03 - Variabel X

Mulai dari awal
                                    

Aku menghela napas. “Selanjutnya, kita dapatkan hubungan bahwa m dan n tambah satu merupakan faktor dari 2019. Faktor asli 2019 yaitu satu kali 2019, tiga kali enam ratus tujuh puluh tiga, 2019 kali satu, dan enam ratus tujuh puluh tiga dikali tiga dengan m dan n lebih dari nol.”

“Untuk m kali dalam kurung n tambah satu sama dengan satu kali 2019, kita dapatkan nilai m sama dengan satu sedangkan n sama dengan 2018. Pasangan m dan n ini memenuhi permintaan soal. Untuk m kali dalam kurung n tambah satu sama dengan tiga kali enam ratus tujuh puluh tiga, kita dapatkan nilai m sama dengan tiga dan n sama dengan enam ratus tujuh puluh dua, sehingga kita dapatkan pasangan m dan n yang memenuhi yakni tiga dan enam ratus tujuh puluh tiga.” Aku menjeda perkataanku untuk mengambil napas.

“Untuk m kali dalam kurung n tambah satu sama dengan 2019 kali satu, kita dapatkan nilai m sama dengan 2019 sedangkan n sama dengan nol, berhubung yang diminta soal adalah bilangan asli, pasangan m dan n ini tidak memenuhi. Terakhir, untuk m kali dalam kurung n tambah satu sama dengan enam ratus tujuh puluh tiga kali tiga, kita dapatkan nilai m sama dengan enam ratus tujuh puluh tiga dan n sama dengan dua. Pasangan m dan n ini memenuhi permintaan soal.”

Sebuah senyuman terbit di wajahku. “Nah dengan demikian pasangan bilangan asli yang memenuhi adalah satu dan 2019, tiga dan enam ratus tujuh puluh tiga, serta enam ratus tujuh puluh tiga dan tiga. Dengan begitu banyak pasangan yang memenuhi persamaan adalah tiga pasangan m dan n.”

Tepat setelah aku menjelaskan, Pak Arka datang. Ia menghampiri kami dan berdiri di salah satu sisi meja. “Udah dapat jawaban berapa soal?” Ia bertanya dengan ramah.
Adena menghitung banyak soal yang telah kami pecahkan. “Lima Pak,” ujarnya setelahnya.

Pak Arka mengambil salah satu lembar soal lantas membacanya. “Coba lihat nomor lima belas.” Ia menjeda perkataannya.

“Diketahui f adalah fungsi yang memenuhi f satu per x tambah satu per x f negatif x sama dengan dua x untuk x tidak sama dengan nol. Berapa nilai f dua?” Usai membacakan soal, Pak Arka mengambil secarik kertas kosong dan bolpoin lantas menjelaskan metode pengerjaan.

Sepanjang ia menjelaskan, aku memerhatikan dengan saksama. Cara menjelaskan setiap langkah amatlah jelas. Tak  satu langkah pun terlewat. Pengerjaannya yang begitu sempurna menjadi sebab salah satu guruku berkata bahwa Pak Arka adalah sosok yang perfeksionis.

“Dengan demikian nilai f dua adalah sembilan per dua.” Pak Arka meletakkan bolpoin gel lantas memperhatikan kami.

“Sebenarnya soal ini masih mudah karena koefisiennya masih berupa angka. Di seleksi tahun kemarin terdapat satu soal yang sejenis dengan ini tapi koefisiennya berbentuk persamaan.”

Pak Arka mengambil secarik kertas di meja guru lantas menunjukkannya pada kami. “Coba kalian kerjakan,” ujarnya.
Aku membaca soal yang tertulis rapi di secarik kertas lantas menyalinnya dalam selembar kertas binder. Aku berbalik badan kala mencoba mengerjakan soal dari Pak Arka. Sepanjang kami mengerjakan, Pak Arka keluar entah kemana. Rupanya, ia memanggil kakak kelas yang sedang berkeliling menjajakan dagangan. Dua kakak kelas yang dipanggil Pak Arka menghampiri kami lantas meletakkan beberapa porsi makan dan minum. Tak lama kemudian aku telah sampai di tahap akhir, namun tak kunjung mendapat solusi.

“Sudah ketemu?” Pertanyaan Pak Arka dijawab gelengan teman-temanku sementara aku masih mencoba mencari kesalahan metode pengerjaanku.

“Ketemu, Al?”

Aku terlonjak, lantas menggeleng. “Sini saya lihat.”

Kuberikan lembar jawabanku pada Pak Arka yang langsung diperiksa olehnya. Benar saja, penyakit lamaku kumat. Kecerobohan membuatku tidak berhasil menemukan jawabannya.

“Salahnya di sini, Al. Satu per x belum kamu kuadratkan,” tutur Pak Arka membuatku tersenyum kikuk.

Pak Arka menatap arloji di tangan kirinya selama beberapa saat. “Sudah pukul setengah sebelas, kita akhiri pertemuan hari ini.” Ia mengambil bolpoin dan kertas lantas berdiri di depan meja tempat kakak kelasku meletakkan jajanan mereka. “Kalian ambil masing-masing satu.”

Aku terkejut mendengar perkataan Pak Arka.

“Terima kasih, Pak.”

“Terima kasih, Pak.”

“Terima kasih, Pak.”

“Terima kasih, Pak.”

Aku, Nada, Adena, dan Sandra berucap berbarengan.
Pak Arka tersenyum. “Sama-sama,” ujarnya dengan ramah sebelum meninggalkan ruangan bimbingan.

Sudah kubilang, Pak Arka memang sosok yang patut diidolakan!

10001-110-10110

Kususuri halaman depan sekolah  kala ini sedang ramai motor berlalu-lalang meninggalkan tempat parkir siswa. Saat aku melayangkan pandangan ke lahan parkir khusus guru, tidak kudapati kuda baja yang dahulu senantiasa terparkir dengan apik di sana.
Pun bunga-bunga tabebuya yang biasanya bermekaran tidak jauh dari tampat parkir guru tidak lagi menampakkan keindahannya. Hanya menyisa beberapa daun yang mencoba bertahan dari kerasnya guncangan pawana.

Sejatinya, tanaman tabebuya itu serupa aku; mencoba melukis rindu, berakhir rancu.

Aku menghela napas. Kedatangan ibu dari Timur mengakhiri sekelebat memori yang melintas. Sesaat setelah aku duduk di jok belakang, motor bernuansa hitam melaju dengan kecepatan sedang.
Sesampai aku di rumah, kukeluarkan laptop dari lemari dan kuletakkan di meja pojok ruangan.

Tekanan yang kuberikan pada sebuah tombol memunculkan cahaya di layar monitor. Kudaratkan jemariku di atas tombol-tombol keyboard, lantas menari dengan sendirinya.
Ruas cerita masih tersisa; aku tidak boleh membuat senyum indah Bu Jasmine menjadi sirna.

•••
Bersambung...

Mojokerto, 02 Januari 2023

Dek Uti.

NEGASI ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang