2 • Dia siapa?

462 202 37
                                    

Allah swt telah merencanakan suatu pertemuan di dalam takdir yang telah digariskan-Nya. Dan aku bertemu denganmu, apakah ini takdir? Atau hanya kebetulan saja?


"Na, setelah ini lo pergi kerja dulu atau langsung pulang ke rumah?" tanya Dina sambil mengepel lantai, ia baru saja selesai memakan siomaynya.

"Kayak biasa Din, aku ke tempat kerja dulu baru pulang ke rumah. Kalau pulang ke rumah dulu nanti waktunya molor, kan sayang gaji aku dipotong setengah nanti," ucap ku sembari menatap Dina

"Ya elah anjir, kayak sama siapa aja lo. Pakai sungkan begitu, nyokap gue aja sans aja tuh lo pulang ke rumah dulu juga gapapa kali," ucap Dina menjawab

"Ya tapikan, aku enggak enak sama ibu kamu. Aku emang udah anggap ibu kamu sama kayak ibu aku sendiri Din, tapi ini dimasalah pekerjaan. Semua pegawai itu sama aja dimata atasan, gak ada bedanya. Jadi aku harus bisa menempati sesuatu sesuai tempatnya, gak enak juga sama pegawai yang lain kan," jawab ku menatap Dina yang terdiam seolah sedang berpikir keras.

" Ya Allah terharu gue jadinya, pinter banget sih masyaallah sahabat gue ini," ujar Dina sambil memeluk ku.

"Masyaallah aamiin kamu juga pinter kok," jawab ku membalas pelukan Dina.

Ya, aku bekerja paruh waktu di restoran yang dimiliki oleh ibunya Dina. Restourant Starlight, yang telah dibangun oleh Tante Ami selama 5 tahun ini, restoran ini berdiri karena Dina yang amat menyukai makanan kuliner Asia Timur, lalu Tante Ami terinspirasi untuk mendirikan restoran ini.

Tante Ami sudah ku anggap sebagai ibu kedua bagi ku, kepribadiannya yang humble, hangat, dan baik membuat aku sangat nyaman ketika berada didekatnya. Ia bisa menjadi ibu sekaligus teman curhat yang baik bagi anak muda seperti kami. Dina benar-benar harus bersyukur kepada Allah swt karena telah mendapatkan ibu seperti Tante Ami.

Tante Ami tidak ingin dipanggil 'Tante' oleh ku, melainkan harus memanggilnya dengan sebutan 'Mama' agar sama seperti Dina yang memanggilnya demikian.

Aku telah bekerja disana selama duduk dibangku kelas 11 hingga sekarang, saat itu aku benar-benar membutuhkan uang. Kebetulan Dina menawari ku pekerjaan di restoran ibunya, lowongan kerja yang tersisa saat itu ialah pramusaji. Gajinya juga lumayan bagi ku, dapat memenuhi kebutuhan yang aku perlukan.

"Din, udah selesai kan? Ayok pulang, udah sore juga nih," ajak ku kepada Dina.

"Kuy lah, gue juga udah laper lagi nih," jawab Dina sambil membawa tasnya dan tas ku, karena aku menutup pintu kelas.

"Lo mau bareng gak Na?" tanya Dina sembari berjalan ke arah parkiran motor.

"Enggak deh, kamu duluan aja Din. Soalnya kan rumah sama restoran gak searah, kamu duluan aja pulangnya. Hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut, inget amal belum banyak," balas ku sambil tersenyum dan mengambil alih tas ku yang sebelumnya dibawa oleh Dina.

"Oke deh, lo juga hati-hati ya, awas kecantol sama supir busnya," tawa Dina menaiki motornya.

"Astaghfirullah Dina..... kamu ihhh ngeselin banget dari tadi," aku menahan kesal.

"Hahahaha......., canda Na," dengan mengangkat jari telunjuk dan jari tengah ke atas membentuk huruf V.

" Ya udah deh gue pulang duluan ya, dadada Nana sayang. Muacchhh...," ucap Dina tertawa mengendarai motornya keluar pagar sekolah.













*******










Saat ini aku sedang menunggu bus di halte depan sekolah, yang biasanya melewati jalan ke arah Restaurant Starlight. Aku telah menunggu selama 7 menit lebih, biasanya bus itu sudah lewat, tapi sekarang belum terlihat sama sekali.

Apa penumpang sedang banyak ya? Tumben banget lama, ucap ku dalam hati.

Aku melihat ke sekeliling halte yang sudah sepi hanya tinggal aku sendiri disini, mungkin karena sepertinya hujan akan turun nanti malam, melihat awan mendung telah berkumpul menjadi satu kesatuan yang gelap.

Tapi tidak lama setelah itu aku mendengar suara deruan motor, aku lantas menoleh ke depan. Di sana aku melihat 4 motor besar yang sedang dikendarai oleh 4 laki-laki melewati halte bus ini.

Kayak kenal deh, tapi siapa ya? tanya ku dalam hati. Ketika aku baru saja melihat beberapa motor melewati ku, namun ada satu motor deretan paling belakang menoleh ke arah ku dengan tatapan tajam dan sinis dibalik helm full face yang dikenakannya.

Dia mengendarai motornya yang besar dengan kecepatan yang lambat dari teman-temannya, dan dia memakai hoodie putih. Aku seperti pernah bertemu dengannya atau mungkin firasat ku saja, sepertinya.

Tapi kenapa dia menatap ku dengan tatapan seperti itu? Apakah aku telah berbuat sesuatu yang salah? Atau baju ku terbalik? Tapi perasaan aku tidak melakukan kesalahan hari ini, dan baju ku juga benar tidak terbalik. Aneh sekali pria itu, batin ku berdebat di dalam sana.

Aku asyik melamun memikirkannya, hingga tidak sadar bus yang aku tunggu telah sampai di depan. Akhirnya yang ku tunggu-tunggu datang juga, fighting semoga pekerjaan ku hari ini lancar aamiin.



























Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now