1. Aku bertemu denganmu, lagi

Start from the beginning
                                    

Kami sering mengolok olok Ari, dia yang paling kecil di antara kami. Tapi kalau tingginya di bandingkan dengan ku masih tetap tinggian Ari. Tapi lihatlah. 3 teman laki lakinya tinggi bak tiang.

Kalau aku berdiri di hadapan mereka mungkin akan seperti kurcaci. Ke tiga tiang itu ada Yaksa, Vian, dan Ikmal.

Aku lupa memberi tahu sesuatu.

Vian, Ikmal, dan Ari mereka bertiga sering menggunakan kereta. Ternyata, tak hanya aku saja yang rumahnya jauh.  Bahkan mereka lebih jauh dariku.

"yah.. Kalah lagi."

"ahaha, berarti piks yah kamu yang traktir."

"ogah ah."

"dih! kan udah perjanjian, yang kalah traktir jajan."

"iya deh iya." mereka berseru senang, dan aku merasa kasihan padanya. Lihatlah sekarang wajahnya cemberut. Mereka yang tidak tahu diri malah berseru senang. Tapi salahnya sih. Dia yang paling antusias dalam game ini sekaligus yang mengusulkan hukuman kalau kalah main game.

Hingga saat istirahat Lyli benar bebar menepati janjinya untuk mentraktir sebuah makanan. Kita di belikan basmut. Jujur saja tukang basmut di depan sekolah enak sekali. Tadinya aku hendak membeli itu, namun sudah dapet gratisan dari Lyli.

Sembari memakan basmut di selangi obrolan asyik yang tak kunjung abisnya. Jujur saja sebelumnya aku belum pernah bicara akrab dengan teman laki laki.

Baru kali ini aku merasakannya, dan ternyata itu seru. Di tambah Lyli teman sebangku ku saat itu seru sekali. Tidak ribet orangnya.

Banyak hal indah yang telah kita lalui. Di mulai dari mengolok olok Ari, makan bareng, tiba tiba ajang kompetisi menggambar anime, curhat keluh kesah yang di alami. Dan lain sebagainya.

Kalau aku dengan lyli sih.. Lebih dari itu, yang paling utama di bahas cewek adalah...

Crush.

Aku ga ikutan yah.. Itu hanya Lyli saja yang suka anak kelas 2 ips 3. Jujur saja aku juga sempat terpesona dengan wajahnya, yang bisa di bilang seperti orang luar negeri. Tapi reaksiku tak seheboh Lyli yang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

Eits tapi.. Tidak hanya itu yang Lyli sukai. Dia menyukai Vian juga katanya. Vian salah satu cute boy yang seperti keluar dari anime. Ya aku tau itu.

Sejujurnya banyak yang iri saat aku dan Lyli sedang bersantai ria dan bercanda gurau dengan ke 4 laki laki itu. Karena mereka semua good looking sih jujur.

Tapi aku menatap mereka biasa saja. Berbeda dengan Lyli yang sebenernya sudah mengincar si Vian. Tapi biarlah. Semoga dia bisa mendapatkan Vian.

Seminggu telah berlalu. MPLS yang aku kira akan membosankan, namun ketika bertemu mereka.. Rasanya aku tidak perlu lagi untuk khawatir. Bahkan aku merasa tidak mau pisah kelas dengan mereka..

Tapi karena Yaksa jurusan IPS sedangkan kami ber 4 jurusan IPA pasti kita akan di kelas yang berbeda.

Dan kami ber 4 ada peluang untuk bisa satu kelas.

Namun nihil saat di lihat dari data, ternyata aku dan Lyli berbeda kelas. Tetapi kita masih bertetangga, aku di IPA 5 sedangkan dia di IPA 4.

Aku memasuki kelas untuk pertama kalinya. Dengan teman teman baru yang akan aku duduki selama 3 tahun kedepan.

Dari MPLS itu aku ada kemajuan. Aku tidak terlalu canggung dengan orang orang baru. Ya cuman tetep masih malas aja kalau di suruh berdiri menyebut nama dan asal sekolah.

Saat aku melihat kebelakang, ternyata ada 3 bocah dari daerah Antariksa yang ternyata sekelas denganku. Aku tersenyum senang dan melambaikan tangan ke arah mereka. Mereka juga tidak kalah terkejut saat melihat aku.

Aku lupa untuk menge cek mereka ada di kelas mana, dan ternyata mereka sekelas denganku.

"kamu sendiri Nay? Mau duduk sama aku ga?" ini tawar Widya. Dia temen lamaku. Aku mengangguk karena aku duduk sendirian. Dari pada sendiri ya sudah saja aku duduk dengannya.

