~DUA PULUH TUJUH~

18.3K 1.8K 56
                                    

🍓🍓🍓

⚠︎
Check First! Part Acak.










   "Incess Si mau apa? Batagor? Siomay? Es teler? Seblak?! Atau apa?"

   "Iyaa jangan sedih dong Princess, kita bakal cari tau siapa yang bikin ulah!"

   "Ee-ga usah."

   "Ihh gapapa kali, biar kita yang nanganin ini semua kaya biasanya."

   "Engga, kalian bukan anak buah gue, masa gue suruh-suruh kaya gitu. Kita kan temen."

   Mendengar perkataan Chelsea membuat mata Vlora, Elina, Kana dan Shylla berkaca-kaca.

   "K-kita temen?" ucap Elina disertai isakan kecil.

   "Uhum, kita temen jadi kalian ga usah sungkan gitu sama gue. And panggil gue Chelsea aja, ga enak tau dipanggil Princess atau Incess. Gue bukan putri bangsawan ya!" ucap Chelsea disertai senyuman lebar.

   Mereka sontak memeluk Chelsea yang sedang duduk diam di bangku taman. Mereka bahkan menangis saking harunya. Karena mereka tak pernah berpikir jika Chelsea menganggap mereka teman.

   Chelsea terkekeh dan membalas pelukan mereka, ia berusaha menenangkan keempat temannya itu. Malu dilihat banyak orang.





   Di dalam kelas Chelsea terlihat melamun dan tersenyum sendiri. Ia hanya memikirkan dirinya yang sudah purna dari organisasi. So, ia sudah lepas jabatan dan tak terikat apapun lagi setelah re-organisasi beberapa hari lalu.

   Ahh senangnya dalam hati. Jujur ia tak pernah mengikuti organisasi di dunia aslinya. Karena menurutnya, itu semua membuatnya lelah dan tak akan merubah nilai mata pelajarannya.

   Oh ya btw setelah kejadian tempo hari lalu Melvin memutuskan untuk berpindah tempat duduk. Yang awalnya di samping Chelsea kini ia menempati salah satu bangku yang memang kosong di pojok kelas.

   Chelsea mah tidak masalah. Malahan ia senang, tak melihat wajah sok kegantengan pria memuakkan itu.

   "Kamu yang melamun! Kerjakan soal no lima di papan tulis sekarang!"

   Chelsea tersentak saat seorang guru yang tengah mengajar berteriak keras membuat lamunannya buyar. Beliau juga senantiasa menatapnya membuat Chelsea yakin orang yang beliau maksud adalah dirinya.

   Chelsea melongok ke arah buku tebal matematika miliknya dan membaca sekilas soal yang tertera. Ia mengangguk paham kemudian maju tanpa ragu.

   Semua terdiam dan sibuk masing-masing, mungkin masih malas dengan sosok Chelsea karena rumor tempo hari. Bahkan Melvin hanya memandang datar gadis itu. Sebenarnya ia ingin menanyakan banyak hal namun gengsi menghalanginya.

   Guru matematika itu berdiri di antara para murid, matanya menatap teliti tulisan Chelsea yang sedang mengerjakan soal darinya.

   Beberapa menit kemudian guru tersebut mengangguk saat Chelsea sudah menyelesaikannya.

   "Kenapa kamu memindahkan angka yang di bawah?"

   "Karena angka tersebut merupakan...,"

   Bla bla bla...

   Chelsea menjelaskan secara detail membuat seisi kelas hanya bisa mengangguk-mengangguk dan berusaha memahami pekerjaan Chelsea.

   "Bagus, silahkan duduk kembali."

Be The Antagonis Girlfriend [END] Where stories live. Discover now