DECLANOUS 9

7.8K 1K 1.6K
                                        

notes: fun fact, character development declan itu asalnya dari karakter aku sendiri 🤣. makanya di moodboard, warna yang aku gambarkan sebagai "declan" itu maroon gelap banget, soalnya that's how most people see me as a colour; darkest shade of red.

btw, this part is a little bit longer (1,7k) sebagai bentuk rasa syukur buat para pembacaku yang udah doain aku supaya cepet sembuh hehe. also, make sure u listen to If I Had a Gun by Noel Gallagher setelah perbatasan part, listen to the lyrics carefully. 🩷

 🩷

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

#9

Ada satu dan dua, atau bahkan lebih, penyesalan yang membuat sarang di pikiran Reola. Seharusnya dia tidak memaksa Declan untuk jalan-jalan dengannya malam Minggu lalu, karena siapa yang tahu ternyata saat itu adalah beberapa waktu terakhir yang cowok itu miliki untuk bisa memandang wajah sang Mama.

Reola pikir beberapa waktu lalu Declan yang masuk rumah sakit dan berbohong padanya perihal sudah sampai di rumah. Ingat ketika telepon mereka diinterupsi oleh suara wanita dewasa yang memanggil Declan? Kalau Reola, masih mengingatnya begitu jernih.

Ternyata sibuk yang dimaksud Declan selama ini adalah bolak-balik dari rumah sakit untuk bergantian menemani Mama-nya, yang saat itu masih menjalani perawatan intensif akibat masalah pencernaan. Sekarang, Reola dan Cleo baru saja pulang dari pemakaman wanita yang paling Declan sayangi itu.

"Kok gue selalu nggak dikasih tau, sih?" protes Reola pada Cleo saat itu.

"He never really talked about it, actually," kata Cleo. "Nggak mau dibilang jual cerita sedih, apa lagi lo cewek."

Tidak akan datang dari mulut Reola respons seperti itu, tapi memang tidak semua orang membaca beberapa lembar bukunya keras-keras. Reola hanya menghela napas pendek, lalu pergi ke kamar untuk mengganti pakaian hitamnya.

Apa yang bisa Reola lakukan atau katakan untuk Declan di masa-masa seperti ini? Sabar dan tabah? Declan pasti sudah mendengarnya dari semua orang yang berdatangan selama 2 hari ke belakang.

Masih menghantui Reola wajah Declan di pemakaman saat itu. Mata teduhnya yang tak lepas dari peti mati, sampai suara lirihnya yang terdengar goyah.

Reola tahu sebuah kepergian pasti meninggalkan lubang yang begitu dalam di setiap hati orang-orang terkasih. Namun, dia yakin rasa sakit itu lebih besar dari yang dia bayangkan.

"Gue mau ke rumah Declan lagi, lo ikut?" Cleo dari luar kamar Reola menawarkan, setelah mengetuk pintu sang adik tentu.

Spontan Reola berdiri, meraih kardigan dan meneriakkan tunggu untuk kakaknya. Reola memasukkan charger, dompet, dan ponsel ke dalam tas. Setelah menyemprotkan parfum, dia berjalan cepat ke luar kamar menyusul Cleo yang menunggu di mobil.

"Kasian, ya, Declan. Mana Papa-nya juga tadi datang bentar doang," komentar Reola begitu duduk di samping kemudi kakaknya.

"Ya, udah nikah lagi Papa-nya, gak mungkin bakalan nginep di sana juga." Cleo menanggapi. "Katanya dia mau jual rumah, terus tinggal di apartemen."

Falling in Reverse (DITULIS ULANG)Where stories live. Discover now