18 • Penebusan

141 75 7
                                    

Setiap kesalahan harus dipertanggung jawabkan bagi orang-orang yang menyadarinya, dan berupaya untuk menebus kesalahan dengan caranya tersendiri.















Hari-hari ku lewati seperti biasa setelah kejadian di kantin tempo lalu, padahal aku telah memperkirakan hal-hal buruk yang akan menimpa diri ku.

Bahkan dia mengancam ku karena masalah tersebut, tapi hingga detik ini belum ada lanjutan dari masalah itu.

Apakah dia lupa? Atau sudah mengikhlaskan dan melupakan kejadian tersebut, aku juga melihat dia telah mendapatkan seragam yang baru.

Setiap berpapasan dengannya di sekolah aku selalu menghindarinya, berusaha untuk berlari sejauh mungkin dari dirinya.

Untuk mengganti seragamnya yang baru aku memang tidak mampu, dia anak orang berada harga seragmnya tentu berbeda dengan yang ku kenakan.

Setelah kejadian di hari pertama aku telah mencari tahu harga seragam tersebut, Rp. 500.000,00. Ya, itu adalah nominal harga satu set seragam yang telah terkena noda kuah bakso sebelumnya.

Harganya memang sepadan dengan tekstur bahan yang sehalus sutra, oleh karena itu aku tidak dapat menggantinya.

Gaji ku saja pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan juga diri ku, lalu bagaimana aku mendapatkan seragam yang baru sesuai dengan seragam sebelumnya.

Walaupun dia melupakan atau menunggu waktu yang tepat untuk menagih pertanggung jawaban itu.

Tapi hati kecil ku mengatakan ini adalah keputusan yang salah, tidak seharusnya aku lari dari tanggung jawab begitu saja.

Sudah berbagai cara aku lakukan untuk meminta maaf kepadanya dengan cara yang baik-baik, namun dia tidak menerima permintaan maaf sederhana itu dengan cuma-cuma.

Selalu saja kata kasar keluar dari mulutnya, padahal niat ku baik untuk meminta maaf padanya. Tapi sepertinya wataknya yang keras tidak menerima itu dengan mudah.

Lalu aku harus apa untuk menebus kesalahan tersebut, sungguh aku takut jika dengan hal ini dosa ku semakin bertambah.

Dan jangan lupakan bahwa aku telah menceritakan masalah tersebut kepada Dina, tanggapannya begitu ringan sekali.

Astaga gitu doang dia bawa-bawa harga diri lo, perlu gue timpuk tuh cowo. Seragam doang mahal, adab kagak ada. Biarin aja gak usah ganti rugi, buat apa lo ngemis maaf sama manusia titisan setan gitu.

Perkataan Dina bulan lalu masih terngiang-ngiang di kepala ku.

Tapi hati kecil ku menolak hal tersebut, dan aku tahu jelas itu dosa jika meninggalkan tanggung jawab begitu saja.

Maka dari itu, aku telah memiliki ide untuk menebus kesalahan yang telah ku perbuat. Aku telah memikirkannya selama sebulan belakangan ini, dan aku berharap kali ini berhasil.

Pagi-pagi sekali aku berlari di koridor jurusan IPS, bahkan satpam saja belum datang tapi aku sudah berada di sekolah.

Murid yang datang di sekolah ini baru satu orang, yakni diri ku. Hari ini aku ingin memulai rencana permintaan maaf ku, makanya aku berangkat lebih awal.

Dengan satu kresek putih yang berisikan sebungkus makanan kesukaannya, aku berlari dengan cepat di koridor.

Bagaimana aku tahu makanan kesukaannya? Sebelumnya aku telah mencari informasi dari seseorang. Dan aku yakin orang itu tidak akan membocorkan hal ini kepadanya, karena ia memiliki sifat yang sama dengan temannya. Sama-sama cuek terhadap sekitar.

Setelah sampai di depan kelas 12 IPS 1 aku segera membuka pintunya, setelah memastikan keadaan sekitar aman tidak ada orang yang mengetahuinya.

Kemudian aku berjalan mencari mejanya, setelah menemukannya ku letakkan kresek tersebut di kolong meja.

Luka Tersembunyi [END]Where stories live. Discover now