian samping buku dengan tebal lumayan bersampul hitam. “Baik-baik ya. Aku janji, kita ketemu lagi pas aku lolos KSN-P. Aku bakal kangen kamu.”

Aku beralih menatap Alenia. “Ayo, Na. Keburu bel masuk.”

Aku tersenyum tipis.
Kerinduan itu takkan pernah terobati. Janji itu takkan bisa terpenuhi. Semua itu hanya karena ego yang membumbung tinggi dan tinggi hati menyelinap tanpa disadari.

1-100-10110

Aku menyimak penjelasan Pak Arka mengenai beberapa soal yang ia kirim melalui grup perpesanan. Atmosfer kesedihan menghiasi bimbingan hari ini. Aku dapat melihat jelas jika Pak Arka sedang tidak baik-baik saja. Ia tampak lesu setelah kabar duka yang ia terima tadi pagi. Meski begitu ia masih menyempatkan membimbing kami.

Sebenarnya hari ini adalah hari terakhir bimbingan sebelum bulan puasa. Pak Arka sudah menginformasikan di grup perpesanan kami seleksi KSN-K digelar 23 Mei 2022—tepat di bulan kelahiranku. Ia juga menambahkan bahwa dua pertemuan bimbingan yang tersisa dilanjutkan setelah hari raya. Dengan demikian selama bulan puasa kami belajar mandiri.
“Kita akhiri bimbingan sampai di sini, untuk soal yang belum dibahas silakan kirim di grup. Nanti kita pelajari bersama,” ujarnya.

Aku menghela napas. Kukemasi buku dan alat tulisku sebelum meninggalkan laboratorium komputer nomor tiga. Tak ada yang spesial hari ini.

10100-110-10110

Kubuka layar kunci kala notifikasi panggilan tertera. Panggilan tak terjawab itu berasal dari teman sekelasku, Indira. Sebuah pesan yang menyertai notifikasi turut membuat alisku bertaut.

Al, tolong ambilkan sawi putih punya Ariella di kelas.

Kukirimkan pesan balasan pada Indira. Aku mengambil langkah seribu meninggalkan koridor kelas dua belas IPS dan bergegas menuju kelas.

Sawi putih itu kini berada di atas meja tak jauh dari pintu kelas. Cepat-cepat kuambil beserta wadah sebelum pertanyaan Alenia menghentikan langkahku.

“Mau kemana, Al?” Alenia yang tadinya duduk di depan kelas pun berdiri.

“Ke Ariella sama Raisa, ngantar sawi ini. Mau ikut?” Aku menjawab pertanyaan Alenia seraya mengenakan sepatu yang sempat kulepas.

Alenia mengangguk antusias. “Ayo!” Ia berujar dengan penuh semangat.

Kami pun bergegas meninggalkan kelas menyusuri jalan setapak di belakang ruang kelas dua belas IPS dan Bahasa. Barisan meja untuk lomba tumpeng rujak ditata hingga jalan setapak di depan kamar mandi putri. Kini meja yang tadinya kosong—saat kami mengembalikan buku—telah terisi perwakilan lomba kelas sepuluh dan sebelas.

Aku sempat memperhatikan beberapa karya mereka. Namun langkah kami memacu lebih cepat mengingat waktu perlombaan akan berakhir sebentar lagi.
“Ini, El.”

Kuberikan baskom kecil berisi sawi putih dan beberapa hiasan dari sayuran pada Ariella. Kuhampiri Keyra yang rupanya berada di bawah pohon mangga tepat di depan jalan setapak—tempat lomba tumpeng rujak—pinggir lapangan basket sekolah.
“Kamu aku chat centang satu, tumben.”

Aku tersenyum kikuk. Kudaratkan tubuhku di ruang kosong samping Alinea—duduk di sebelah Keyra. “Iya, data internetku mati.” Kujeda perkataanku. “Kamu dari tadi kucari nggak ada, eh ternyata di sini.”
Keyra tersenyum. “Iya, aku dari tadi emang di sini. Seru aja lihatnya.”

Aku merespon perkataan Keyra dengan senyuman. Perhatianku tertuju pada Ariella dan Raisa yang masih berkutat dengan tampah berisi buah dan sayur. Terlebih pengurus OSIS tak pernah luput mengawasi perlombaan hari ini.
Pukul delapan lewat lima puluh menit. Sinar bagaskara dan langit biru membentuk perpaduan begitu elok pagi ini. Langit bertaburkan awan tipis juga angin yang berhembus turut membawa kesejukan dalam hati.

Tempat dulunya sering kulewati kini menjadi salah satu tempat yang ingin kutelusuri lagi dan lagi. Bangunan bercat hijau di sebelah kiri menjadi saksi bisu, atas langkah kelabu membuahkan rindu.

•••
Bersambung...

Mojokerto, 02 Januari 2023

Dek Uti.

NEGASI ( SELESAI )Where stories live. Discover now