Mella mengangkat bahunya, "Aku gak nawarin ke bang Jaden, ada temen temennya, malu." jawab Mella membuat Hazel membulatkan bibir tanda paham. Hal itu dilihat Aruna, perempuan itu sempat terkejut melihat Hazel bisa membuat ekspresi itu.
"Karungin, boleh? Please, lucu banget!" Aruna bahkan sampai mengepalkan tangan diatas pahanya.
"Nanti gue makan bareng Jaden. Makasih, Mella."
Mella menggeleng, "Abang makan bareng kak Aruna aja, bang Jaden pasti udah makan di kantin." Hazel tak menjawab, laki laki itu menarik kotak bekal dan botol termos menjauhi garis meja Aruna.
"Aku balik ke kelas ya, Bang." Hazel mengangguk. "Kak Aruna, semangat." Mella mengangkat kepalan tangannya seraya tersenyum manis kearah Aruna sebelum melangkah pergi.
Aruna hanya berkedip melihatnya. Setelah melihat Camella tak lagi berada dikelas mereka, Aruna pun menatap Hazel.
"Kata Mella makannya bareng gue. Bagi, dong!" Tangan Aruna bergerak menggapai bekal di dekat dinding disamping Hazel. Hal itu langsung ditepis Hazel, laki laki itu berdesis tak suka.
"Wahh, kucing tikus lagi berantem, nih.." suara familiar masuk kedalam telinga mereka.
Jaden dan tiga lelaki dibelakangnya memasuki kelas Hazel. Ya, mereka berbeda kelas. Jaden sekelas bersama Raja dan Kalandra, sedangkan Athan dan Hazel dibuat berbeda kelas.
Keempat lelaki itu mendekati meja pojok, mengisi kursi kosong yang tersedia didekat sana.
"Lah, bekal Mella kok ada di lo?" Jaden menunjuk kotak bekal tak asing didekat kembarannya.
"Mella yang ngasih." jawab Hazel.
Jaden mengernyit, "Gue gak dibagi?" tanyanya seraya menunjuk diri sendiri.
Hazel menjawab dengan gelengan.
"Wah, pilih kasih tuh kembaran Mama. Ayo kita palakin Mella dikelasnya." ajak Jaden bangkit dari duduk mengajak teman temannya.
Dengan segera Hazel menahan, "Barengan sama gue."
Jaden mengangkat alis bertanya, "Apanya?"
"Bekal."
"Ngomong dong!" celetuk Jaden kembali duduk santai dan memasang wajah songongnya yang diturunkan dari sang Ayah.
•••
"Mella," pemilik nama menghentikan langkahnya.
Hazel berdiri di depannya sembari membawa kotak bekal. "Ayo pulang,"
"Eh, itu.." Camella menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia lupa bilang abangnya. "Aku pulang sama temen aku aja, bang."
Hazel mengangkat satu alisnya membuat Camella harus siap diberikan banyak pertanyaan menyudut.
"Cewek?"
Dari situ saja Camella sudah tak mampu menjawab. Wajah Hazel seram kalau sudah kembali datar.
Camella pun menggeleng hingga benar benar membuat Hazel menghilangkan ekspresi yang sebelumnya terpasang di wajah tampannya.
"Yaudah. Bawa, tuh." Hazel memberikan kotak bekal dan juga termos minuman kepada Camella. Setelah diterima, Hazel segera pergi tanpa berucap apapun.
Mella jelas langsung ketar ketir.
•••
Sebuah formasi asal asalan yang diketuai oleh Jaden sudah terpasang rapih. Tak hanya ada Jaden dan teman temannya yang ada disana melainkan siswa dari sekolah lain yang merupakan teman dekat Jaden ikut bergabung.
Didepan sana sudah terlihat segerombolan laki laki urakan yang memakai seragam yang berbeda dengan mereka.
"Kalo situ kalah lagi kita kita dapet apa, nih." tanya Jaden yang mengawali percakapan antardua kelompok.
"Yaelah pake ditanya. Paling mereka cabut lagi kayak kemarin!" Kalandra menyahuti, laki laki itu memang perannya sebagai kompor.
Seseorang di pihak sebrang meludah dengan sembarangan, "Bawel lo kayak bapak lo. Maju sini!" Leon, laki laki urakan didikan si Papa keren bernama Leo. Ingat? Leo, teman Bumi dan juga Rangga.
Tanpa banyak tingkah lagi, Jaden maju lebih dahulu untuk menghampiri Leon.
"Sok kenal lo sama bokap gue. Kayak bokap lo pernah satu tongkrongan sama bokap gue aja."
"Ya menurut lo aja dah, tolol!"
Bugh.
•••
"Shh... Jangan diteken, Mel."
Mella tak menanggapi, gadis manis itu terus mengobati lebam dan luka yang ada di wajah abangnya yang cerewet.
"Awwhh.. Mama, pelan aja.." mata yang biasanya datar datar saja kini terlihat berkaca kaca dan menampilkan puppy eyes khas Hazel.
Fazura berdesis, "Udah tau sakit, masih aja hobinya tawuran begitu. Siapa yang ngajarin?" jiwa keibuan Fazura sedang menguar saat ini. Melihat anak anaknya pulang babak belur, jalan tertatih, dan Hazel yang hampir menangis jelas saja membuat Fazura panik setengah mati. Wanita itu bahkan langsung menelepon suaminya.
"Papa yang ngajarin."
"Ngejawab kamu?!" Jaden menutup rapat bibirnya, merasa salah menjawab. Sudahlah, mau bagaimanapun mereka memang salah dan membuat sang Mama marah seperti ini.
Hazel mengambil tangan Fazura yang masih mengobati pelipisnya, ia genggam tangan itu seraya matanya menatap mata sang Mama.
"Maafin kita ya, Ma. Tapi kita baik baik aja selama ini, percaya sama kita, Ma. Tawuran ini sepenuhnya cuma main main aja sama Leon, gak serius sama sekali. Mama jangan khawatir." ucap Hazel dengan penuh harap akan Mamanya yakin dengan kata katanya.
Fazura menggeleng, "Kalian gak sekali dua kali begini, sayang. Lima kali babak belur karena tawuran dengan orang yang sama. Dimana letak Mama gak usah khawatir sama kalian? Mama khawatir karena Mama sayang kalian, Mama gak mau anak anak Mama kenapa napa." mata Fazura berkaca kaca menatap Hazel dan Jaden bergantian, tangannya bahkan sedaritadi bergetar karena takut.
Bibir Hazel sudah bergetar, "Mama gak boleh nangis, gak boleh." kepalanya menggeleng dan segera memeluk Mamanya erat. Air mata Fazura adalah kelemahan semua orang dirumah, sama halnya seperti Bumi dulu.
"Dengerin Mama ya, nak? Mama sayang kalian."
"Tuh, dengerin!" bisik Camella seraya menoyor kepala belakang Jaden.
⌒⌒☆☆⌒⌒☆☆⌒⌒
Vote dulu cayank😘
YOU ARE READING
Hello, Hazelnut! [END]
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] [Status: Tamat | Part lengkap] Sequel BUMI. Bisa dibaca secara terpisah. --- Ketika dia terlalu ramai untuk seseorang yang menyukai kesendirian. "Nama lo aneh tapi gue tetep bakal jadi temen lo, kok." "Kita temen 'kan, Haz...
◄• 4 •►
Start from the beginning
![Hello, Hazelnut! [END]](https://img.wattpad.com/cover/328412586-64-k216301.jpg)