BAD PAPA - 17

11.7K 1.6K 107
                                    

Menjadi anak sulung perempuan satu-satunya dari keluarga Jornandes. Celaan dan hinaan adalah makanan sehari-hari untuk nya yang terlahir dengan gender yang berlawanan dengan kehendak para manusia haus kekuasaan.

Laki-laki adalah mutlak adanya. Laki-laki adalah pemimpin, penguasa, namun dalam keluarga Jornandes sejarah baru telah tercatat. Seorang anak perempuan terlahir menjadi anak satu-satunya yang kelak menjadi penerus keluarga.

Disaat suara tawa haru kebahagiaan harusnya berkumandang menyambut jeritan nyawa baru yang akan menambah sedikit corak kehidupan, justru di sambut dengan pekikan keputusasaan yang memilukan.

Ibu, adalah orang pertama yang harusnya memberikan kehangatan pertama bagi anaknya, justru menjadi orang pertama yang memberikan umpatan untuk seonggok nyawa tak berdosa yang baru saja ia perjuangkan hidup dan matinya.

Terlintas sekilas pemikiran, kenapa mereka tak membunuhnya di saat ia masih belum melihat dengan jelas isi dunia. Kenapa mereka tetap mempertahankan jika pada akhirnya memberikan siksaan yang menyakitkan.

Dia hidup bukan untuk hidup, tapi untuk memuaskan ekspektasi mereka. Hidupnya di kekang oleh tali tak kasat mata yang melingkar indah di lehernya.

Dia hidup namun tak hidup. Ia ibarat mobil yang menunggu sang supir menjalankan mobil menuju tempat yang di inginkan, sebagai benda mati ia hanya diam mengikuti setiap arahan. Begitulah pikirnya.

Dwi Anjani. Ya itu dia, tanpa embel-embel Jornandes. Perempuan yang tidak memiliki kendali penuh atas hidupnya sendiri, bahkan masalah pendamping tak ada campur tangannya sama sekali.

Mereka, orang tuanya mengajarinya menjadi manusia egois yang menjijikkan untuk berada di puncak kekuasaan.

Namun sedikit demi sedikit ia benar-benar menjadi apa yang di inginkan orangtuanya, mereka hanya mengajari apa itu kebencian, balas dendam, membunuh. Menjadikan nya orang manipulatif, egois, membuat nya berpikir bahwa bumi hanya berporos padanya.

Hanya karena terlahir menjadi perempuan, membuat semua keluarga besar membenci Anjani. Bayangkan saja, sejak kecil hanya kata-kata umpatan dan cemoohan orang-orang yang semakin hari membuat mental seorang anak terguncang, hampir gila.

Bahkan hingga Anjani menikah dan mengandung pun tak lepas dari campur tangan keluarganya.

Dimana seharusnya seorang ibu hamil tidak boleh terlalu banyak pikiran dan tekanan yang di berikan, justru keluarganya terus menyuarakan bahwa anak yang ada di dalam kandungannya haruslah seorang anak laki-laki.

Tapi lagi-lagi Tuhan tampak senang membuat nya menderita, seakan belum puas dengan apa yang di alaminya selama ini. Anjani melahirkan anak kembar, perempuan.

Anjani tak menyesal, bagaimanapun juga mereka adalah anaknya, dia akan menyayanginya sebagaimana seorang ibu pada umumnya. Namun tidak dengan keluarganya, mereka dengan sadisnya membunuh kedua nyawa itu tepat di depan matanya tanpa belas kasih sedikitpun.

Ibu mana yang tidak teriris hatinya kala buah hatinya di renggut nyawanya tepat di depan mata. Entah kemana rasa kemanusiaan yang seharusnya ada pada setiap manusia. Tapi Anjani lupa jika mereka bukanlah manusia, tapi binatang yang tega membunuh sesamanya hanya demi kekuasaan dan kepuasan semata.

Selama ini Anjani menerima nasibnya buruk yang telah tertulis di lembar takdirnya, ia tak pernah marah akan semua tindakan impulsif dan manipulatif mereka, Anjani selalu menerimanya dengan lapang dada.

IllusionWhere stories live. Discover now