-Epilog-

257 31 8
                                    

"takdir itu, tidak bisa berjalan sesuai yang kita tentukan. Melainkan sudah direncanakan oleh Tuhan."

-Hikaru Nara.


Sinar mentari disiang hari, memancarkan sinarnya yang begitu menyilaukan mata. Orang-orang asik bersantai, suara tawa khas anak kecil terdengar. Sesekali mereka saling membagikan kehangatan keluarga mereka disini, tertawa bahagia, merasakan indahnya dunia.

Mereka berharap akan terus seperti ini selamanya, terlebih untuk para orang tua. Mereka akan melakukan kewajibannya yakni membahagiakan anak mereka, dan membawa anak mereka menuju pintu sukses dikemudian hari.

Impian-impian mereka sejak dini, patut didukung dan diberi sebuah motivasi. Mengembangkan segala minat bakat anak mereka, supaya kelak mereka akan sukses dan bersinar dimata mereka.

Terdapat seorang pemuda hanya tersenyum kecut melihat itu, orang-orang begitu mudahnya mendapat kebahagiaan dari orang-orang terdekat. Lantas, mengapa? Hal itu tidak berlaku pada dirinya, ia baru saja mendapatkan seseorang yang berhasil membawanya menuju pintu kebahagiaan yang sesungguhnya, namun harus berakhir dengan kisah yang tragis.

Tidak bisakah ia merasakan hal ini selamanya? Ia ingin memutar waktu kembali. Ia ingin melihat seseorang yang berhasil masuk kedalam hatinya tanpa permisi untuk kesekian kalinya.

Pemuda itu duduk dan melihat sekitar yang begitu bahagia, namun tidak dengan dirinya. Choi Beomgyu, pemuda itu tidak bahagia, ia mengenakan jas formal berwarna hitam, beomgyu baru saja mendatangi sebuah acara duka. Acara yang sama sekali tidak dinginkan dalam hidupnya.

Hatinya saat ini, terasa begitu menyakitkan dalam hidupnya. Dadanya sesak, seolah dihimpit oleh dua bebatuan besar. Sebelumnya ia tak pernah sehancur ini, pada saat kematian ayahnya sekalipun.

Takdir begitu kejam padanya, merenggut seseorang yang baru saja akan memulai kebahagiaannya. Lagi dan lagi, beomgyu tak mampu berbuat apa-apa, alur kehidupannya begitu menyakitkan untuknya.

Kang Taehyun.

Bulir air mata meluncur dengan lancarnya dipipi tirus beomgyu, sakit rasanya setiap menyebutkan nama itu. Pemuda manis yang mulai menuntunnya menuju gerbang kebahagiaan, namun sayang harus terputus ditengah jalan.

Beomgyu ingat betul, saat-saat Taehyun mengucapkan dengan lantangnya, bahwa mereka akan bersinar bersama. Namun apa? Ia pergi tanpa pamit kepadanya.

Tidak ada lagi tawanya, tidak ada lagi suara merdunya. Jika bisa, beomgyu ingin mendengar Taehyun bernyanyi kembali, setidaknya sebuah lagu perpisahan dan memberi beomgyu kesempatan untuk mengukir moment-moment terakhir beomgyu bersamanya.

Tapi semua itu mustahil, beomgyu hanya bisa menelan kenyataan pahit itu. Jika takdir sudah dibentuk, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti alurnya.

Beomgyu masih ingat, saat ini ia berpijak dimana sata-saat ia bertemu dengan Taehyun untuk kedua kalinya, saat dimana ia mendengar suara Taehyun yang mengalun Indah ditengah tontonan orang-orang.

Mengadakan sebuah konser kecil-kecilan untuk sekedar menghibur para pengunjung taman ini, ia ingat dimana segerombolan anak kecil datang dan memberikannya sebuah apresiasi.

Beomgyu hanya tersenyum getir mengingatnya, ia beranjak dari duduknya, lantas melenggang pergi.

_

Disebuah bukit kecil, disinilah beomgyu berpijak. Terdapat bunga-bunga sakura yang sudah layu dan jatuh ditanah. Tidak seperti sebelumnya, saat-saat musim semi, bunga ini bermekaran indah. Manik mata beomgyu menelisik sekitar, ia menatap dimana saat Taehyun berdiri dan memainkan serulingnya disana.

Hikaru nara -beomtae ✓Where stories live. Discover now