Kita tidak terlalu canggung. Ya setidaknya tidak seperti orang orang yang baru kenalan.

Semakin lama, semakin banyak juga yang masuk kelas. Dan satu yang paling aku syok. Ternyata aku sekelas dengan si julit itu. Dan lebih kesalnya lagi. Dia duduk di bangku sebelah ku. Ingin rasanya pindah kelas saat itu juga.

Tapi ya sudahlah.

Hingga saat perkumpulan ekstrakulikuler. Aku memilih masuk ke seni musik.

Karena seni, bisa mengekspresikan segalanya.

Tak hanya itu, Aku menyukai sastra yang berlibet dengan sebuah untaian kata kata. Tapi lihatlah, aku mengajaknya bermain di dalam buku tulis itu. memangnya kenapa sih? Meruntuikan sebuah kata tuh gampang kok. Bahkan membuat kita merasa puas. Tapi terkadang ada yang bilang itu terlalu lebay.

Tapi walau puisi ku tidak sebermakna chairil anwar, tapi aku bisa merangkai puisi dengan baik.

Tapi..
Ada suatu keunikan dalam diriku.

Puisi tidak akan muncul begitu saja.
Dia akan muncul ketika aku sedang tertarik pada seseorang. Lihat saja nanti. Apakah ada orang yang bisa membuatku menjadi seorang puitis lagi?

Di depan ruangan, aku bertemu orang orang baru, yang mungkin sama ekskulnya seni musik. Aku mengamati satu persatu orang, sepertinya banyak yang sudah akrab. Hanya aku seorang diri yang ber ekskul seni musik dari kelasku.

Namun nyatanya. Di kerumunan banyak orang aku bisa melihat jelas laki-laki julit itu sedang berjalan ke arahku. Ia membawa gitarnya. Aku menatap wajahnya datar tanpa ekspresi.

Nyatanya dia berbeda dari yang pernah aku duga sebelumnya.

"Kamu ekskul seni musik juga kan?" tanya nya hangat. Aku mengangguk dan dia tersenyum.

Aku tertegun, nyatanya dia ramah sekali. Lantas, mengapa waktu itu menjulingkan matanya? Atau mungkin sekarang dia hanya berpura pura ramah? Ah entahlah.

Kami menunggu di luar bareng. Karena ruangan belum di perbolehkan masuk.

Hanya berdua, tapi kita tidak bisa interaksi apa apa. Tapi ada satu orang yang menyapa laki-laki itu dengan riang. Dan laki-laki itu juga tersenyum ke arahnya.

Mereka ber adu tos kepalan tangan. Terlihat akrab sekali. Hingga saat mereka asyik mengobrol perempuan itu melirik ke arahku kemudian bertanya "Ini siapa Ga?" aku diam menatap perempuan itu. Aku kira aku tidak akan ter lirik. "Naya. Temen sekelas. Kebetulan juga ternyata satu ekskul."

Dan perempuan itu mengulurkan tangannya ke arahku. "halo, aku Fana abela." dia tersenyum ramah ke arahku, aku kembali membalas uluran tanganya "Nayarisnintika agung tralanasia."

"Woww, namanya panjang banget." Aku hanya tersenyum malu. Iya, sudah kuduga pasti akan berekspresi seperti itu.

"kamu nanti mau masuk seni musiknya ke alat musik atau nyanyi nya?"

"nyanyi"

"wah kita sama" hebohnya. Entah apa yang laki laki itu pikirkan tapi yang jelas dia sekarang seperti tengah tidak percaya melihat ke arah kita.

Hingga saat jam ekstrakulikuker masuk aku duduk dengan Fana. Dan kita satu frekuensi.

Aku senang dengan ekspresi Fana yang heboh tapi seru. Laki-laki itu duduk di bangku belakang setelah aku.

Aku tidak peduli dengannya yang duduk sendiri. Tapi Fana yang peka dia menoleh ke arah laki laki itu.

"kamu meni sendiri gitu. Tuh mending duduk sama dia tuh. Dia juga keknya sendiri." tapi laki laki itu menggeleng dan berkata, "malu"

"make jeung malu sagala, da engke ge pasti perkenalan." Tetap laki laki itu bersikukuh tidak mau.

Aku hanya menatap interaksi mereka yang sangat akrab. Sesekali mereka juga bergurau berdua. Lagi-lagi aku merasa sendiri. Aku tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Bagian tertawa tertawa saja ketika mereka tertawa.

Tapi detik berikutnya Laki-laki itu menatapku lama. Aku bingung sendiri yang membuat diriku memalingkan wajah.

"Matanya kok aneh?" Batinku.

Sampai Sini | On GoingWhere stories live. Discover now