28 • Jahat

116 39 15
                                    

Seburuk-buruknya sifat seseorang pasti ia masih memiliki kebaikan walau itu hanya secuil di dalam hatinya. Apakah aku boleh mengharapkan kebaikan mu itu?















Setelah menenangkan Dina di parkiran, hingga emosinya mereda, barulah ia mengendarai motor maticnya. Aku tidak ingin dia kenapa-kenapa disaat emosinya belum stabil.

Dia meminta maaf kepada ku berulang kali akibat perlakuan kasarnya tadi, padahal aku sudah memakluminya, karena ia terbawa emosi sesaat.

Saat akan berjalan pulang, aku mendengar suara rombongan Arga yang tengah memapah Irwan. Aku sudah meminta Dina untuk berbaikan dengan Irwan, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini.

Biarlah mereka saling menginstropeksi diri dulu, sebelum berbaikan kembali. Ku langkahkan kaki ku pada mereka yang bersiap untuk pulang, setidaknya aku meminta maaf untuk mewakili Dina dan mengucapkan terima kasih kepada Arga yang telah menolong ku.

"Mmm, asslamua'alaikum." Sebenarnya aku takut dan gugup, namun bagaimana lagi aku sudah terlanjur menampakkan diri.

"Wa'alaikumsallam." jawab mereka kompak.

"Ada apa Na? Mau gue anterin pulang? Yuklah, mumpung gue jomblo nih." canda Abi menggoda ku.

"Yeuuuu, buaya darat." celetuk Bagas.

"Mau ngapain lo?" tanya Tio heran.

"S-saya mau minta maaf atas perbuatan Dina tadi, maaf ya." ucap ku pelan.

"Emang dengan lo minta maaf luka-luka gue sembuh?" tanya Irwan datar, dia meringis pelan saat mengeluarkan sepatah kata.

"Sa...." belum sempat menyusun kalimat, perkataan ku telah dipotong oleh Abi.

"Woiii, niat dia udah bener kali. Minta maaf atas nama temennya, lagian lo juga sih udah dibilangin dari tadi ngeyel."

"Rasain sendiri."

"Gak usah masukin hati Na, biasalah dia malu kalah sama cewe." ejek Abi, tertawa geli.

"Anjirr lo Bi."

"Heleh, muka bonyok gitu banyak bacot. Diem aja lo," sela Jio tertawa.

"Anjing lo semua!" kesal Irwan.

"Hahahahahaha........." mereka tertawa melihat kondisi Irwan sekarang.

"Ooo iya Na, novel lo besok diganti Irwan, aman. Soalnya udah kena darah bekas giginya dia." ujar Abi tertawa.

"Eh, emm, gak usah diganti gapapa kok."

"Gapapa, harus tanggung jawab tuh anak."

"Iya kan Wan?"

"Hm," dehem Irwan singkat.

"Mmm..., Arga." cicit ku pelan.
Dia hanya menoleh dengan tatapan datar, dan mengangkat alisnya sebagai respon.

"Manggilnya gak ayang Agaaa nih?" goda Bagas.

Pipi ku bersemu mendengar perkataan Arga, astagfirullah rasanya aku ingin menghilang saja sekarang.

"Asyikkk ayang Aga gak tuh." goda yang lain tertawa.

Arga hanya berdecak malas mendengar ejekan teman-temannya, lalu dia menghampiri ku dengan bersedekap dada.

"Ngomong!"

"Jangan galak-galak dong ayang Aga, takut tuh cewenya." ejek Abi tertawa, kemudian Abi terdiam setelah mendapat tatapan tajam dari Arga.

"Sorry," ucap Abi pelan.

Arga kembali menatap ku tajam, tatapan itu membuat aku sulit untuk merangkai kata-kata agar terucap dari bibir ini.

Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now