37 • Berhasil

90 14 0
                                    

Aku ikut bahagia ketika kalian bahagia, dan aku ikut bersedih jika kalian merasa sedih. Walau kalian tidak tahu sebesar apa perjuangan yang ku lakukan dibelakang, untuk bisa bertahan hingga detik ini.

















Sudah dua hari aku berada di tempat ini. Ruangan putih yang begitu hampa, terasa sepi dan juga sunyi.

Dokter memperkirakan besok aku sudah boleh pulang dan istirahat di rumah, tapi aku ingin kembali ke rumah hari ini. Karena syarat yang ayah berikan akan mendekati masa limit, maka aku harus segera menuntaskannya.

Aku juga telah mendengar kabar bahwa kakak dari Pak Aryo sedang tahap pemulihan. Kesehatannya drastis membaik. Syukurlah, aku ikut bahagia akan hal tersebut.

Selama berada di sini, Bu Sila dan Pak Aryo selalu bergantian menjaga ku. Terkadang mereka tukar shift untuk merawat diri ku. Walau sudah ada suster yang dapat membantu ku, namun mereka mengatakan untuk menjalankan amanah yang diberikan oleh Bu Ita.

Aku mengucapkan syukur berkali-kali setelah berhasil melewati ini semua. Aku tidak sabar menanti respon ayah akan hal ini. Aku bahkan sudah membayangkan bahwa kami akan hidup rukun seperti dua belas tahun silam. Dimana aku mendapatkan limpahan cinta dan kasih sayang dari mereka.

Memikirkan itu, hati ku berdebar dengan kencang agar segera sampai di rumah. Ingin sekali rasanya aku mencabut selang infus ini dan mendapatkan izin dokter untuk segera pulang.

Luka pasca operasi tersebut belum sepenuhnya kering, oleh karena itu dokter masih menahan ku untuk berada di ruangan ini. Pak Aryo dan Bu Sila juga sepakat mengikuti saran dokter untuk tidak mengikuti keputusan ku kali ini.

Tapi tekad ku telah bulat, tidak ada yang dapat menghentikan diri ku. Sama seperti yang telah aku lakukan sebelumnya, mereka hanya pasrah mengikuti keinginan ku.

Flashback

“Astaga Na, jangan ambil keputusan mendadak seperti ini. Pikirkan dulu baik-baik.” ujar Bu Sila memberikan wejangan kepada ku.

“Saya sudah memikirkan semuanya dengan matang Bu, tidak ada keraguan atas keputusan saya ini.”

“Kamu tidak akan menyesal jika di kemudian hari ada sesuatu yang terjadi pada tubuh mu?” tanya dokter tersebut dengan serius.

“Tidak dokter, saya tidak akan menyesal!” jawab ku lugas.

“Dengar, ini menyangkut masa depan……”

Tanpa menunggu ucapan dokter selanjutnya, aku memotong perkataannya dengan tegas. “Saya tau dokter, ini menyangkut masa depan saya selanjutnya. Karena ini masa depan saya, dan hanya saya yang berhak menentukannya. Dokter tidak bisa memaksakan kehendak dokter sendiri, karena yang merasakannya nanti hanya saya.”

Sedikit egois memang, karena aku menginginkan semuanya sesuai rencana ku. Aku telah sampai di titik ini, tidak mungkin aku membatalkan peluang emas ini.

“Baiklah, jika itu keputusan mu. Saya tidak bertanggung jawab jika suatu saat kamu mengeluh akan suatu hal.”

“Dari tes kesehatan tersebut, semuanya berjalan dengan sangat baik. Pendonor dan pasien memiliki keterikatan yang cukup bagus. Besar peluang bahwa operasi ini akan berjalan dengan lancar.”

“Maaf dokter apa boleh saya bertanya?” sela Bu Sila dengan sopan.

“Tentu Bu, silahkan.”

“Apa kakak ipar saya akan kembali sehat seperti sebelumnya dengan operasi ini?”

Luka Tersembunyi [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant