-4-

285 48 0
                                    

'hei beomgyu. Lihat aku, tataplah diriku. Hentikan dunia musik mu, mulailah belajar bersungguh-sungguh. Buatlah diriku bangga atas segala usahamu, agar kelak kau dapat mewarisi perusahaanku. Kau adalah putra keluarga Choi satu-satunya.'

Seorang siswa SMP bernama Choi Beomgyu, kini menunduk dalam. Hatinya terasa takut dan khawatir, tubuhnya mulai bergetar. Ia berdiri tepat dihadapan seorang pria paruh baya yang sedang duduk disebuah kursi roda, ia mengenakan sebuah jas hitam. Pria itu, adalah ayahnya, ia menatap tajam dirinya, tangannya mengetuk-ngetuk sebuah tongkat golf kelantai.

Satu tangan ayahnya memegang secarik kertas hasil ulangan matematika. Dan bisa ditebak, bahwa ayahnya merasa marah didepannya, ia marah karena nilai ulangannya tak sesuai apa yang diinginkannya.

"Kau mempermalukan keluarga kami." Ujar sang ayah dengan nada dinginnya.

Beomgyu masih senantiasa menunduk, ia meremas ujung pakaiannya, "maaf."

BUGH!

Beomgyu langsung memegangi lengannya yang baru saja dipukul dengan tongkat golf itu. Rasanya sakit dan nyeri, padahal ia sering mendapatkannya tetapi kenapa masih saja tetap sakit seperti ini?.

"Kemarin, salah satu anak buah ayah. Melihat dirimu sedang melakukan konser ditaman kota, benarkah itu?."

Beomgyu mengangguk patah-patah, matanya memanas dan air mata bisa muncul kapan saja. Tatapan mata sang ayah semakin tajam menatap dirinya.

BUGH!

Satu kaki beomgyu dipukul kuat oleh sang ayah. Beomgyu meringis kesakitan, ia memegangi kakinya, namun ayahnya membentak dirinya untuk tidak melakukannya ayahnya mengatakan bahwa dirinya lemah jika melakukan hal itu. Beomgyu bergetar, mencoba menahan rasa sakit dikakinya.

"Bukankan diriku sudah bilang?!, Berhenti bermain musik!. Berhenti bermain alat petik yang tidak ada gunanya seperti itu!. Musik tidak akan bisa menentukan masa depanmu untuk sukses!, Musik hanya sebuah suara yang berisik, apa yang kau lakukan dengan semua itu, hanyalah hal sia-sia beomgyu!. Aku ayahmu dan diriku ingin melihatmu sukses dan hidup lebih baik, dan kau adalah penerus perusahaanku!, Lupakan semua dunia musikmu!, Itu semua hanyalah sampah!." Bentak sang ayah.

Beomgyu hanya diam, bibirnya berkeluh tak mampu mengeluarkan semua suara, meski hanya mengatakan 'iya' tetapi, mulutnya seolah tak bisa diajak kompromi.

PLAK!

"Apa kau mendengarkan ku, huh?!"

Satu tangan beomgyu terangkat untuk memegangi pipinya yang terasa amat panas karena ditampar oleh sang ayah. Beomgyu mengangguk sebagai jawaban, satu air mata, lolos membasahi pipinya. Ayahnya mengatakan semua itu, seolah ia tidak memikirkan hatinya, ia merasa sangat teriris, hatinya sakit.

"Dengar, mulai sekarang kau harus rajin belajar!. Tingkatkan kembali nilaimu, semua itu masih belum cukup untukku!. Jika kau berhasil mendapatkan nilai sempurna yang aku inginkan, maka diriku akan bangga kepadamu, dan aku akan berusaha sembuh untuk itu!. Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu." Lanjut sang ayah.

Beomgyu mendongak, menatap sang ayah didepan sana. Bibirnya mencoba untuk membuat senyuman, meski rasanya sakit, pedih, dan perih. Beomgyu berusaha membuat senyuman diwajahnya.

"Jika itu bisa membuat ayah sembuh dan senang, apapun itu. Akan beomgyu lakukan." Ujar beomgyu dengan suaranya yang bergetar.

_

Tubuhnya ia rebahkan dilantai ruang musik yang selalu menjadi tempat favoritnya. Matanya ia pejam, mencoba menikmati angin musim semi yang menerobos masuk melewati jendela ruang musik tersebut. Kertas-kertas berwarna putih berserakan dilantai itu.

Hikaru nara -beomtae ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang