14 - Kolinear

3 3 0
                                    

KITA kumpulkan sekarang?” Aku bertanya setelah Nada kembali dari perpustakaan untuk mengembalikan buku.

Kulihat Nada mengangguk. Ia mengambil dua puluh tiga amplop dari tas, begitu pun aku. Sejujurnya aku sangat ingin menyampaikan terima kasih untuk seseorang yang kini tak lagi kutemui melalui event ini. Namun aku tahu, keinginanku tidak mungkin terjadi.

“Banyak banget, Nad.” Arinda—teman sekelas—bersuara.

“Iya, aku mau kirim buat banyak orang.” Nada bersuara. Setelahnya, kami bergegas menuju lapangan tengah untuk mengumpulkan secret letter.

“Tak foto dulu.” Nada mengeluarkan gawai lantas memotret surat yang ia pegang. Sementara aku sibuk memerhatikan kerumunan orang di depan sebuah papan bertuliskan “Random Notes”.

“Kamu nggak pengen nulis sesuatu, Nad?” Aku bertanya setelah Nada mengantongi kembali gawainya.

Nada menggeleng. “Nggak deh. Kalau kamu mau, tulis aja.”

Aku balas menggeleng. “Nggak dulu hehe. Aku juga nggak tau mau nulis apa.” Aku tersenyum kikuk. Kotak pengumpulan surat berada tepat di hadapan kami.

“Masih dikit.” Kuletakkan sepucuk surat berbalut amplop putih ke kotak.

Nada mengangguk. Ia memutari kotak yang diletakkan di atas kursi, membelakangi pengurus OSIS dan MPK serta beberapa siswa yang berlalu-lalang. “Biar nggak ada yang lihat, malu.” Ia meletakkan dua puluh tiga surat ke kotak pengumpulan.

Kami kembali ke kelas setelah Nada mengocok seisi kotak pengumpulan surat dari kardus. Aku sungguh berharap, sepucuk surat sederhana milikku menjadi sesuatu yang berguna.

10111-101-10110

Aku memasuki ruang tata usaha dengan ragu-ragu. Kuisi daftar peminjaman barang, sebelum kuambil proyektor LCD yang terbalut kardus.

“Pak Arka di sini?” Staf tata usaha yang melayani pembayaran administrasi sekolah dan peminjaman proyektor LCD bersuara.

Aku mengangguk. “Iya, Bu,” jawabku seadanya.

Kuangkat kardus berisi proyektor LCD beserta kabel keluar ruang tata usaha. Sesampai aku di lobi, kuletakkan kardus sejenak lantas kuambil binderku. Tanpa menunggu lagi, aku bergegas menuju laboratorium komputer disusul Adena, Sandra, dan Luna.

Hari ini tepat pertemuan kesepuluh bimbingan. Setelah ini tak ada lagi bimbingan untuk persiapan KSN-K yang digelar lusa. Pertemuan kali ini terasa berbeda, Pak Arka tak lagi memberikan soal; melainkan memilih menjelaskan soal yang kukirim tempo hari di grup perpesanan.

Dari sebelas soal yang kukirim, kami hanya membahas empat nomor. Bagaimana pun atmosfer hari ini didominasi oleh gulana. Jujur saja, aku sedikit tidak bersemangat karena ini.

Pak Arka memanggil pengurus OSIS yang melintas. Aku sempat bertanya dalam hati, namun perkataan Pak Arka menghapus tanda tanya besar.

“Ayo foto buat kenang-kenangan,” ujar Pak Arka.

Aku tersentak. “Hari Rabu Pak Arka masih ke sekolah, kan Pak?” Aku mencoba menanyakan pertanyaan yang mengganjal hati.

Pak Arka mengangguk. “Saya usahakan,” ujarnya dengan sedikit lirih.
Aku tersenyum.

Adena yang berada di sampingku bersuara saat ia berdiri. “Kenapa Al?” tanyanya. Aku menggeleng sebagai jawaban lantas berdiri bersama lainnya untuk mengambil gambar.

Usai berfoto, kami berpisah. Aku mengembalikan proyektor LCD ke tata usaha seorang diri—Nada tidak masuk hari ini. Aku kembali ke lobi untuk mengambil buku binder, aku ikat tali sepatu yang terlepas sebelum kembali ke ruang kelas.

Dari arah berlawanan aku melihat Pak Arka yang mendekat. Saat kami tepat segaris, ia melirikku sambil tersenyum ramah. Aku turut tersenyum sebelum berlalu.

10101-110-10110

“Abis ini kita ke mana?” Aku bersuara kala beberapa pengurus OSIS dan MPK SMA Arunika bersliweran. Mereka tampak sibuk menyiapkan ruang kelasku yang digunakan sebagai tempat berlangsungnya sosialisasi.

“Ke gazebo OSIS mau?” Melisa menyahuti saat ia kembali dari ruang BK.

“Boleh aja, yuk.” Arinda tampak bersemangat.

“Ayo aja aku,” ujarku.

“Ayo, daripada di sini nggak ngapa-ngapain. Bentar lagi juga ada sosialisasi, kan?” Raisa menambahi.

Kuambil tas merah muda yang kuletakkan di tempat duduk. Begitu pun Ariella, Indira, Arinda, Raisa, Melisa, dan Dea.

“Nggak mau ikut, Nad?” tanyaku saat melihat Nada tak kunjung bergerak dari posisinya.

Nada menggeleng. “Nggak deh, aku di sini aja.” Ia menolak.

“Kenapa gitu? Ayo ikut, Nad. Daripada kamu sendirian di sini.” Raisa kembali bersuara.

“Nggak papa. Kalian ke sana aja.” Nada tetap kekeuh dengan keputusannya.

Aku sedikit tak enak. Namun aku tak ingin mengganggu jalannya sosialisasi yang sebentar lagi akan dimulai.

•••
Bersambung...

Mojokerto, 02 Januari 2023

Dek Uti.

NEGASI ( SELESAI )Donde viven las historias. Descúbrelo ahora